Senin, 20 Desember 2010

SEPAKAT UN DILANJUTKAN, TETAPI ...

Oleh Imam Nur Suharno

Hiruk-pikuk tentang Ujian Nasional (UN) akan kembali menghiasi dunia pendidikan di negeri ini. Karena UN tetap akan dilanjutkan, tetapi ada formulasi yang harus disempurnakan, demikian penjelasan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Rully Chairul Azwar. Bahkan, untuk kelulusan UN 2011 ada empat syarat yang harus dipenuhi para siswa, yaitu menyelesaikan program pembelajaran di sekolah; mendapat nilai baik untuk etika, budi pekerti, serta pendidikan kewarganegaraan; lulus ujian sekolah untuk mata pelajaran eksak; lulus UN dengan standar nilai yang ditentukan ("PR Online", 11/12).

Kementerian Pendidikan Nasional telah mengajukan dua alternatif sistem kelulusan. Alternatif pertama adalah menggabungkan nilai mata pelajaran ujian sekolah dan nilai UN dengan bobot 60 persen dari nilai UN dan 40 persen dari ujian sekolah, tetapi nilai rata-ratanya sesuai dengan standar kelulusan. Pada alternatif pertama ini tidak ada nilai mati dan tidak ada UN ulangan. Sementara pada alternatif kedua formulasinya sama seperti alternatif pertama, tetapi berlaku nilai mati dan diberlakukan UN ulangan.

Mencermati kedua alternatif formulasi sistem kelulusan tersebut tampaknya masih belum menjamin tidak terjadi pro-kontra dalam penyelenggaraan UN. Sebab masalah utama dari lahirnya pro-kontra itu masih menjadi salah satu dari empat syarat kelulusan peserta didik, yaitu lulus UN dengan standar nilai yang ditentukan. Seandainya syarat keempat ini ditiadakan tampaknya pro dan kontra tentang UN akan berakhir.

Untuk itu, sebaiknya, pertama, sistem tersebut kembali seperti sistem Ebtanas. Melalui sistem Ebtanas, nilai yang diraih siswa dapat mencerminkan kemampuannya sebenarnya. Dengan demikian, kegunaan penyelenggaraan UN untuk pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan mudah tercapai. Sementara itu, nilai UN yang hasilnya disinyalir tidak murni karena ada peran "tim sukses", tidak dapat digunakan untuk pemetaan mutu pendidikan dan/atau program pendidikan. Bisa jadi, misalnya, kualitas sekolah A adalah C, tetapi karena ada peran "tim sukses" dalam UN, sekolah A tersebut kualifikasinya menjadi A, ataupun sebaliknya.

Kedua, penentuan kelulusan ujian sepenuhnya diserahkan kepada guru di sekolah penyelenggara. Hal itu sesuai dengan UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 58 ayat 1 dan 2. Dalam pasal 58 ayat 1 disebutkan, "Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan". Pada ayat 2 disebutkan, "Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik standar nasional pendidikan". Jika syarat kelulusan UN salah satunya masih ditentukan pemerintah, berarti pemerintah telah melanggar UU yang dibuatnya sendiri.

Ketiga, standar nilai yang ditetapkan pemerintah jika masih diberlakukan, dijadikan sebagai acuan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai de-ngan kegunaan penyelenggara-an UN sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendi-dikan Nasional RI, yaitu hasil UN digunakan sebagai salah sa-tu pertimbangan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan beri-kutnya. Jika hal ini bisa dilaksanakan, sebagaimana wacana tahun lalu bahwa hasil UN akan diintegrasikan dengan SNMPTN itu akan direalisasikan pada 2011, ini menjadi satu langkah lebih maju dalam penyelenggaraan UN di negeri ini, sekaligus dapat menghemat biaya. Untuk menjaga kredibilitas UN hendaknya dalam penyelenggaraan UN pun melibatkan perguruan tinggi.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan siswa guna menghadapi UN. Pertama, berusaha (ikhtiar) secara maksimal. Di antara bentuk usaha tersebut adalah belajar yang teratur, perbanyak latihan soal, lakukan pengulangan latihan pada soal yang dianggap sulit, lakukan penyegaran materi dengan membaca buku yang terkait kisi-kisi soal, mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah, mengikuti kegiatan try out (uji coba), mengikuti remedial; dan kegiatan mendukung lainnya.

Kedua, selalu berdoa, terutama di sepertiga waktu malam. Sebab, segala sesuatu yang telah kita lakukan bukanlah jaminan akan berhasil. Semua akan terjadi bila Allah SWT mengizinkan. Mohonlah kepada yang Mahaberkehendak agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam menghadapi UN. Doa adalah kekuatan tersembunyi yang tidak dapat ditangkap oleh manusia dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Doa juga menjadi salah satu faktor penyebab dibalik setiap keberhasilan yang dicapai. Dr. Alexis Carrel pernah berkata, "Doa merupakan bentuk energi yang paling ampuh yang dapat dihasilkan sendiri oleh setiap orang. Karenanya, tambahlah energi kehidupan dengan memperbanyak doa".

Ketiga, tawakal (pasrah diri) kepada Allah SWT. Tawakal merupakan langkah terakhir setelah kita menjalankan meditasi dengan belajar dan berdoa. Tawakal dengan tujuan memasrahkan segela bentuk usaha kita secara lahiriyah dan batiniyah kepada Allah SWT, segala bentuk keberhasilan adalah mutlak kehendak Allah SWT. Sementara manusia hanya bisa berusaha dan berdoa.

Dengan berakhirnya pro dan kontra penyelenggaraan UN, diharapkan sekolah dapat lebih fokus dalam melaksanakan amanah pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Amanah tersebut adalah pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Semoga. Wallahualam.***

Penulis, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.


PR Edisi 21 Desember 2010

Rabu, 15 Desember 2010

Adab Makan

Imam Nur Suharno

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS Al-A'raf [7]: 31).

Makna 'janganlah berlebih-lebihan' dalam ayat di atas sebagaimana dijelaskan dalam Alquran dan terjemahannya adalah janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

Terkait hal itu, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada sesuatu yang lebih buruk untuk dipenuhi oleh seseorang selain perutnya, padahal cukup beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Bila terpaksa ia lakukan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas." (HR Ahmad, Nasa'i, Tirmidzi, dan beberapa perawi lainnya).

Makan secara berlebihan dapat menyebabkan kelambanan dan kelebihan beban pada pencernaan serta fermentasi makanan dalam perut. Hal ini terkadang bisa mengakibatkan luka dan peradangan pada perut, kerongkongan, dan usus dua belas jari.

Hilmy al-Khuly dalam bukunya Mukjizat Kesembuhan Dalam Gerakan Shalat, menyebutkan, bila perut dipenuhi oleh makanan, kemudian timbul proses fermentasi di dalamnya, maka dapat menimbulkan berbagai efek negatif, yaitu in'ikas ashabiy (reflek gerak pemantulan dan pembalikan saraf) terhadap kondisi jantung; idhthirab al-qalb (denyut jantung berdebar-debar) yang tekanannya bisa menurun dan bisa pula meninggi; dan terjadinya kejang jantung.

Karena itu, Rasulullah SAW memberikan tuntunan dalam menyantap makan sebagai upaya mengendalikan syahwat makan. Pertama, qul bismillaahi, ucapkanlah bismillah ketika hendak makan. Kedua, kul biyamiinika, makanlah dengan tangan kananmu. Dan ketiga, kul mimmaa yaliika, makanlah yang terdekat denganmu. (HR Muslim).

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak akan makan sampai kami merasa lapar. Jika kami makan, maka kami makan tidak sampai kenyang. (Rasulullah juga bersabda) Tinggalkanlah makanan (justru) ketika engkau sangat menginginkannya."

Dengan demikian, melalui pengendalian syahwat makan ini, kita akan terhindar dari berbagai macam penyakit yang mengancam kehidupan. Sebab, perut adalah sarangnya penyakit, sebagaimana dikatakan Harits bin Kaldah, seorang tabib bangsa Arab, "Diet (mengatur pola makan) adalah pokok segala pengobatan, sedangkan perut adalah sarang penyakit. Oleh karena itu, kembalikanlah tubuh pada kebutuhan proporsionalnya." Wallahu a'lam.

HU Republika Edisi Rabu, 15 Desember 2010

Kamis, 09 Desember 2010

MENGATASI JENUH DALAM BELAJAR

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI

Belajar tidak selamanya menyenangkan. Dalam kondisi tertentu, saat belajar kadang muncul rasa bosan (boring). Kebosanan ini tak hanya menimpa siswa yang sudah lama belajar. Tetapi siswa yang baru masuk pun bisa mengalami hal yang serupa. Kebosanan bisa timbul karena belajar yang monoton, tekanan dalam belajar, ada masalah pribadi dengan teman dan masih banyak lagi. Karena kebosanan ini, kadang terbersit keinginan untuk pindah sekolah.
Pindah sekolah bukanlah solusi efektif. Sebab, kebosanan merupakan penyakit yang biasa menyerang para pelajar. Rasa bosan ini bisa terjadi kapan dan di mana saja. Jika kebosanan sudah menyerang biasanya lahir ketidakberdayaan dan kemalasan. Karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan doa, ”Allahumma Inni A’udzubika Minal Hammi Wal Hazan, Wa A’udzubika Minal Ajzi Wal Kasal, Wa A’udzubika Minal Jubni Wal Bukhl, Wa A’udzubika Min Ghalabatid Daini Wa Qahrir Rijal” Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan kesedihan, dan aku berlindung pada-Mu dari ketidakberdayaan dan kemalasan, dan aku berlindung pada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung pada-Mu dari problem keuangan dan tekanan orang lain.” (HR Abu Dawud).
Untuk memacu semangat tinggi dalam belajar perlu ditumbuh kembangkan dalam hati sanubari guna pengendalian boring tersebut. Pertama, nikmati suasana belajar sepenuh hati. Rasa bosan dalam belajar bisa dilawan dengan cara belajar untuk menikmati suasana belajar. Jangan sampai tubuh kita berada dalam kelas, tetapi pikiran berada di luar kelas. Penulis mengistilahkan ”Wujuduhu Kaadamihi” Adanya seperti tidak adanya. Jika hal ini terus berkembang akan menyebabkan ketertinggalan pelajaran. Pada akhirnya melahirkan ketidakbetahan dalam belajar. Dan ujung-ujungnya adalah pindah sekolah.
Kedua, memiliki rasa percaya diri. Rasa percaya diri adalah sumber energi untuk terus memusatkan perhatian pada pelajaran. Dan perlu menanamkan keyakinan mampu mempelajari dan mengerjakan berbagai sulitnya pelajaran yang dihadapi. Keyakinan ini akan membuat diri untuk bekerja keras. Hambatan dan kesulitan dalam belajar itu biasa, karenanya, teruslah belajar. Sebab, setumpul-tumpulnya pisau jika diasah terus-menerus akan tajam juga.
Ketiga, memiliki tujuan belajar yang jelas hendak dicapai. Dalam upaya memusatkan perhatian pada pelajaran, dituntut untuk membuat tujuan yang jelas dari pelajaran yang hendak dipelajari. Tujuan gunanya sebagai pedoman atau target yang hendak dikuasai. Dengan adanya tujuan yang hendak dicapai pasti siswa akan terpandu untuk memusatkan perhatian secara intensif pada pelajaran. Oleh karena itu, tujuan hendaknya dibuat dengan target yang besar, yang jauh ke depan, agar yang kecil-kecil atau yang dekat-dekat akan mudah diraih. Permisalan, jika kita membeli kambing, pasti akan memperoleh tambangnya. Jika membeli tambang, belum tentu dapat kambingnya. Tanamlah padi, pasti akan tumbuh rumput di sekitarnya. Dan jangan harap akan tumbuh padi bila kita menanam rumput.
Keempat, tanamkan cita-cita dari awal. Setiap siswa pasti memiliki cita-cita. Tentu dengan cita-cita ini akan memacu untuk belajar dengan tekun dan ulet. Karena dalam hati telah terpatri suatu harapan besar yang hendak dicapai. Dengan adanya cita-cita yang tertanam dalam hati tentu akan dapat memusatkan perhatian pada pelajaran yang dihadapi. Sebab, tanpa memusatkan perhatian pada pelajaran berarti cita-cita tidak akan bisa diraih.
Kelima, belajar dari pengalaman, baik pengalaman diri maupun orang lain. Pengalaman dari diri bisa berupa melakukan evaluasi terhadap kekurangan dan kesalahan diri sehingga bisa diperbaiki dikemudian hari. Sedangkan belajar melalui pengalaman orang lain bisa dengan mengambil hal-hal positif sebagai penunjang keberhasilan.
Keenam, hindari berpikir negatif. Pusatkan perhatian pada pelajaran sekarang. Jangan terlalu menghiraukan penilaian orang lain. Yang harus dilakukan adalah melakukan upaya terbaik sehingga bisa merasakan suatu kegembiraan karena telah mampu menyelesaikan pelajaran dengan baik.
Oleh karena itu, tidak bijaksana jika membiarkan anak didik terus menerus dalam kebosanan. Untuk itu, tugas guru untuk membimbingnya saat di sekolah, dan tugas orangtua saat di rumah. Dengan demikian, bila kemauan belajar telah bangkit, tentu berbagai kesulitan dalam belajar seperti rasa jemu, rasa bosan dan mengantuk akan segera sirna. Semoga.
* Tribun Jabar, Suluh, 30/11-2010

