Senin, 20 Desember 2010

SEPAKAT UN DILANJUTKAN, TETAPI ...

Oleh Imam Nur Suharno

Hiruk-pikuk tentang Ujian Nasional (UN) akan kembali menghiasi dunia pendidikan di negeri ini. Karena UN tetap akan dilanjutkan, tetapi ada formulasi yang harus disempurnakan, demikian penjelasan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Rully Chairul Azwar. Bahkan, untuk kelulusan UN 2011 ada empat syarat yang harus dipenuhi para siswa, yaitu menyelesaikan program pembelajaran di sekolah; mendapat nilai baik untuk etika, budi pekerti, serta pendidikan kewarganegaraan; lulus ujian sekolah untuk mata pelajaran eksak; lulus UN dengan standar nilai yang ditentukan ("PR Online", 11/12).

Kementerian Pendidikan Nasional telah mengajukan dua alternatif sistem kelulusan. Alternatif pertama adalah menggabungkan nilai mata pelajaran ujian sekolah dan nilai UN dengan bobot 60 persen dari nilai UN dan 40 persen dari ujian sekolah, tetapi nilai rata-ratanya sesuai dengan standar kelulusan. Pada alternatif pertama ini tidak ada nilai mati dan tidak ada UN ulangan. Sementara pada alternatif kedua formulasinya sama seperti alternatif pertama, tetapi berlaku nilai mati dan diberlakukan UN ulangan.

Mencermati kedua alternatif formulasi sistem kelulusan tersebut tampaknya masih belum menjamin tidak terjadi pro-kontra dalam penyelenggaraan UN. Sebab masalah utama dari lahirnya pro-kontra itu masih menjadi salah satu dari empat syarat kelulusan peserta didik, yaitu lulus UN dengan standar nilai yang ditentukan. Seandainya syarat keempat ini ditiadakan tampaknya pro dan kontra tentang UN akan berakhir.

Untuk itu, sebaiknya, pertama, sistem tersebut kembali seperti sistem Ebtanas. Melalui sistem Ebtanas, nilai yang diraih siswa dapat mencerminkan kemampuannya sebenarnya. Dengan demikian, kegunaan penyelenggaraan UN untuk pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan mudah tercapai. Sementara itu, nilai UN yang hasilnya disinyalir tidak murni karena ada peran "tim sukses", tidak dapat digunakan untuk pemetaan mutu pendidikan dan/atau program pendidikan. Bisa jadi, misalnya, kualitas sekolah A adalah C, tetapi karena ada peran "tim sukses" dalam UN, sekolah A tersebut kualifikasinya menjadi A, ataupun sebaliknya.

Kedua, penentuan kelulusan ujian sepenuhnya diserahkan kepada guru di sekolah penyelenggara. Hal itu sesuai dengan UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 58 ayat 1 dan 2. Dalam pasal 58 ayat 1 disebutkan, "Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan". Pada ayat 2 disebutkan, "Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik standar nasional pendidikan". Jika syarat kelulusan UN salah satunya masih ditentukan pemerintah, berarti pemerintah telah melanggar UU yang dibuatnya sendiri.

Ketiga, standar nilai yang ditetapkan pemerintah jika masih diberlakukan, dijadikan sebagai acuan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai de-ngan kegunaan penyelenggara-an UN sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendi-dikan Nasional RI, yaitu hasil UN digunakan sebagai salah sa-tu pertimbangan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan beri-kutnya. Jika hal ini bisa dilaksanakan, sebagaimana wacana tahun lalu bahwa hasil UN akan diintegrasikan dengan SNMPTN itu akan direalisasikan pada 2011, ini menjadi satu langkah lebih maju dalam penyelenggaraan UN di negeri ini, sekaligus dapat menghemat biaya. Untuk menjaga kredibilitas UN hendaknya dalam penyelenggaraan UN pun melibatkan perguruan tinggi.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan siswa guna menghadapi UN. Pertama, berusaha (ikhtiar) secara maksimal. Di antara bentuk usaha tersebut adalah belajar yang teratur, perbanyak latihan soal, lakukan pengulangan latihan pada soal yang dianggap sulit, lakukan penyegaran materi dengan membaca buku yang terkait kisi-kisi soal, mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah, mengikuti kegiatan try out (uji coba), mengikuti remedial; dan kegiatan mendukung lainnya.

