Senin, 04 Mei 2009

MENGGAGAS UN TERINTEGRASI

oleh : Imam Nur Suharno

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam membentuk generasi mendatang. Dengan pendidikan, diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab, dan mampu mengantisipasi masa depan. Namun, dalam perjalanannya pendidikan tidak seperti apa yang diharapkan. Beberapa masalah muncul, seperti biaya pendidikan yang mahal, kurikulum yang sering berganti, dan standar kelulusan ujian nasional (UN) yang terus meningkat.

Setiap tahun, UN menyisakan kesedihan bagi siswa, orang tua, dan guru. Walaupun rakyat sudah berusaha mengajukan ke pengadilan agar UN ditiadakan dan putusan pengadilan berpihak kepada rakyat, tetapi sepertinya pemerintah enggan mendengar atau bahkan tidak mau kalah dengan rakyatnya. Buktinya, pemerintah mengajukan banding dan UN tetap dilaksanakan.

Terlepas dari gugatan rakyat dan sikap pemerintah terhadap putusan pengadilan tersebut, sebagai pendidik seharusnya kita menyikapi UN dengan wajar, yaitu membekali siswa untuk menghadapi UN dengan bekal sebaik dan sebanyak mungkin. Bekal di sini, berupa kesiapan materi ujian dan mental siswa dalam menghadapi UN. Jika proses pembekalannya maksimal, terprogram, dan terevaluasi dengan baik, perbuatan curang tidak akan terjadi. Bukankah hal tersebut merupakan pembodohan massal generasi muda secara terstruktur?

Ujian nasional merupakan upaya pemerintah, untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dan sebagai seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI mengatakan, hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk, a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan; d) akreditasi satuan pendidikan; dan e) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Dalam UN, siswa dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan yang ditetapkan pemerintah. Hal ini, mengundang pro dan kontra tentang penyelenggaraan UN. Dengan demikian, untuk memenuhi standar kelulusan tersebut, sebagian sekolah berupaya dengan berbagai cara, walaupun bertentangan dengan nilai-nilai moral. Mengapa hal ini terjadi?

Sekolah beralasan, di antaranya: (1) siswa yang telah belajar selama tiga tahun menjadi tidak lulus, hanya dalam waktu dua jam melalui UN; (2) hasil UN tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, karena yang diperoleh siswa merupakan hasil kerja keras "tim sukses"; (3) UN menjadikan siswa malas belajar, karena kelulusan siswa ditentukan melalui ujian yang waktunya hanya empat atau lima hari; (4) nilai UN tidak dapat dijadikan sebagai alat pembeda terhadap kemampuan siswa, karena banyak faktor yang melatarbelakangi ketidaklulusannya; (5) sarana dan prasarana sekolah yang belum memadai dan lain sebagainya. Dengan UN, seharusnya kelima tujuan tersebut bisa diintegrasikan agar lebih efektif, efisien, dan ekonomis, serta tidak menimbulkan polemik yaitu melalui UN terintegrasi.

Menurut penulis, ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar melalui UN terintegrasi ini tujuan diselenggarakannya ujian dapat terpenuhi dan nilai-nilai moral pun terjaga.

Pertama, penentuan kelulusan ujian sepenuhnya diserahkan kepada sekolah penyelenggara, sehingga nilai yang diraih siswa mencerminkan yang sesungguhnya, bukan hasil kerja keras "tim sukses". Kedua, standar nilai yang ditetapkan pemerintah dijadikan sebagai acuan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ketiga, memberikan sanksi kepada siswa yang melakukan kecurangan dalam ujian dengan tidak meluluskannya. Keempat, pembatalan kelulusan bagi siswa yang melakukan tindakan tercela setelah dinyatakan lulus, seperti mencoret-coret baju, kebut-kebutan, pesta miras, dan lain sebagainya. Kelima, melakukan penilaian secara terpadu, meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keenam, memberikan arahan kepada siswa untuk melakukan sujud syukur, dilanjutkan dengan pengumpulan seragam layak pakai untuk diberikan kepada adik kelas yang kurang mampu.

Semoga melalui UN terintegrasi ini, diharapkan sekolah dapat melaksanakan amanah pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Wallahualam. ***

Penulis, pemerhati pendidikan dan Kepala MTs. Husnul Khotimah Kuningan.
PR Edisi 28 April 2009