Senin, 22 November 2010

GURU MERUPAKAN AHLI WARIS PARA NABI

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Guru adalah insan yang sangat dihormati dan dimuliakan. Pada suatu hari, Rasulullah SAW keluar dari rumah. Tiba-tiba beliau melihat ada dua majelis yang berbeda. Majelis yang pertama ialah majelis orang-orang ibadah yang sedang berdoa kepada Allah SWT dengan segala kecintaan kepada-Nya, sedangkan majelis yang kedua ialah majelis pendidikan atau pengajaran yang terdiri atas para guru dan sejumlah muridnya.
Melihat dua majelis yang berbeda tersebut, beliau bersabda, ”Adapun mereka dari majelis ibadah, mereka sedang berdoa kepada Allah. Jika mau, Allah menerima doa mereka, dan jika tidak, Allah menolak doa mereka itu. Tetapi, mereka yang termasuk dalam majelis pengajaran, mereka sedang mengajar manusia. Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah juga menjadi seorang guru.” Kemudian beliau sendiri datang mendekati majelis yang kedua yaitu majelis pendidikan, bahkan beliau ikut duduk bersama mereka mendengar pengajaran yang disampaikan oleh seorang guru. (Khairul Anwar bin Mastor dalam bukunya Personaliti Pelajar Muslim).
Bahkan, Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, pernah menyatakan bahwa guru itu hampir seperti seorang rasul. Mungkin itu terlalu berlebihan. Karena memang pada dasarnya, antara rasul dan guru memiliki tugas dan peranan yang sama yaitu mendidik, mengajar, dan membina umat.
Dalam Alquran Allah SWT menegaskan tugas para rasul, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Ali Imran [3]: 164).
Dalam ayat tersebut setidaknya ada tiga tugas pokok seorang rasul yang bisa dijadikan pegangan oleh setiap guru, yaitu pertama, membacakan ayat-ayat Allah (at-tilawah); kedua, membersihkan jiwa (at-tazkiyah); dan ketiga, mengajarkan Al-Qur’an (al-kitab) dan sunah (al-hikmah).
Selain sebagai profesi yang mulia, guru juga sebagai arsitek peradaban bangsa. Itu karena maju dan mundurnya tatanan bangsa ke depan akan sangat bergantung pada peran seorang guru dalam menyiapkan calon pemimpin/pengelola bangsa pada masa yang akan datang.
Guru merupakan profesi yang paling mulia, agung dan dihormati. Hal itu karena pertama, guru sebagai ahli waris para nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW melalui para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para ulama dan guru terdahulu. Karena itulah, para guru pantas disebut sebagai ahli waris para nabi. Namun, guru yang tidak mengamalkan dan mengajarkan ilmu sesuai tuntunan Rasulullah SAW bukan ahli waris para nabi. (Fuad Asy-Syalhub dalam bukunya Guruku Muhammad SAW).
Kedua, menjadi guru berarti memiliki peluang mendapatkan amalan yang terus mengalir, yaitu dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada peserta didik. Sabda Nabi SAW, “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu berdoa untuknya.” (H.R. Muslim).
Menurut Syaikh Jamal Abdul Rahman, jika guru mampu mendidik siswa menjadi saleh, maka hal itu masuk ke dalam ketiga kategori amal yang tidak akan putus sebagaimana dalam hadis di atas. Maksudnya, waktu dan tenaga yang disisihkan guru untuk mendidik siswa bisa menjadi sedekah jariyah. Ilmu yang guru sampaikan kepada siswa akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan, siswa yang dididik guru akan menjadi anak yang saleh, yang akan mendoakan dirinya, baik ketika guru masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Ketiga, guru banyak menciptakan generasi penerus bangsa. Pembangunan pendidikan memiliki peran sangat penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, sehingga sejak awal para pendiri bangsa telah menggariskannya dalam salah satu tujuan bernegara di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Bahkan, sebelum bangsa ini merdeka, Ki Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan menyatakan bahwa, melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul, sejajar dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.
Keempat, guru adalah profesi yang paling sehat diantara semua profesi yang ada, termasuk pengacara, dokter, pengusaha, dan lainnya. Kesehatan mental guru paling tinggi di antara semua profesi. Peneliti dari South Florida, yang melakukan survei terhadap 180.000 pekerja profesional di seluruh dunia mengatakan, profesi guru lebih dari sekadar pekerjaan, tetapi merupakan sebuah panggilan. Para guru mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang menyenangkan karena langsung berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Karena itu, wajar jika pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan guru. Terbitnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjadi harapan baru bagi profesi pendidik. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa guru akan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik, yaitu pemerintah akan memberikan tunjangan profesi yang setara dengan satu kali gaji pokok.
Oleh karena itu, wahai para guru, “Ajarilah anak didikmu, bukan dalam keadaan yang serupa denganmu. Didiklah dan persiapkanlah mereka untuk suatu zaman yang bukan zamanmu. Mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu.” (Ali bin Abi Tahlib). Wallahu a’lam.

* Pikiran Rakyat, Teropong, Senin, 15/11-2010

Sabtu, 02 Oktober 2010

Keutamaan Istighfar

Imam Nur Suharno MPdI

Muhammad Shalih Al-Khuzaim dalam bukunya Shifat Shalat Qiyamullail, menjelaskan bahwa istighfar merupakan penutup amal saleh, penutup shalat, haji, puasa, dan juga penutup majelis. Istighfar berfungsi untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang diperbuat selama melaksanakan ibadah tersebut. Selain itu, istighfar juga sebagai penyebab utama mendapatkan ampunan Allah SWT.

Karena itu, setiap Muslim hendaknya memperbanyak istighfar dalam berbagai kesempatan. Minimal mengucapkan: Astaghfirullah, Rabbighfirli, Allahummaghfirli, dan yang lainnya. Melalui istighfar tersebut seseorang akan memperoleh banyak keutamaan.

Pertama, dihapus kejelekannya dan diangkat derajatnya. "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisa' [4]: 110).

Kedua, dilapangkan rezeki, anak, harta, dan penyebab turunnya hujan. "Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?" (QS Nuh [71]: 10-13).

Ketiga, ditambah kekuatannya. "Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (QS Hud [11]: 52).

Keempat, dilenyapkan dosanya. Setiap dosa meninggalkan noda hitam pada hati. Noda hitam bisa lenyap dengan melakukan istighfar. "Sesungguhnya bila seorang Mukmin melakukan satu dosa, pada hatinya timbul satu noda hitam. Bila dia bertobat, berhenti dari maksiat, dan beristighfar, niscaya mengilap hatinya." (HR Ahmad).

Kelima, dimudahkan segala urusannya. "Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Untuk itu, ketahuilah, dalam sebuah atsar disebutkan bahwa, "Sesungguhnya Iblis pernah berkata: 'Aku membinasakan manusia dengan dosa, dan mereka membinasakanku dengan La Ilaha Illallah dan istighfar'." Wallahu a'lam.

Rahasia Zakat

Oleh Imam Nur Suharno
"Ambillah zakat dari sebagianharta mereka, dengan zakat itukamu membersihkan dan menyu-cikan mereka dan mendoalah untukmereka." (At-Taubah [9] 103). Zakat merupakan rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi. Selain itu, zakat merupakan pokok ajaran Islam sebagaimana sya-hadat, shalat, puasa, dan haji. . Zakat juga merupakan ibadah berdimensi vertikal (hablum minallah) dan sekaligus horizontal (hablum minnas).

Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim dalam bentuk mengeluarkan harta bagi orang-orang yang telah memenuhi batas minimal harta (nishab) dan telah sampai pada batas kepemilikannya (haul) untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik). Untuk mendorong kesadaran zakat, seseorang harus mengetahui rahasia di balik kewajiban zakat tersebut. Pertama, zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir. Kikir adalah tabiat manusia (Al-Maarij [70] 19), yang harus diuji. Kikir merupakan salah satu sifat yang dapat merusak kehidupan manusia. "Tiga hal yang akan merusak manusia kikir yang dituruti,hawa nafsu yang diikuti, dan manusia memandang hebat akan dirinya." (HR Thabrani).

Kedua, mengobati hati dari cinta dunia. Terlalu larut dalam kecintaan dunia, dapat memalingkan jiwa dari kecintaan kepada Allah SWT dan takut akan akhirat. Zakat akan melatih seseorang mau untuk menandingi fitnah harta dan berinfak dengannya semata karena Allah SWT. Ketiga, mengembangkan kekayaan batin. Seseorang yang mengeluarkan zakat akan menumbuhkan semangat optimistis dan menambah kekayaan jiwa. Dengan zakat berarti seseorang telah mampu mene-kan sifat egoismenya.

Keempat, mengembangkan harta. Secara lahiriah, zakat mengurangi harta dengan mengeluarkan sebagiannya. Tetapi, orang yang mengerti tentang zakat akan memahami bahwa di balik pengurangan bersifat zahir, hakikatnya akan bertambah dan berkembang. Sesungguhnya harta yang diberikan itu akan kembali berlipat ganda. (QS Arrum [30) 39).

Kelima, menarik simpati masyarakat. Zakat dapat mengikat antaia orang kaya dan masyarakatnya, dengan ikatan yang kuat, penuh kecintaan, persaudaraan, dan tolong-meno-long. Apabila manusia mengetahui ada orang yang memberikan kebaikan, maka secara naluriah mereka akan senang, dan jiwa mereka pasti akan tertarik kepadanya. "Secara otomatis hati akan tertarik untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan membenci orang yang berbuat jahat kepadanya." (HR Ibnu Adi).
Untuk itu, kini saatnya umat Islam memberdayakan potensi zakat, terutama zakat mal, agar kehidupan bermasyarakat semakin baik guna mengurangi kesenjangan hidup antara si kaya dan si miskin. Wallahu alam

Jumat, 01 Oktober 2010

Rahasia Tidur

HU Republika Selasa, 28 September 2010


Oleh Imam Nur Suharno

Tidur merupakan salah satu nikmat Allah SWT yang tak terhingga nilainya karena di dalamnya terdapat tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan." (QS Ar-Rum [30]: 23).

Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, tidur adalah suatu kondisi yang ditandai meresapnya suhu insting dan kekuatan jiwa dalam tubuh untuk mencari ketenangan (istirahat). Ada empat macam jenis tidur. Pertama, tidur yang alami, yaitu tidur pada malam hari. "Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan." (QS An-Naba' [78]: 9-11).