Kedua, selalu berdoa, terutama di sepertiga waktu malam. Sebab, segala sesuatu yang telah kita lakukan bukanlah jaminan akan berhasil. Semua akan terjadi bila Allah SWT mengizinkan. Mohonlah kepada yang Mahaberkehendak agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam menghadapi UN. Doa adalah kekuatan tersembunyi yang tidak dapat ditangkap oleh manusia dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Doa juga menjadi salah satu faktor penyebab dibalik setiap keberhasilan yang dicapai. Dr. Alexis Carrel pernah berkata, "Doa merupakan bentuk energi yang paling ampuh yang dapat dihasilkan sendiri oleh setiap orang. Karenanya, tambahlah energi kehidupan dengan memperbanyak doa".

Ketiga, tawakal (pasrah diri) kepada Allah SWT. Tawakal merupakan langkah terakhir setelah kita menjalankan meditasi dengan belajar dan berdoa. Tawakal dengan tujuan memasrahkan segela bentuk usaha kita secara lahiriyah dan batiniyah kepada Allah SWT, segala bentuk keberhasilan adalah mutlak kehendak Allah SWT. Sementara manusia hanya bisa berusaha dan berdoa.

Dengan berakhirnya pro dan kontra penyelenggaraan UN, diharapkan sekolah dapat lebih fokus dalam melaksanakan amanah pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Amanah tersebut adalah pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Semoga. Wallahualam.***

Penulis, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.


PR Edisi 21 Desember 2010

Rabu, 15 Desember 2010

Adab Makan

Imam Nur Suharno

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS Al-A'raf [7]: 31).

Makna 'janganlah berlebih-lebihan' dalam ayat di atas sebagaimana dijelaskan dalam Alquran dan terjemahannya adalah janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

Terkait hal itu, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada sesuatu yang lebih buruk untuk dipenuhi oleh seseorang selain perutnya, padahal cukup beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Bila terpaksa ia lakukan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas." (HR Ahmad, Nasa'i, Tirmidzi, dan beberapa perawi lainnya).

Makan secara berlebihan dapat menyebabkan kelambanan dan kelebihan beban pada pencernaan serta fermentasi makanan dalam perut. Hal ini terkadang bisa mengakibatkan luka dan peradangan pada perut, kerongkongan, dan usus dua belas jari.

Hilmy al-Khuly dalam bukunya Mukjizat Kesembuhan Dalam Gerakan Shalat, menyebutkan, bila perut dipenuhi oleh makanan, kemudian timbul proses fermentasi di dalamnya, maka dapat menimbulkan berbagai efek negatif, yaitu in'ikas ashabiy (reflek gerak pemantulan dan pembalikan saraf) terhadap kondisi jantung; idhthirab al-qalb (denyut jantung berdebar-debar) yang tekanannya bisa menurun dan bisa pula meninggi; dan terjadinya kejang jantung.

Karena itu, Rasulullah SAW memberikan tuntunan dalam menyantap makan sebagai upaya mengendalikan syahwat makan. Pertama, qul bismillaahi, ucapkanlah bismillah ketika hendak makan. Kedua, kul biyamiinika, makanlah dengan tangan kananmu. Dan ketiga, kul mimmaa yaliika, makanlah yang terdekat denganmu. (HR Muslim).

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak akan makan sampai kami merasa lapar. Jika kami makan, maka kami makan tidak sampai kenyang. (Rasulullah juga bersabda) Tinggalkanlah makanan (justru) ketika engkau sangat menginginkannya."