Allah SWT menggambarkan suasana malam disamakan dengan pakaian karena malam itu gelap menutupi jagat, seperti pakaian menutupi tubuh. Sedangkan siang dijadikan untuk mencari penghidupan karena dengan suasana siang yang cerah dan terang itu, manusia dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kedua, tidur yang buruk, yaitu tidur pada pagi hari. Tidur pagi dapat menghalangi datangnya rezeki karena pagi hari merupakan saat yang baik untuk memulai akitivitas. Rasulullah SAW bersabda, "Tidur di waktu pagi itu dapat mencegah datangnya rezeki." (HR Ahmad).

Ketiga, tidur yang paling buruk, yaitu tidur pada sore hari. Tidur sore membuat tubuh menjadi lemah, kepala pusing, dan dapat mengakibatkan stres. Dalam sebuah penelitian disebutkan, tidur sore berimplikasi buruk pada pertumbuhan mental anak. Bahkan, dapat menyebabkan kegilaan atau stres.

Keempat, tidur Qailulah, yaitu tidur sejenak pada siang/tengah hari. Qailulah ini sangat membantu bangun malam untuk qiyamullail. Rasulullah SAW bersabda, "Lakukanlah qailulah agar bisa membantumu bangun malam." (HR Ibnu Majah, Hakim, dan Thabrani).

Yang pasti, tidur adalah suatu proses ketika Allah SWT menahan roh atau jiwa. Jika berkehendak, Allah akan mengembalikannya pada jasad. Namun, jika tidak, akan terjadi kematian. Allah SWT berfirman, "Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir." (QS Az-Zumar [39]: 42).

Karena itu, Rasulullah SAW memberikan tuntunan kepada setiap Muslim agar menjelang tidur senantiasa berdoa. "Bismika Allahumma ahya wa amut (Dengan kekuasaan-Mu ya Allah aku hidup dan aku mati)."

Dan, ketika bangun tidur, dianjurkan untuk berdoa pula. "Alhamdulillahilladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilaihin nusyur (Segala puji milik Allah yang telah memberikan kehidupan kembali setelah mematikan dan kepada-Nya aku kembali)." Wallahu A'lam.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Ramadhan, Tanpa Situs Porno

Oleh Imam Nur Suharno SPd ,MPd
BULAN Ramadhan (Puasa) adalah bulan yang selalu dinanti kehadirannya, sebab pada bulan Ramadhan, Allah SWT memanjakan hamba-Nya dengan berbagai kebajikan yang pahalanya dilipatgandakan, sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Nabi SAW menegaskan dalam sabdanya, Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (balasannya): satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang langsung membalasnya. Hamba-Ku telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. (H.R. Muslim).

Untuk menjaga kekhusuan dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, pemerintah berencana memblokir peredaran situs kemaksiatan di dunia maya. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, menegaskan, situs atau laman porno atau berbau kemaksiatan akan diblokir dengan tegas sebelum bulan suci Ramadhan tiba. Komitmen itu agar pelaksanaan bulan suci di negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini tidak dinistakan oleh aktivitas pornografi di dunia maya. (Republika, 23/7/2010).

Pemblokiran laman porno merupakan amanat Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pemerintah hanya bertugas menjalankan apa yang telah diatur dalam UU tersebut, tegas Tifatul Sembiring, petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Islam telah memberikan solusi terbaik untuk memblokir berbagai bentuk kemungkaran, termasuk memblokir penyebaran situs porno yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat.Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaklah merubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu tingkatan iman yang paling lemah. (HR Muslim).

Dalam hadis di atas, Rasulullah SAW memberikan solusi memblokir kemungkaran. Pertama, memblokir kemungkaran dengan tangan. Dalam kitab Al-Wafi fi Syarhil Arbain An-Nawawiyah dijelaskan, bahwa hukumnya fardhu ain menghentikan kemungkaran berlaku bagi seseorang yang mengetahuinya, dan ia mampu untuk menghentikannya. Atau, jika yang mengetahui kemungkaran itu masyarakat banyak, namun hanya satu orang yang mampu menghentikannya, maka hukum menghentikan kemungkaran itu fardhu ain bagi orang tersebut.
Namun, jika menghentikan kemungkaran dengan tangan itu akan lebih efektif bila diperankan oleh penegak hukum, maka menghentikan kemungkaran itu menjadi fardhu ain bagi penegak hukum. Artinya, jika penegak hukum tidak serius menghentikan kemungkaran tersebut, apalagi malah melindunginya (naudzubillah), maka penegak hukum berdosa. Untuk diketahui, dosa dapat menghalangi seseorang masuk surga di akhirat kelak.

Kedua, memblokir kemungkaran dengan lisan. Jika suatu kemungkaran diketahui oleh lebih dari satu orang, maka kewajiban menghentikan kemungkaran itu menjadi fardhu kifayah. Artinya, jika sebagian mereka telah menunaikan kewajiban itu, maka kewajiban itu menjadi gugur bagi yang lainnya. Dan, bila sebagian orang tersebut tidak mampu menghentikan, maka mereka berkewajiban melaporkannya pada penegak hukum. Dengan demikian, menghentikan kemungkaran bagi penegak hukum menjadi fardhu ain.

Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104).

Ketiga, memblokir kemungkaran dengan hati. Dan ini merupakan tingkatan iman yang paling rendah (adhafu al-iman). Oleh karena itu, mengingkari setiap kemungkaran melalui hati merupakan kewajiban bagi setiap orang yang mengetahuinya. Dan, jika ia tidak mengingkarinya, maka pertanda hilangnya iman dari hati.

Sahabat Ali RA pernah berkata, Jihad yang menjadi kunci pertama kemenangan kalian adalah jihad dengan tangan, lalu dengan lisan, lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak mengetahui yang baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran yang terjadi, maka ia akan kalah. Sehingga, kondisi pun berbalik, yang di atas menjadi di bawah.

Untuk itu, menghentikan berbagai bentuk kemungkaran, termasuk tayangan situs asusila menjadi kewajiban bersama. Dengan kebersamaan, kemungkaran akan dapat dikendalikan. Sebab, kemungkaran yang terorganisir secara rapi dan profesional akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Wallahu alam. (Penulis adalah Direktur Pendidikan Husnul Khotimah dan Dewan Pakar DPD Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia, Kuningan, Jawa Barat)



HU Pelita 19 Agustus 2010

Kamis, 12 Agustus 2010

TADARUS ALQURAN

Oleh Imam Nur Suharno

Ramadan, bulan yang selalu dirindukan kehadirannya oleh setiap Muslim. Bulan yang sangat sarat dengan amal kebajikan dan pahala yang melimpah. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai bulan panen raya. Pada bulan ini, segala amal kebajikan pahalanya dilipatgandakan, sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Sabda Nabi saw., "Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (balasannya): satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat". Allah berfirman,"Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang langsung membalasnya. Hamba-Ku telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku". (H.R. Muslim).

Di antara amal kebajikan yang sangat dianjurkan dilakukan di bulan Ramadan adalah tadarus Alquran. Tadarus Alquran berarti membaca, merenungkan, menelaah, dan memahami wahyu-wahyu Allah SWT yang turun pertama kali pada malam bulan Ramadan (Q.S. Albaqarah [2]: 185). Dengan tadarus Alquran, kandungan hikmah yang termuat dan terkumpul di dalam Alquran dapat menjadi kompas penunjuk jalan menuju kebenaran.

Malaikat Jibril menyimak tadarus Alquran Rasulullah setiap bulan Ramadan. Utsman bin Affan biasa mengkhatamkan tadarus Alquran setiap hari sekali. Imam Syafii mengkhatamkan tadarus Alquran sebanyak enam puluh kali di bulan Ramadan, Al-Aswad setiap dua hari sekali, Qatadah setiap tiga hari sekali, serta tiap malam pada sepuluh malam akhir bulan Ramadan. Subhanallah.

Terkait larangan Nabi saw. mengkhatamkan Alquran kurang dari tiga hari, Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, "Sesungguhnya larangan dari Nabi saw. untuk mengkhatamkan Alquran kurang dari tiga hari berlaku jika dilakukan secara rutin. Adapun untuk waktu-waktu yang utama, seperti bulan Ramadan, lebih-lebih pada malam-malam Lailatulkadar, atau di tempat-tempat yang dimuliakan, seperti di Mekah bagi orang yang memasukinya, selain penduduknya, adalah disunahkan untuk memperbanyak tadarus Alquran. Hal itu dalam rangka mencari keutamaan waktu dan tempat tersebut. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishak, dan yang lainnya". (Raghib As-Sirjani dan Muhammad Al-Muqaddam dalam bukunya Madrasah Ramadhan).

Alquran disebut sebagai "Ma`dubatullah" (hidangan Allah SWT), sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya Alquran ini adalah hidangan Allah, maka kalian terimalah hidangan-Nya itu semampu kalian". (H.R. Hakim).

Sungguh, Alquran merupakan suatu hidangan yang tidak pernah membosankan. Semakin dinikmati, semakin bertambah pula nikmatnya. Oleh karena itu, setiap orang yang mempercayai Alquran akan semakin bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, mempelajarinya, menghafalkannya, memahaminya, mengamalkannya, dan mengajarkannya

Tidak heran, jika Rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk senantiasa bertadarus Alquran. Ada banyak keutamaan dalam tadarus Alquran. Pertama, menjadi sebaik-baiknya manusia. Tidak ada manusia yang lebih baik daripada orang yang mau belajar dan mengajarkan Alquran. Oleh karena itu, profesi pengajar Alquran - jika dimasukkan sebagai profesi - adalah profesi terbaik di antara sekian banyak profesi. Sabda Nabi saw., "Sebaik-baik kamu sekalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya". (H.R. Bukhari).

Kedua, memperoleh kebaikan berlipat. Sabda Nabi saw., "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf". (H.R. Tirmidzi).

Ketiga, memberi syafaat di hari kiamat. Sabda Nabi saw., "Bacalah olehmu Alquran karena sesungguhnya Alquran itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya". (H.R. Muslim).

Keempat, dikumpulkan di surga bersama para Malaikat. Sabda Nabi saw., "Orang yang mahir membaca Alquran kelak (mendapat tempat di surga) bersama para malaikat yang mulia lagi taat. Sementara orang yang kesulitan dan berat jika membaca Alquran, maka ia mendapatkan dua pahala". (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kelima, mengangkat derajat. Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan Alkitab (Alquran), dan Ia akan merendahkan derajat suatu kaum yang lain dengannya". (H.R. Muslim).

Keenam, menjadi pembeda. Sabda Nabi saw., "Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran seperti buah limau yang harum baunya dan lezat rasanya. Perumpamaan orang mukmin yang tidak suka membaca Alquran seperti buah kurma yang tidak berbau, tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran seperti buah yang harum baunya, tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Alquran seperti buah handhalah yang tidak ada baunya dan rasanya pahit." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tadarus Alquran merupakan amalan mulia yang dianjurkan Nabi saw., terutama pada bulan Ramadan. Untuk itu, jangan biarkan bulan Ramadan kali ini berlalu tanpa tadarus Alquran. Wallahualam.***

Penulis, pengurus MUI Maniskidul dan Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat



RENUNGAN JUM'AT PR EDISI 3 RAMADHAN 1431 H

Kamis, 05 Agustus 2010

Pesantren dan Pendidikan Moral Bangsa

Oleh Imam Nur Suharno, SPd, MPdI

ADA beberapa indikator yang digunakan untuk melihat kualitas moral kehidupan suatu bangsa. Menurut Thomas Lickona (1992) terdapat sepuluh tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa.
Pertama, meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. Kedua, ketidakjujuran yang membudaya. Ketiga, semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, dan figur pemimpin. Keempat, pengaruh per group terhadap tindakan kekerasan. Kelima, meningkatnya kecurigaan dan kebencian.
Keenam, penggunaan bahasa yang memburuk. Ketujuh, penurunan etos kerja. Kedelapan, menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara. Kesembilan, meningginya perilaku merusak diri. Dan Kesepuluh, semakin kaburnya pedoman moral.
Dekadensi moral di era globalisasi dewasa ini, bila melihat apa yang disampaikan oleh Thomas Lickona tentang ciri penurunan moral, sangat mengkhawatirkan. Maka itu, agar masyarakat dapat terjaga dari serangan budaya yang tidak sesuai dengan norma agama dan moral bangsa, posisi pendidikan agama dan moral menjadi semakin penting.
Para tokoh agama pun sangat mendorong peningkatan pendidikan moral dan etika bagi masyarakat. Hal ini merespons beredarnya rekaman video mesum artis yang mirip Ariel, vokalis Peterpan dan artis Cut Tari serta Luna Maya akhir-akhir ini.
Untuk itu, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syuhada Bahri, menegaskan, pembangunan mental akan membuat seseorang memiliki kesadaran akan kehadiran Tuhan. Jika kesadaran ini telah melekat maka siapa pun, terlepas dari agama yang mereka anut, akan merasa Tuhan selalu mengawasinya dan tak akan membuatnya berbuat asusila (Republika, 11/6).
Berbicara tentang pendidikan agama dan moral, maka tak bisa dilepaskan dengan sistem pendidikan di pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang memiliki andil besar dalam membangun bangsa ini.
Sejarah telah membuktikan, betapa besar arti pentingnya pesantren dalam rentang perjalanan bangsa Indonesia pada zaman penjajahan. Pesantren telah melakukan kegiatan yang pada hakikatnya terpusat pada pengembangan sumber daya manusia, yang kemudian amat berperan pada pergerakan perjuangan untuk merebut kemerdekaan.
Sesuai dengan pendapat Wardiman Djojonegoro (1994) yang menyatakan bahwa pesantren telah membuktikan peranannya sebagai salah satu komponen bangsa dalam usaha menyediakan manusia Indonesia yang dibutuhkan pada era pra kemerdekaan. Sejarah juga menunjukkan banyak tokoh nasional dan internasional yang lahir dari lingkungan pesantren.
Hal ini dipertegas oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, Selama ini, pesantren telah sangat berjasa membangun fondasi agama dan mendidik bangsa. (Republika, 5/5).
Di antara tokoh bangsa yang lahir dari perut pesantren adalah: (1) KH Sahal Mahfudz. Beliau menempuh pendidikan selain mengaji kepada orangtuanya sendiri juga di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Tsanawiyah, kemudian melanjutkan studi di Pesantren Bendo, Kediri dan Pesantren Sarang, Rembang. Sejumlah kursus pun pernah diikutinya, antara lain: kursus Bahasa Inggris, Administrasi, Manajemen, dan lain-lain.
(2) KH Hasyim Muzadi. Menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, kemudian melanjutkan di IAIN Sunan Ampel, Malang, dan juga sempat nyantri di Pesantren Al-Anwar dan berguru langsung dari KH Abdullah Faqih dari Langitan, dan (alm) KH Anwar dari Bululawang, Malang.
(3) Prof DR A Mukti Ali. Alumni dari Pesantren Termas, Kediri, Pesantren Lasem dan Pandangan, Jawa Timur. Pernah nyantri di Pesantren Tarekat, Pandangan, Tuban. Kemudian melanjutkan di Sekolah Tinggi Islam (STI), Yogyakarta yang kemudian berubah menjadi UII.
Pernah belajar di Mekkah dan Madinah, kemudian melanjutkan di program Phd di Universitas Karachi, dan kemudian ia meneruskan studi di Institut of Islamic Studies, Me Gill University, Montreal, Kanada.
(4) Prof DR Ahmad Syafii Maarif. Beliau menempuh pendidikan di Madrasah Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta. Kemudian melanjutkan di Universitas Cokroaminoto, Surakarta dan IKIP Yogyakarta. Studi di Universitas Illinois Utara, mendapat gelar MA dalam bidang Ilmu Sejarah dari Universitas Ohio, AS, dan gelar Phd dalam bidang Ilmu Sejarah dari Universitas Chicago.
(5) DR HM Hidayat Nur Wahid MA. Setamat dari sekolah dasar negeri (SDN) di desanya, beliau melanjutkan study di Pondok Pesantren Ngabar, Ponorogo, Jawa Timur. Kemudian melanjutkan di Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor; IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta; dan Universitas Islam Madinah, Arab Saudi (S1, S2, S3).
Kemudian, seperti Agus Salim, HOS Cokroaminoto, Kahar Muzakir, Ahmad Dahlan, Abdurrahman Wahid, Amin Rais, Din Syamsuddin, M Maftuh Basyuni, Mahfud MD, Jimly Assiddiqie, dan masih banyak lagi tokoh bangsa yang lahir dari proses pendidikan pesantren yang tidak cukup untuk disebutkan di sini.
Hal ini membuktikan bahwa pesantren mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas, berpengetahuan luas, berpikiran maju, berwawasan kebangsaan yang kuat, yang dibingkai dengan keimanan dan ketakwaan, sebagai motivasi utamanya. Karena itu, keberadaan pesantren memang sangat dibutuhkan, guna membenahi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, keberadaan pesantren tidak bisa dilihat sebelah mata. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya memberikan perhatian terhadap pengembangan dan pemberdayaan pesantren guna membangun budaya bangsa yang santun, cinta damai, ramah, religius, dan jauh dari praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, ataupun budaya makelar kasus (markus). Wallahu alam. (Penulis adalah Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah dan Dewan Pakar DPD Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia/PGSI, Kuningan, Jawa Barat).


Opini HU Pelita, 28 Juli 2010

Sabtu, 31 Juli 2010

GOSIP

Oleh Imam Nur Suharno

Rasul SAW bersabda, "Tahukah kamu apakah gibah (gosip) itu? Sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Rasul SAW melanjutkan, "Yaitu, menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya." Lalu, Nabi SAW ditanya, "Bagaimana kalau itu memang sebenarnya ada padanya?" Jawab Nabi SAW, "Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama gosip. Tapi, jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kamu telah menuduhnya (fitnah) dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya)." (HR Muslim dari Abu Hurairah RA).

Dalam hadis yang lain, diriwayatkan bahwa ada seorang wanita bertubuh pendek yang mendatangi Nabi SAW dan menyampaikan maksudnya. Setelah wanita tersebut keluar, Aisyah berkata, "Alangkah pendeknya dia." Kemudian, Nabi SAW bersabda, "Takutlah akan gosip sebab ada tiga bencana (bagi pelaku gosip), yaitu tidak akan dikabulkan doanya, tidak diterima kebaikannya, dan kejahatan dalam dirinya akan bertumpuk-tumpuk.""Jauhilah olehmu gosip. Sesungguhnya, gosip itu lebih berbahaya dari zina." (HR Ibnu Hibban, Ibnu Abi ad-Dunia, dan Ibnu Mardawaih).

Menyebar gosip merupakan perilaku tercela. Mencari-cari kesalahan orang lain dan menjadikan orang lain sebagai sasaran tertawaan adalah perilaku yang harus dihindari.

Allah berfirman, "Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah satu dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS Alhujurat [49]: 12).

Mengapa demikian? Karena, orang yang dicaci dari belakang dan menjadi objek gosip sama halnya dengan orang mati (mayat), tidak punya kesempatan untuk menjelaskan dan membela diri.

Dalam ilmu sosial, tindakan semacam ini sering dinamakan pembunuhan karakter (character assasination) yang berupa fitnah. Secara tegas, Islam sangat menentang perilaku gosip. "Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (QS Al-Isra [17]: 36).

Amat luas dan padat pengajaran untuk menjauhi gosip. Namun, sangat sedikit yang meresapi. Amal kebaikan yang kita lakukan dengan bersusah payah bisa lenyap karena rutinitas gosip (QS Alkahfi [18]: 104). Wallahu a'lam.



HU Republika, Sabtu, 31 Juli 2010

Jumat, 23 Juli 2010

Upah Karyawan

Oleh Imam Nur Suharno

"Bayarlah upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya, dan beri tahukan ketentuan gajinya terhadap apa yang dikerjakan." (HR Baihaki).

Islam sangat menolak perilaku eksploitatif terhadap karyawan. Karena itu, membayar upah karyawan tepat waktu termasuk amanah yang harus segera ditunaikan. Besarannya pun harus disesuaikan dengan kebutuhan minimal untuk bisa hidup sejahtera. Itulah makna yang terkandung dalam hadis di atas.

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat." (QS An-Nisa [4]: 58).

Tidak sedikit pengusaha dengan alasan ketidakmampuannya membayar upah karyawan semaunya, padahal keuntungan pengusaha melimpah. Hanya dengan sedikit permainan akuntansi data bisa berubah, seolah perusahaan tidak memiliki keuntungan yang besar, sehingga dapat mengupah karyawan dengan upah yang rendah.

Islam sangat melarang manusia memakan harta dengan cara yang batil. Mengupah karyawan semaunya, padahal sebenarnya perusahaan mampu membayar lebih, ini merupakan kebatilan yang harus ditinggalkan.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS An-Nisa [4]: 29).

Untuk itu, Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung dalam bukunya, Sistem Penggajian Islam, menyebutkan, prinsip perhitungan besaran gaji sesuai syariah. Pertama, prinsip adil dan layak dalam penentuan besaran gaji.

Kedua, manajemen perusahaan secara terbuka dan jujur serta memahami kondisi internal dan situasi eksternal kebutuhan karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Ketiga, manajemen perusahaan perlu melakukan perhitungan maksimisasi (maximizing) besaran gaji yang sebanding dengan besaran nisab zakat.

Dan keempat, manajemen perusahaan perlu melakukan revisi perhitungan besaran gaji, baik di saat perusahaan laba maupun rugi, dan mengomunikasikannya kepada karyawan.

Untuk itu, pemilik perusahaan hendaknya menetapkan kebijakan kepada manajemen perusahaan untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas sebagai sebuah tanggung jawabnya terhadap karyawan. Wallahu a'lam.



Hikmah Republika, Sabtu, 17 Juli 2010

Senin, 12 Juli 2010

PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM ISLAM

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Keadaan lingkungan, saat ini, sudah sangat merisaukan. Kerusakan itu sudah mengancam kehidupan manusia. Banjir, gempa bumi, tanah longsor, semburan lumpur, dan bencana lainnya, semakin mengancam kehidupan umat manusia. Tentu, peristiwa itu, berimplikasi problem kemanusiaan yang baru yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.
Kemunculan sejumlah bencana itu, tentu tidak dapat dilepaskan dari pola interaksi manusia dengan lingkungannya. Manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan; pohon-pohonan yang merupakan bagian dari ekosistem dibabat tanpa ada reboisasi. Inilah di antara perilaku manusia yang memicu munculnya bencana.
Islam sangat konsen terhadap persoalan lingkungan, karena perbaikan dan pelestarian lingkungan merupakan bagian dari misinya. Artinya, Islam datang untuk menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan dan untuk mewujudkan kesejahteraan.
Bumi dan seisinya sama statusnya dengan manusia yaitu makhluk ciptaan Allah SWT. Alquran menyebutkan, semuanya bertasbih dan sujud kepada-Nya dengan cara dan bentuk yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bahkan, di dalam Alquran sendiri tidak ada firman tertentu yang menyebutkan bahwa alam harus mengabdi kepada manusia. Sebab alam sebenarnya mengabdi kepada Allah SWT.
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Isra’ [17]: 44).
Ayat di atas menggambarkan pentingnya menjaga dan melestarian lingkungan, sama pentingnya dengan beribadah kepada Allah AWT. Bahkan, menjaga lingkungan dari kerusakan merupakan bagian dari ibadah kepada-Nya.
Banyak nash yang mendorong manusia untuk menghargai atau tidak merusak alam sekitar. Sabda Nabi SAW, “Tidak ada seorang Muslim yang menanam suatu tanaman atau pohon, kemudian burung, manusia, atau hewan yang berkaki empat dapat memakan sesuatu dari pohon yang ditanamnya itu, kecuali baginya hal itu dinilai sebagai sedekah.” (HR Bukhari).
Dalam ekologi Islam, semua ciptaan di semesta alam ini, milik Allah SWT dan bukan milik manusia. Sehingga, jika ada yang berpikiran bahwa binatang dan tumbuhan diciptakan untuk dimiliki manusia, itu tidak benar. Pemikiran bahwa binatang dan tumbuhan itu diciptakan hanya untuk keuntungan semata, mendorong terjadinya perusakan alam dan penggunaan hasil-hasil alam tidak sebagaimana mestinya.
Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik kepada alam terutama kepada lingkungan, binatang, maupun tumbuhan. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda siapapun yang berbuat baik kepada alam dengan hati yang tulus akan mendapatkan imbalan berupa pahala.
Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran Surat Albaqarah [2] ayat 30, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”.
Arti khalifah dalam ayat di atas adalah: seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah SWT, baik kehidupan masyarakatnya yang harmonis, agama, akal, dan budayanya terpelihara.
Dalam hadits Nabi SAW, tercermin betapa Islam sangat memperhatikan tentang pelestarian lingkungan. Misalnya, hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah berikut ini: “Iman itu ada 60-70 cabang, yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan, dan yang paling tinggi mengucapkan La Ilaaha Illallah.”
Dalam riwayat Ibnu Hibban, disebutkan: “Senyummu dihadapan saudaramu adalah shadaqah. Menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan manusia adalah shadaqah. Petunjukmu kepada seseorang yang tersesat di jalan juga shadaqah.”
Kalimat menyingkirkan duri dari jalan, bila dipahami lebih jauh lagi, sesungguhnya bukanlah sekedar memungut duri yang tergeletak di jalan. Namun, kalimat itu, secara tidak langsung memberi semacam panduan untuk senantiasa menjaga kebersihan, dan mengamankan jalan yang dilalui dari benda yang berbahaya. Bukankah ini salah satu bentuk perhatian pada lingkungan?
Sebagai penutup, ketika umat ini bertakwa dalam arti melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya dalam segala hal, termasuk di dalamnya masalah lingkungan, maka Allah SWT menjanjikan kemakmuran.
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96). Wallahu a’lam.

* Republika, Kabar Jabar, Lenyepaneun, 16/6/2010

BERHENTI MEMFITNAH

Oleh Imam Nur Suharno MPdI

“Islam sangat mengecam perilaku memfitnah orang lain. Memfitnah itu lebih kejam daripada membunuh. Artinya, berbuat fitnah itu lebih besar dosanya daripada membunuh.” (Q.S. Albaqarah [2]: 217).
Ali bin Abi Thalib r.a pernah menyebut orang yang membiarkan lidahnya bebas tak terkendali dalam menyebarkan keburukan dalam masyarakat adalah pendosa besar. “Orang yang mengatakan sesuatu keburukan dan orang yang membiarkannya adalah sama-sama berdosa.” ujar Khalifah Ali.
Alquran telah memperingatkan akan beratnya siksa bagi orang-orang yang suka memfitnah atas kehormatan seseorang dan mengatakan tentang kesalahan-kesalahan tersembunyi mereka. ”Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (Q.S. Annur [24]: 19).
Pada hakikatnya, kebiasaan memfitnah itu lahir dari rasa dengki, sombong, angkuh, tidak menerima kebenaran, dan menganggap orang lain lebih rendah darinya. Memfitnah adalah tindakan paling kejam sebab bisa berdampak pada kehancuran, kemusnahan, dan permusuhan. Ketika Rasulullah SAW. ditanya sahabatnya, ”Siapakah Muslim yang terbaik itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Seseorang yang selamat dari lidah dan tangannya.” (Muttafaq’alaih).
Untuk itu, Islam memberikan solusi terbaik untuk menghindarkan diri dari perilaku memfitnah.
Pertama, jangan suka menggibah dan mencari-cari kesalahan orang lain. Menyebar gibah dan mencari-cari kesalahan orang lain merupakan perilaku yang sangat dibenci dan harus dihindari.
Allah SWT berfirman, ”Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah satu dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Alhujurat [49]: 12).
Kedua, jangan suka memata-matai orang lain. Memata-matai kekurangan orang lain, apalagi untuk disebarluaskan, adalah perilaku yang tidak terpuji. Ia sibuk melihat kekurangan dan kesalahan orang lain, sedangkan kekurangan dirinya sendiri terlupakan. Rasulullah SAW bersabda, ”Jangan suka menyelediki, mematai-matai, dan menjerumuskan orang lain. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang besaudara.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, jangan suka menyebarkan kekurangan orang lain. Orang yang gemar membicarakan kekurangan orang lain, sejatinya ia sedang memperlihatkan jati dirinya yang asli. Semakin banyak kekurangan yang ia bicarakan/sebarkan, maka semakin jelas keburukan diri si penyebar.
Kendati mengetahui kekurangan yang ada pada diri orang lain, langkah terbaik kita adalah mengingatkan dan tidak menyebarluaskannya. Saling mengingatkan dan saling mengajak kepada kebenaran. Sabda Rasulullah SAW, ”Barang siapa mengetahui keburukan saudaranya, kemudian ia menutupinya, pada hari kiamat Allah akan menutupi dosanya.” (H.R. Thabrani).
Keempat, jangan suka mencurigai orang lain. Allah SWT berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purbasangka itu dosa.” (Q.S. Alhujurat [49]: 12).
Kelima, tidak merendahkan orang lain. Sebab, bisa jadi orang yang direndahkan lebih baik dan terhormat daripada orang yang merendahkan. Allah SWT berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (Q.S. Alhujurat [49]: 11).
Keenam, membiasakan klarifikasi (tabayun). Allah SWT berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Alhujurat [49]: 6).
Dengan demikian, ”Sungguh, bahagia orang yang dijauhkan dari fitnah. Sungguh, bahagia orang yang dijauhkan dari fitnah. Sungguh, bahagia orang yang dijauhkan dari fitnah dan orang yang dijuji lalu sabar. Sementara itu, kecelakaan berhak dirasakan orang yang berinteraksi dengan fitnah dan berbuat (berusaha mencarinya) di dalamnya.” (H.R. Abu Dawud). Wallahu a’lam.

* Pikiran Rakyat, Renungan Jumat, Jumat, 25/6/2010.

Rabu, 16 Juni 2010

Cermat Memilih Sekolah

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Direktur Pendidikan Yayasan
Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Setiap menjelang tahun ajaran baru, rasa cemas dan bingung selalu menghantui para orang tua. Mereka bingung memilih sekolah yang tepat. Sebagai orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak. Harapannya, sekolah yang dipilih mampu menjadi tempat mengembangkan kemampuan anak secara optimal sehingga menjadi manusia yang paripurna (insan kamil).

Dalam menentukan pilihan sekolah, orang tua hendaknya melibatkan anak sebab anaklah yang nanti menjalani sekolah. Dengan melibatkan anak, diharapkan anak menjadi betah dan siap untuk belajar di lingkungan sekolah barunya.

Betah merupakan kunci keberhasilan dalam belajar di sekolah. Anak yang cerdas, tetapi tidak betah tidak akan mampu berkonsentrasi dalam belajar. Sebaliknya, anak yang biasa-biasa saja dari sisi kecerdasan bila betah akan mampu berprestasi.

Memilih sekolah yang tepat bukanlah keputusan yang mudah bagi orang tua ataupun anak. Sedikitnya ada enam hal yang perlu dicermati, selain kecermatan dalam melihat biaya pendidikan.

Pertama, mengetahui visi dan misi sekolah. Sekolah yang memiliki kualitas baik tentu memiliki visi dan misi yang jelas, terukur, dan realistis. Dari visi dan misi dapat terlihat bagaimana orientasi tujuan dan profil output yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui visi dan misi tersebut, orang tua dapat melihat di brosur, buku profil, papan nama, atau media publikasi yang digunakan oleh sekolah.

Kedua, kurikulum pembelajaran. Dari kurikulum dapat diketahui pola perencanaan pembelajaran yang menyangkut semua kegiatan yang dilakukan dan dialami anak didik dalam perkembangannya. Meskipun penerapan kurikulum sudah diatur dan diseragamkan melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pihak sekolah dapat melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sekolah, lingkungan, dan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu, orang tua harus jeli dan teliti dalam memilih sekolah dari sisi kurikulum, terutama menyangkut porsi pendidikan agama dan akhlakul karimah yang diterapkan di sekolah. Sebab, melalui pendidikan agama dan akhlakul karimah yang cukup diharapkan mampu membentuk anak didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual (intellectual quotient), tetapi juga cerdas secara emosional (emotional quotient), dan spiritual (spiritual quotient).

Ketiga, kualitas guru. Keberhasilan proses pendidikan tidak dapat dilepaskan dari keberadaan guru. Guru tidak sekadar menyampaikan ilmu. Guru merupakan arsitek peradaban. Jika salah dalam mendidik, berarti ia telah salah dalam membentuk peradaban.

Dalam Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru, disebutkan guru harus memiliki empat kompetensi; kompetensi pedagogik; kompetensi pribadi; kompetensi sosial; dan kompetensi profesional.

Keempat, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan komponen penting bagi terlaksananya pendidikan. Karena dianggap penting, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menentukan standar sarana pendidikan dengan maksud, agar sekolah yang memenuhi standar itu akan menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Sarana dan prasarana tersebut meliputi ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Kelima, lingkungan sekolah. Di antara yang juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan pilihan sekolah adalah kondisi lingkungan yang kondusif, nyaman, asri, teduh, tenang, tertib, bersih, dan jauh dari keramaian. Suasana lingkungan yang memadai akan menjadikan anak didik serasa dalam surga. Sekolahku adalah surgaku. Dengan demikian, anak didik akan semakin betah berlama-lama di sekolah.

Keenam, prestasi (output) sekolah. Sekolah yang baik, selain unggul di proses, juga unggul pada hasil (output). Oleh karena itu, yang paling mudah untuk menilai apakah sekolah tersebut baik atau tidak, berkualitas atau tidak, lihatlah alumninya. Keberhasilan alumni dapat diukur dari lulusan sekolah diterima di sekolah lanjutan yang kualitasnya baik, memiliki life skill yang cukup, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sikap dan perilakunya di tengah-tengah masyarakat.

Terakhir, "Ajarilah anak-anakmu, bukan dalam keadaan yang serupa denganmu. Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu. Mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu." (Ali bin Abi Thalib). Dengan demikian, cermat dalam memilih sekolah merupakan langkah awal dalam membentuk generasi mendatang. Wallahu a'lam.






[Akademia Republika,Guru Menulis Edisi Rabu, 16 Juni 2010]

Selasa, 08 Juni 2010

Membangun Solidaritas untuk Palestina

Oleh Imam Nur Suharno

Aksi solidaritas untuk Palestina kembali dikobarkan setelah kebrutalan tentara Israel atas relawan kemanusiaan di kapal Mavi Marmara, Senin (31/5) lalu. Kebrutalan Israel itu telah mengundang kecaman dunia internasional. Karena itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk membantu rakyat Palestina mengembalikan hak-haknya.

Secara kelembagaan, Indonesia telah memberikan bantuan pada Palestina berupa pendirian rumah sakit di Jalur Gaza senilai Rp 20 miliar. Presiden Yudhoyono menyatakan Indonesia siap memberikan bantuan kemanusiaan dalam bentuk apa pun kepada Palestina jika dibutuhkan. (Republika Online, 31/5).

Dan, secara individu, kewajiban bagi setiap Muslim untuk membantu Palestina (QS Al-Anfal [8]: 72). Karena itu, Syekh Abdul Khaliq Asy-Syarif menyebutkan sepuluh kewajiban individu Muslim membantu kaum Muslimin Palestina. Pertama, menegakkan agama Allah dalam diri kita dengan cara komitmen dengan hukum-hukum Allah, menegakkan kewajiban dan syiar-syiar Islam dalam diri kita, rumah tangga, dan lingkungan sekitar.

Kedua, membaca doa qunut nazilah dalam setiap shalat dan secara khusus pada shalat malam. Ketiga, menumbuhkan ikatan emosional persaudaraan antarsesama Muslim. "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara." (QS Al-Hujurat: 10).

Rasulullah SAW menegaskan, "Perumpamaan orang-orang mukmin di dalam persahabatan dan rasa kasih sayangnya seperti tubuh yang satu. Apabila salah satu anggota tubuh itu sakit, maka semua anggota tubuh yang lain merasakan sakit." (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat, berjihad dengan harta. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang membekali seorang mujahid untuk berperang di jalan Allah, maka sungguh ia telah ikut berperang, dan barangsiapa yang menjadi penanggung jawab yang baik (terhadap harta dan keluarga mujahid), maka sungguh ia telah ikut berperang." (HR Bukhari Muslim).

Kelima, menyebarkan permasalahan Palestina ke seluruh lapisan masyarakat supaya mereka sadar bahwa permasalahan negara tersebut merupakan permasalahan umat Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan termasuk golongan mereka." (HR Thabrani).

Keenam, mengenalkan permasalahan Palestina kepada para generasi muda bahwa agresi Israel terhadap Palestina merupakan bentuk penjajahan terhadap umat Islam. Ketujuh, memboikot produk-produk Yahudi dan sekutunya.

Kedelapan, berpartisipasi positif dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Kesembilan, menggunakan nama para syuhada menjadi nama-nama jalan dan nama anak-anak. Dan kesepuluh, meningkatkan ruhul jihad dalam jiwa.

Untuk itu, marilah kita merapatkan barisan (shaf) dan bergandengan tangan dalam menyelesaikan setiap permasalahan umat, termasuk permasalahan yang terjadi di Gaza, Palestina. Wallahu A'lam.




Hikmah Republika, edisi Selasa, 08 Juni 2010

Rabu, 26 Mei 2010

Tiga Tanda Kematian

Oleh Imam Nur Suharno

Dikisahkan bahwa malaikat maut (Izrail) bersahabat dengan Nabi Ya'kub AS. Suatu ketika Nabi Ya'kub berkata kepada malaikat maut. "Aku menginginkan sesuatu yang harus kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita."

"Apakah itu?" tanya malaikat maut. "Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku." Malaikat maut berkata, "Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku." Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah.

Setelah beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Nabi Ya'kub. Kemudian, Nabi Ya'kub bertanya, "Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?"

"Aku datang untuk mencabut nyawamu." Jawab malaikat maut. "Lalu, mana ketiga utusanmu?" tanya Nabi Ya'kub. "Sudah kukirim." Jawab malaikat, "Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bungkuknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Ya'kub, itulah utusanku untuk setiap bani Adam.

Kisah tersebut di atas mengingatkan tentang tiga tanda kematian yang akan selalu menemui kita, yaitu memutihnya rambut; melemahnya fisik, dan bungkuknya badan. Jika ketiga atau salah satunya sudah ada pada diri kita, itu berarti malaikat maut telah mengirimkan utusannya. Karena itu, setiap Muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk menghadapi utusan tersebut.

Kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh setiap manusia sebagaimana yang telah ditegaskan dalam firman Allah SWT, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS Ali Imran [3]: 185).

Karena itu, kita berharap agar saat menghadapi kematian dalam keadaan tunduk dan patuh kepada-Nya. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS Ali Imran [3]: 102).

Tidaklah terlalu penting kita akan mati, tapi yang terpenting adalah sejauh mana persiapan menghadapi kematian itu. Rasulullah SAW mengingatkan agar kita bersegera untuk menyiapkan bekal dengan beramal saleh. "Bersegeralah kamu beramal sebelum datang tujuh perkara: kemiskinan yang memperdaya, kekayaan yang menyombongkan, sakit yang memayahkan, tua yang melemahkan, kematian yang memutuskan, dajjal yang menyesatkan, dan kiamat yang sangat berat dan menyusahkan." (HR Tirmidzi).

Bekal adalah suatu persiapan, tanpa persiapan tentu akan kesulitan dalam mengarungi perjalanan yang panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, "Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS Al-Baqarah [2]: 197).

Teruntuk Ibu Hasri Ainun Habibie. Selamat Jalan, Ibu ….





Hikmah Republika (Rabu, 26 Mei 2010)

Kamis, 20 Mei 2010

Meraih Hidup Sukses

Oleh Imam Nur Suharno


Setiap manusia mendambakan hidup sukses. Hidup mapan tidak akan datang tiba-tiba. Tetapi, melalui proses panjang sebagai upaya mencapai tingkat hidup lebih baik dan mampu menciptakan suasana penuh damai, tenang, bahagia, menepis kegalauan, dan bayangan buruk dalam kehidupan.

Islam telah memberikan tuntunan dalam upaya meraih kesuksesan hidup tersebut. Pertama, dengan beriman dan beramal saleh. Allah SWT berfirman, Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl [16]: 97).

Kedua, ridha terhadap takdir Allah. Kesuksesan dapat diraih oleh mereka yang beriman kepada Allah SWT. Sedangkan, meyakini ketentuan dan kekuasaan (qadha dan qadar) Allah adalah bagian dari iman kepada-Nya. Dan, ridha itu adalah bagian dari iman pada qadha dan qadar-Nya.

Oleh karena itu, manusia wajib berhati-hati terhadap buaian angan dan dampak buruk yang ditimbulkan. Dan, jika ia berkeluh kesah dengan ketentuan-Nya, pasti akan celaka. Sabda Nabi SAW, Sesungguhnya Allah berfirman; 'Barangsiapa yang tidak ridha dengan qadha dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana yang Aku timpakan atasnya, maka sebaiknya ia mencari tuhan selain Aku. (HR Thabrani).

Ketiga, tawakal kepada Allah SWT. Maka itu, seorang Mukmin tidak boleh terlena oleh segala macam angan-angan dan bujuk rayu dunia. Ia harus yakin kepada Allah SWT dan berharap anugerah-Nya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. (QS At-Thalaq [65]: 3).

Keempat, selalu mengingat Allah SWT. Mereka yang senantiasa mengingat Allah, niscaya hatinya akan terasa damai, dan lebih dari itu hidupnya akan lebih baik, serta keresahan dan guncangan dalam hatinya akan terempaskan karena adanya cahaya Ilahi. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik. (QS Ar-Ra'du [13]: 28-29).

Kelima, menyusun perencanaan ke depan. Yaitu, dengan memberikan perhatian terhadap pekerjaan hari ini dan tidak berlarut dalam keluh kesah dengan kenyataan masa lalu. Oleh karena itu, Nabi SAW selalu memohon perlindungan dari sifat keluh kesah.

Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh dan kesah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat tak berdaya dan malas. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari banyaknya utang dan penindasan orang lain. (HR Bukhari).

Setiap Muslim yang ingin hidup sukses, hendaknya selalu menanamkan paradigma berpikir sukses sehingga dapat meraih kesuksesan di dunia dan akhirat kelak. Amin. Wa Allahu A'lam.





Harian Republika Kolom HIkmah Kamis, 20 Mei 2010

Jumat, 07 Mei 2010

PILAR-PILAR KESUKSESAN GURU

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI

Dalam mutiara hikmah dikatakan, ”Aththoriqotu ahammu minal maddah, wal ustadz ahammu minaththoriqoh, wa ruhul ustadz ahammu min kulli syaiin.” (Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan ruh (semangat) guru lebih penting dari semua itu). Sebab, dengan ruh tersebut guru mampu menghidupkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan sentuhan kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam pembentukan kepribadian siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru memberikan pengaruh yang cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang ditangannya terletak masa depan bangsa. Guru tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi guru adalah arsitek peradaban. Karena itu, maju mundurnya sebuah bangsa ke depan berada di genggaman guru.
Berkaitan dengan peran guru dalam membentuk kepribadian siswa, Mahmud Samir al-Munir dalam kitabnya, Al-Mu’allimur Rabbani, menyebutkan tujuh pilar kesuksesan seorang guru. Pertama, semangat yang terkontrol. Seorang guru mesti menjadi orang yang ulet, telaten, peduli, dan memiliki tekad yang memadai. Sebab, peserta didik memerlukan hal baru, tambahan informasi, perhatian, dan didikan yang baik darinya.
Kedua, ilmu yang terus berkembang. Seorang guru yang sukses harus mempunyai dua kelebihan, yakni kelebihan horizontal (pengetahuan luas) dan vertikal (menguasai bidangnya secara mendalam). Guru yang tidak atau jarang membaca lambat laun akan kering wawasannya seiring permasalahan yang muncul. Karena itu, guru jangan sampai meninggalkan aktivitas membaca. Guru juga hendaknya mempunyai perpustakaan sendiri walaupun sederhana.
Ketiga, perencanaan yang rapi. Guru hendaknya memiliki perencanaan pendidikan yang matang, tertulis dan tersusun rapi. Perencanaan itu mesti dalam jangka waktu tertentu, terukur, dan realistis agar tujuan pendidikan bisa tercapai. Penulis menyebutnya dengan istilah ‘TUKER-KERIS’ (TUlis apa yang anda KERjakan, dan KERjakan apa yang anda tulIS.
Keempat, variasi kecerdasan. Guru itu seperti sungai, ia memberi minum kepada orang-orang yang kehausan, mengalir deras ke setiap lembah, mengubah tandusnya akal menjadi pengetahuan yang berbunga di lembah pengetahuan yang beraneka ragam.
Oleh karena itu, guru harus menjadi bapak bagi siswanya dalam ikatan batin, menjadi syekh dalam pendidikan rohani, menjadi pendidik dalam penyampaian ilmu, menjadi teman dalam penyampaian curhat, dan menjadi pemimpin dalam keteladanan.
Kelima, kepemimpinan yang bijaksana. Tidak cukup seorang guru hanya menyampaikan materi pelajaran tanpa memenuhi pendidikan yang sesunggunya, yang bertujuan menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak didik. Disamping transformasi ilmu pengetahuan, guru juga harus mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Keenam, menjaga celah. Guru adalah arsitek peradaban. Masa depan anak didik adalah amanah di pundak guru. Baiknya generasi muda ke depan tergantung kepada kesungguhan guru dalam mempersiapkan anak didiknya. Oleh karena itu, guru harus mampu menjaga celah di bidang pendidikan. Sebab, jika pendidikan tidak bisa diharapkan, tunggulah akan kehancuran. Syauqi pernah berkata, ”Jika guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah siswa-siswa yang lebih buruk lagi.”
Ketujuh, tidak mengenal putus asa. Kenyataan terkadang membuat guru sedih dengan fakta dekadensi morol pada generasi muda. Orang yang bertekad lemah, kadang menyatakan bahwa generasi sekarang tidak bisa diharapkan, tak ada harapan akan perbaikan. Tetapi, guru harus yakin, bahwa impian hari ini adalah kenyataan esok hari. Karena itu, guru perlu terus berbuat dan meninggikan bendera kebajikan guna menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Wallahua ’alam.

* Majalah Pembinaan, Kajian Utama, Edisi Mei 2010.

Minggu, 02 Mei 2010

SIAP MENTAL KE PESANTREN

SELAIN menyekolahkan anak ke luar negeri, banyak pula orang tua mengirimkan putra-putrinya ke pesantren atau sekolah dengan sistem boarding (asrama). Meskipun berbeda, pola dan dampaknya hampir sama. Orang tua berjauhan dengan anak, orang tua cemas terhadap pergaulan anak, anak menjadi harapan orang tua untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Direktur Pendidikan dan Kepala Sekolah MTs. Husnul Khotimah, Kuningan, Imam Nur Suharno (41), mengatakan, hal yang harus diperhatikan saat seseorang akan melanjutkan pendidikan jauh dari orang tua adalah, hal itu merupakan perpaduan keinginan bersama antara orang tua maupun anak. Kalau hanya keinginan orang tua atau anak, akan muncul kendala.

Pasalnya, modal utama sekolah berjauhan dengan orang tua adalah betah atau tidak. Oleh karena itu, jauh-jauh hari sebelum anak itu berangkat menuntut ilmu, orang tua harus memberi pemahaman terlebih dahulu bagaimana tata cara hidup berjauhan dengan orang tua.

"Kunci belajar di pesantren itu betah. Kalau tidak betah, anak pintar pun akan kehilangan konsentrasi belajar. Sebaliknya, bila anak itu pas-pasan tetapi betah di pesantren, ia akan dapat konsentrasi dan belajar dengan baik," ujar Imam.

Pendek kata, kata Imam, orang tua mengirimkan anak-anaknya ke pesantren karena ingin anak-anaknya pintar dan saleh. Bahkan kalau harus memilih di antara keduanya, mereka (orang tua-red.) akan memilih anak yang saleh ketimbang pintar.

Hal yang dapat dilakukan orang tua saat anak belajar berjauhan adalah doa. Bila segala upaya sudah dilakukan, langkah berikutnya adalah menguatkan diri dengan doa. Sebab yang membolak-balikkan hati itu, bukan siapa-siapa tetapi Allah SWT.

Pada umumnya, kata Imam, orang tua memasukkan anak ke pesantren, ingin memperoleh tempat aman dan nyaman bagi putra-putrinya. Tempat yang sesuai dengan harapan orang tua. Apalagi semua tempat saat ini, memang sudah sangat mengkawatirkan orang tua. Pendek kata, orang tua meghendaki pendidikan yang dberikan ini menghasilkan peserta didik menjadi anak saleh (untuk diri sendiri) dan menjadi Muslih (mengajak kepada orang lain) tanpa paksaan.

Pola aktivitas keseharian juga berbeda. Bila di rumah anak-anak lebih banyak menonton televisi, kalau di pesantren lebih banyak mengkaji Alquran. Hal sama terjadi juga dalam hal makan dan minum. "Di rumah, makan, minum, dan mandi tidak harus mengantre. Sepintas tidak ada apa-apanya tetapi kemudian, bisa dirasakan sendiri," ujarnya.

Kehidupan pesantren menurut Imam, mengantarkan anak pada kehidupan 24 jam bersama dengan teman. Bila di rumah hanya mengenal beberapa orang, maka di pesantren akan mengenal banyak orang dengan belakang keluarga dan daerah yang berbeda-beda.

Di situlah akan terjadi kerukunan yang lintas batas, menanamkan dan menjalin ukhuwah. Makanya di sekolah itu ditanamkan saling menghargai dan menghormati. Yang tua menyayangi yang muda, yang muda hormat kepada yang tua. Di pesantren juga diajarkan akhlak kepada guru, orang tua, dan teman.

Jika di sekolah biasa paling lama hanya 2-7 jam, di pesantren 24 jam. Pesantren jadi sebuah laboratorium, tempat salat berjamaah, puasa sunah bersama, makan dan mandi bersama (harus ngantre). Di situ ada ujian kesabaran dan berlatih mandiri. Lambat laun kehidupan ini akan membentuk anak.

”Oleh karena itu, lagi-lagi doa tidak hanya akan menguatkan anak tetapi juga guru pada saat membimbing. (Eriyanti/”PR”)***


wawancara PR dengan Direktur Pendidikan dan Kepala MTs Husnul Khotimah
Penulis:

Senin, 26 April 2010

MERAYAKAN KELULUSAN UN

Oleh Imam Nur Suharno

Hiruk pikuk Ujian Nasional (UN) telah usai dilaksanakan. Kecemasan pun mulai mereda. Kini, tinggal menunggu hasilnya: lulus atau tidak lulus. Tentu, dalam penantian inilah perasaan cemas masih tetap menghantui siswa, orang tua, guru, bahkan kepala sekolah.

Rencananya, sesuai dengan surat edaran yang diberikan ke setiap sekolah, hasil UN akan diumumkan pada 26 April 2010 untuk sekolah tingkat SMA/MA, dan pada 7 Mei 2010 untuk sekolah tingkat SMP/MTs.

Untuk itu, dalam masa menunggu hasil UN ini, sekolah perlu menyiapkan strategi untuk mengantisipasi terjadinya budaya perayaan kelulusan UN yang cenderung mengarah kepada hal-hal yang negatif, yang merugikan diri sendiri, orang lain, dan bahkan meresahkan masyarakat, yaitu dengan alternatif kegiatan yang bermanfaat.

Berita-berita yang terjadi pada 2009 lalu, tradisi perayaan kelulusan pelajar sekolah menengah atas (SMA) di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Di Subang, pelajar melakukan pesta kelulusan membawa parang dan vodka. Di Tegal, banyak kondom ditemukan di tas-tas pelajar. Di Surabaya, euforia kelulusan memacetkan lalu lintas. Di Pamekasan, aksi konvoi kelulusan menelan satu korban tewas. Di Yogyakarta, aksi coret-coret baju mewarnai perayaan kelulusan. Di Blitar, aksi konvoi kelulusan diwarnai aksi bugil. (Majalah Gontor, Maret 2010).

Sudah sedemikian rendahkah moralitas pelajar kita dalam merayakan kelulusan UN? Untuk itu, sekolah perlu melakukan antisipasi agar tradisi tersebut tidak terulang kembali. Sebab, tradisi itu terjadi karena ada niat dan kesempatan. Oleh karena itu, sekolah perlu memutus kesempatan itu.

Menurut hemat penulis, ada beberapa solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk merayakan kelulusan UN, di antaranya: pertama, pengumuman kelulusan UN tidak diserahkan langsung pada siswa. Akan tetapi, perlu ada pendampingan dari orang tua atau wali siswa. Dengan demikian, kesempatan untuk melakukan hal-hal negatif pascakelulusan dapat diminimalisasi.

Kedua, sebelum hasil UN diserahkan, perlu ada arahan khusus dari sekolah untuk mennyikapi hasil ujian. Dalam ujian hanya ada dua kemungkinan, lulus (L) dan tidak lulus (TL). Oleh karena itu, bersyukur jika lulus dan bersabar jika tidak lulus. Bagi yang tidak lulus masih ada kesempatan untuk mengikuti ujian ulangan. Bersiaplah untuk menghadapi ujian ulangan, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Kesedihan tidak akan menyelesaikan ketidaklulusan.

Ketiga, melakukan sujud syukur dan doa bersama sebagai wujud syukur atas hasil yang diterima, yang dipimpin oleh guru Pendidikan Agama Islam. Contoh doa syukur dalam Alquran, ”Rabbi Awzi’ni An Asykura Ni’matikallati An’amta ’Alayya wa ’Ala Walidayya, wa an A’mala Shalihan Tardhahu, wa Adkhilni Birahmatika fi ’Ibadikash Shalihin.” Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh (Q.S. Annaml [27]: 19).

Berikut doa sujud syukur, ”Subhanakallahumma Anta Rabbi Haqqan Haqqa, Sajadtu Laka Ya Rabbi Ta’abbudan Wa Riqqa. Allahumma Inna ’Amali Dha’ifun Fadha’i Li. Allahumma Qini ’Adzabaka Yawma Tub’atsu ’Ibaduka Wa Tub’alayya Innaka Antat Tawwabur Rahim.” Maha Suci Engkau. Ya Allah, Engkaulah Tuhanku yang sebenarnya, aku sujud kepada-Mu ya Rabbi sebagai pengabdian dan penghambaan. Ya Allah, sungguh amalku lemah, maka lipatgandakan pahalanya bagiku. Ya Allah, selamatkan aku dari siksa-Mu pada hari hamba-hamba-Mu dibangkitkan, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang (kitab ”Mafatihul Jinan”).

Keempat, pengumpulan pakaian seragam bekas dan untuk selanjutkan diserahkan kepada adik kelas yang memerlukan. Dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat bagi mereka yang lulus dan memberikan motivasi bagi mereka yang tidak lulus untuk mempersiapkan diri mengkuti ujian ulangan.

Tentu, kegiatan alternatif untuk merayakan kelulusan UN itu dapat terlaksana dengan baik jika didukung seluruh civitas academica sekolah, dan juga orang tua siswa. Semoga.***

Penulis, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.

Pikiran Rakyat, Edisi 26 April 2010

Jumat, 23 April 2010

INDRAMAYU MENANTI PEMIMPIN YANG MELAYANI

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Pemerhati Masalah Sosial, tinggal di Kuningan, Jawa Barat

Kabupaten Indramayu akan kembali melaksanakan perhelatan demokrasi lokal melalui pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Hal ini, menjadi momen penting karena tujuan awal berdirinya Kabupaten Indramayu adalah memperbaiki kinerja birokrasi. Salah satunya adalah perbaikan pelayanan. Melalui pemilukada secara langsung diharapkan terpilihnya pemimpin yang mampu melayani. Hal ini agar tercipta suasana pelayanan publik yang mudah dijumpai di Indramayu.
Pertanyaannya sekarang, aspek apa yang diperlukan dalam melayani Kabupaten Indramayu? Paling tidak, ada tiga aspek dalam melayani. Pertama, melayani dengan hati. Melayani harus dimulai dari dalam diri. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam hati, kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Ciri dari pemimpin yang mampu melayani dengan hati adalah: (1) Tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Orientasinya bukan untuk kepentingan pribadi maupun golongan, tetapi justru untuk kepentingan publik yang dipimpinnya. (2) Memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan orang-orang yang dipimpinnya. (3) Memiliki perhatian terhadap mereka yang dipimpinnya. Perhatian akan kebutuhan, kepentingan, dan harapan. (4) Akuntabilitas, penuh tanggungjawab dan dapat diandalkan. Artinya, perkataan dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. (5) Mau mendengar setiap kebutuhan dan harapan dari orang-orang yang dipimpinnya. (6) Mampu mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Karenanya, pemimpin sejati harus selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Aspek kedua, melayani dengan kepala (pikiran). Ada tiga hal penting dalam melayani dengan pikiran: (1) Memiliki visi yang jelas. (2) Responsive. Artinya, seorang pemimpin harus senantiasa tanggap dalam setiap persoalan, kebutuhan, dan harapan dari orang-orang yang dipimpinnya. Juga selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan maupun tantangan yang dihadapi. (3) Performance coach, menjadi pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Dan aspek ketiga adalah melayani dengan tangan. Paling tidak ada empat perilaku yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang melayani dengan tangan: (1) Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tapi juga memiliki kerinduan untuk mengemban amanah dengan baik, karena kepemimpinan adalah beban, bukan kehormatan. (2) Fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. (3) Mau belajar. (4) Senantiasa menselaraskan dirinya terhadap komitmen untuk ibadah dan melayani sesamanya.
Selain kemampuan dalam melayani, seorang pemimpin harus juga memiliki kualitas di atas rata-rata dari mereka yang dipimpinnya. Kualitas itu menyangkut dalam hal keyakinan (iman), kepribadian (akhlak) dan keahlian memimpin atau skill of leadership. Kualitas tersebut haruslah menyatu dalam keseluruhan tindakan, sehingga kata sejalan dengan tindakan. Janji yang disampaikan pada saat kampanye akan direalisasikan setelah dirinya menjadi pemimpin. Kepemimpinan adalah amanah dan setiap amanah akan dimintai pertanggung jawabannya.
Kualitas secara operasional sebagaimana dikemukakan oleh Keith Davis adalah: (1) Kualitas intelegensia. Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan yang relatif lebih daripada mereka yang dipimpinnya. (2) Kematangan dan keluasan pandangan sosial. Sehingga dengan kematangan tersebut diharapkan dapat mengendalikan keadaan, kerjasama sosial serta mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri. (3) Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi. (4) Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan sosial.
Lebih terperinci lagi George R. Terry menyebutkan delapan sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (kepala daerah), yaitu: (1) Penuh energi, baik rohani maupun jasmani. (2) Mempunyai stabilitas dalam emosi dan perasaan. Artinya seorang pemimpin tidak boleh berprasangka atau berpikir apriori buruk tentang mereka yang dipimpinnya. (3) Berpengetahuan luas dalam hubungan sosial. (4) Keinginan untuk menjadi pemimpin harus menjadi daya pendorong yang muncul dari dalam dan tidak didesakkan dari luar. (5) Mahir dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. (6) Cakap. Artinya, pemimpin sejati harus bisa memberi semangat, mengembangkan, dan memajukan orang-orang yang dipimpinnya. (7) Mempunyai kemahiran di bidang sosial. Seorang pemimpin harus memiliki sifat suka menolong, senang jika orang lain maju, ramah dan dapat menghargai pendapat orang lain. (8) Mempunyai kecakapan teknis. Seorang pemimpin harus mampu merencanakan, mendelegasikan, mengambil keputusan, mengawasi dan meneliti.
Dan, merujuk itu semua, tampak bahwa posisi pemimpin Kabupaten Indramayu bukanlah posisi yang mudah diisi oleh orang-orang populer atau individu-individu yang hanya pandai berbicara. Pemimpin yang dibutuhkan saat ini dan ke depan adalah pemimpin yang mampu melayani, terlebih disertai keteladanan yang tulus dan konkret, tidak sebatas pada pemimpin tingkat atas, melainkan juga diikuti seluruh jajaran di bawahnya, sehingga dapat mengantarkan kepada suasana keramahan hidup. Wallahu a’lam.


* HU Republika, Kabar Jabar, Lenyepaneun, Rabu, 21 PRIL 2010

Rabu, 07 April 2010

Menegakkan Supremasi Hukum

Harian Republika. Kamis, 08 April 2010 pukul 07:45:00

Menegakkan Supremasi Hukum

Oleh Imam Nur Suharno MPdI

Suatu hari, para pembesar Quraisy menggelar rapat khusus. Pasalnya, salah seorang wanita Quraisy dari Bani Makhzum telah mencuri. Antara panik dan resah karena takut kasus ini terekspos ke publik, mereka pun berpikir keras. Siapa orang yang bisa melobi Rasulullah SAW untuk mempetieskan kasus ini. Pilihan pun jatuh ke Usamah bin Zaid.

Usamah bergegas menemui Rasulullah SAW dengan sangat hati-hati dan penuh harap. Pemuda kesayangan Nabi SAW itu mengungkapkan maksud kedatangannya. Intinya, ia meminta hak khusus agar Nabi SAW tidak memidanakan kasus ini. Paham akan kedatangan Usamah, Rasulullah SAW menjadi merah wajahnya. Beliau menahan marah luar biasa. Lalu, Rasulullah SAW berdiri seraya berkata, "Sesungguhnya, yang telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu adalah (sikap tercela mereka). Apabila yang mencuri itu adalah orang terpandang di antara mereka, mereka membiarkannya. Namun, apabila yang mencuri itu adalah orang yang lemah, mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, andai Fatimah, putri Muhammad, mencuri niscaya aku potong tangannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas menggambarkan ketegasan Rasulullah SAW dalam masalah hukum. Tegas dalam menegakkan supremasi hukum, tanpa pilih kasih, tanpa pandang bulu, atau tebang pilih siapa pun pelakunya. Hukum harus bersih dari intervensi kepentingan siapa pun. Sistem birokrasi pun harus bersih dari unsur keluarga dan kekerabatan.

Tegaknya supremasi hukum akan melahirkan kepastian. Kepastian akan yang benar dan salah. Dari keseharian, kita sering kali menyaksikan keadilan masih berpihak kepada orang-orang yang terpandang. Sementara itu, kaum yang lemah sering kali terpinggirkan, bahkan menjadi bahan uji coba perundang-undangan.

Persoalan sederhana ditangani secara berlebihan. Yang seharusnya diselesaikan menurut ukurannya justru menjadi besar dan luas hanya karena tidak mampu menempatkan persoalan secara proporsional. Sementara itu, persoalan yang besar justru seakan-akan hilang begitu saja.

Oleh karena itu, keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas. Maksudnya, tidak berpihak, kecuali pada kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Allah SWT menegaskan, "Hai, orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan, janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Almaidah [5]: 8). Wallahualam.

Kamis, 18 Maret 2010

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Oleh Imam Nur Suharno

Sistem pendidikan yang kita bangun ternyata belum mencerminkan nilai. Hal ini terlihat dari minimnya upaya menanamkan nilai-nilai moral dan budi pekerti kepada para peserta didik pada setiap mata pelajaran yang diajarkan. Padahal, dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ditegaskan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Akibat kurang mantapnya pendidikan budi pekerti, tidak sedikit dari pelajar bangsa ini hanyut dibuai kesenangan sesaat. Mereka mulai dengan sikap tidak mau mendengarkan ocehan orang-orang yang menginginkan perilaku mereka lebih baik. Mereka lebih senang mengadopsi dan mengakses nilai-nilai negatif. Bolos sekolah, tawuran, melakukan hal-hal anarkistis di jalanan, bahkan mengonsumsi napza, sepertinya sudah menjadi budaya bagi mereka. Masyarakat hanya melihat dengan sikap apatis tanpa mau tahu problematika yang sedang menyelimuti agen pembaru bangsa ini secara positif.

Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan pendidikan budi pekerti diperlukan optimalisasi peran dan tanggung jawab berbagai pihak.

Pertama, peran sekolah. Hal ini bisa diwujudkan melalui (1) keteladanan guru. Guru merupakan panutan dalam segala hal, termasuk pembinaan akhlak. Keteladanan merupakan strategi dan metode efektif untuk pembelajaran dan pendidikan. Guru yang menjadi pendidik harus memenuhi kriteria, (a) bertakwa kepada Allah SWT; (b) ikhlas berkorban karena merindukan rida-Nya; (c) berilmu pengetahuan luas mengenai kekuasaan Allah; (d) santun, lemah lembut, sabar, dan pemaaf; serta (e) memiliki rasa tanggung jawab tinggi dan berlaku adil.

(2) Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dengan mata pelajaran lainnya. Sebab, pendidikan budi pekerti tidak hanya tugas bagi guru pendidikan agama Islam (PAI), tetapi tugas semua guru. Guru harus mampu mengaitkan pendidikan budi pekerti dengan mata pelajarannya.

Guru geografi, geologi, dan astronomi, misalnya, menjelaskan kepada peserta didik bahwa alam yang kita tempati ini, dengan langit dan buminya, teratur dengan sangat rapi. Ini menunjukkan alam ini diciptakan Pencipta Yang Mahabijaksana dan Mahatahu. Guru matematika menjelaskan perhitungan dengan contoh-contoh perhitungan zakat harta atau perhitungan warisan. Guru bahasa dan sastra berusaha agar tema-tema yang diajarkan, baik pada bagian mengarang, cerita, maupun puisi, mengandung ide-ide Islami.

(3) Membentuk lingkungan sekolah sebagai laboratorium pengamalan nilai-nilai agama. Misalnya, salat fardu berjamaah, salat Dhuha saat istirahat, tadarus Alquran di awal kegiatan belajar-mengajar, membiasakan puasa sunah senin dan kamis, mengucapkan salam, serta menggelar kantin kejujuran.

Kedua, peran keluarga. Melalui keluarga, pendidikan prasekolah bisa didapatkan. Selain itu, pengembangan kecerdasan afektif dan psikomotorik pun membutuhkan peran keluarga dalam pengembangannya. Keluarga juga berperan dalam pemberian gizi yang cukup dalam menjamin tumbuh kembang anak. Dan yang paling utama adalah pembentukan sikap dan mental anak.

Ketiga, peran masyarakat. Hal ini bisa diwujudkan melalui kontrol sosial masyarakat. Kontrol sosial ini haruslah membangun nilai-nilai religius, serta menciptakan mental yang sehat. Diharapkan masyarakat turut memberikan teguran pada pelajar saat menjumpai mereka berkeliaran setelah pulang sekolah atau pada saat jam-jam sekolah.

Keempat, peran pemerintah. Bisa dibilang pemerintah kurang serius dalam pembangunan pendidikan. Mulai dari kebijakannya sampai pengawasannya. Sebagai contoh, masih ada sekolah kekurangan guru, belum lagi tidak meratanya penyebaran guru. Pemerintah juga masih sangat minim perhatiannya dalam pemenuhan sarana dan fasilitas pembelajaran.

Penyelenggaraan pendidikan adalah amanah negara bagi pemerintah. Hal ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan juga termaktub dalam UUD itu sendiri. Demikian pula UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 49 ayat (1) yang menegaskan, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan minimal 20 persen dari APBD.

Tentu anggaran 20 persen tersebut menyimpan harapan besar terhadap kemajuan pendidikan di negeri ini. Hal ini mengingat salah satu fungsi negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Terakhir, kita perlu merenungi ucapan guru Harfan –tokoh pendidik dalam film ”Laskar Pelangi” - bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya didasari oleh deretan angka dan fasilitas, tetapi oleh cerminan hati dan kebaikan budi pekerti anak didik sebagai buah dari proses pendidikan yang dilakukan secara tulus, kontinu, dan penuh pengabdian. Tentu saja hal ini dapat terwujud manakala semua pihak berupaya memainkan peran dan tanggung jawabnya secara optimal. Semoga.***

Penulis, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.


PR Edisi 18 Maret 2010

Buah dari Musibah

Oleh Imam Nur Suharno MPdI

Allah SWT akan senantiasa menguji hamba-Nya dengan dua bentuk ujian, yaitu berupa nikmat (kesenangan) dan bencana (keburukan). Sayyid Quthb mengatakan, banyak orang yang bisa tabah saat menghadapi ujian berupa kesulitan. Tetapi, banyak orang yang terlena dan lalai saat diuji berupa kesenangan.

Karena itu, bersabar dan bersyukur adalah kunci keberhasilan bagi seorang Mukmin dalam menghadapi kedua ujian itu. Rasulullah SAW bersabda, ''Orang Mukmin memiliki keunikan sehingga seluruh urusannya itu baik untuknya, dan keunikan ini tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu: apabila ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur, hal ini baik baginya, dan apabila ia mendapatkan musibah, ia bersabar, hal ini juga baik baginya.'' (HR Muslim).

Untuk mencapai pemahaman yang baik tentang hakikat ujian yang datang, seseorang harus mengetahui rahasia di balik setiap ujian. Rahasia tersebut adalah:

Pertama, kemuliaan Allah dan kekuatan kehendak-Nya. Ibnu al-Qayyim berkata tentang rahasia Perang Uhud, ''Di antara buah (dari kesusahan yang dialami dalam Perang Uhud) adalah memunculkan status kehambaan para wali-Nya dan para pengikut agama-Nya dalam kondisi senang ataupun susah, terhadap hal yang mereka sukai dan yang mereka benci, atau pada saat mereka harus kalah dan musuhnya yang menang. Jika pada semua kondisi tersebut mereka mampu tetap teguh di atas ketaatan dan beribadah kepada Allah maka mereka adalah hamba-hamba Allah sejati.''

Kedua, ujian menghapus dosa. Sabda Rasulullah, ''Tidaklah sesuatu yang menimpa seorang Muslim, baik itu penyakit biasa maupun penyakit menahun, kegundahan dan kesedihan, atau hanya duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus semua kesalahannya dengan semua penderitaan yang telah ia alami.'' (HR Bukhari).

Ketiga, mengangkat derajat. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah bersabda, ''Jika Allah menginginkan atas diri hamba-Nya suatu kebaikan maka Allah akan mempercepat baginya cobaan di dunia. Dan, jika Allah menginginkan atas diri hamba-Nya keburukan, maka Dia akan menahan cobaan tersebut dengan semua dosanya hingga dia menebusnya pada hari kiamat.''

Sungguh Allah telah menjanjikan sesuatu yang agung bagi mereka yang mampu bersabar atas ujian yang menimpanya. ''Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, 'Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun'. Mereka itulah orang yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.'' (QS Albaqarah [2]: 155-157).


Harian Republika, Kamis 18 Maret 2010