Dengan demikian, melalui pengendalian syahwat makan ini, kita akan terhindar dari berbagai macam penyakit yang mengancam kehidupan. Sebab, perut adalah sarangnya penyakit, sebagaimana dikatakan Harits bin Kaldah, seorang tabib bangsa Arab, "Diet (mengatur pola makan) adalah pokok segala pengobatan, sedangkan perut adalah sarang penyakit. Oleh karena itu, kembalikanlah tubuh pada kebutuhan proporsionalnya." Wallahu a'lam.

HU Republika Edisi Rabu, 15 Desember 2010

Kamis, 09 Desember 2010

MENGATASI JENUH DALAM BELAJAR

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI

Belajar tidak selamanya menyenangkan. Dalam kondisi tertentu, saat belajar kadang muncul rasa bosan (boring). Kebosanan ini tak hanya menimpa siswa yang sudah lama belajar. Tetapi siswa yang baru masuk pun bisa mengalami hal yang serupa. Kebosanan bisa timbul karena belajar yang monoton, tekanan dalam belajar, ada masalah pribadi dengan teman dan masih banyak lagi. Karena kebosanan ini, kadang terbersit keinginan untuk pindah sekolah.
Pindah sekolah bukanlah solusi efektif. Sebab, kebosanan merupakan penyakit yang biasa menyerang para pelajar. Rasa bosan ini bisa terjadi kapan dan di mana saja. Jika kebosanan sudah menyerang biasanya lahir ketidakberdayaan dan kemalasan. Karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan doa, ”Allahumma Inni A’udzubika Minal Hammi Wal Hazan, Wa A’udzubika Minal Ajzi Wal Kasal, Wa A’udzubika Minal Jubni Wal Bukhl, Wa A’udzubika Min Ghalabatid Daini Wa Qahrir Rijal” Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan kesedihan, dan aku berlindung pada-Mu dari ketidakberdayaan dan kemalasan, dan aku berlindung pada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung pada-Mu dari problem keuangan dan tekanan orang lain.” (HR Abu Dawud).
Untuk memacu semangat tinggi dalam belajar perlu ditumbuh kembangkan dalam hati sanubari guna pengendalian boring tersebut. Pertama, nikmati suasana belajar sepenuh hati. Rasa bosan dalam belajar bisa dilawan dengan cara belajar untuk menikmati suasana belajar. Jangan sampai tubuh kita berada dalam kelas, tetapi pikiran berada di luar kelas. Penulis mengistilahkan ”Wujuduhu Kaadamihi” Adanya seperti tidak adanya. Jika hal ini terus berkembang akan menyebabkan ketertinggalan pelajaran. Pada akhirnya melahirkan ketidakbetahan dalam belajar. Dan ujung-ujungnya adalah pindah sekolah.
Kedua, memiliki rasa percaya diri. Rasa percaya diri adalah sumber energi untuk terus memusatkan perhatian pada pelajaran. Dan perlu menanamkan keyakinan mampu mempelajari dan mengerjakan berbagai sulitnya pelajaran yang dihadapi. Keyakinan ini akan membuat diri untuk bekerja keras. Hambatan dan kesulitan dalam belajar itu biasa, karenanya, teruslah belajar. Sebab, setumpul-tumpulnya pisau jika diasah terus-menerus akan tajam juga.
Ketiga, memiliki tujuan belajar yang jelas hendak dicapai. Dalam upaya memusatkan perhatian pada pelajaran, dituntut untuk membuat tujuan yang jelas dari pelajaran yang hendak dipelajari. Tujuan gunanya sebagai pedoman atau target yang hendak dikuasai. Dengan adanya tujuan yang hendak dicapai pasti siswa akan terpandu untuk memusatkan perhatian secara intensif pada pelajaran. Oleh karena itu, tujuan hendaknya dibuat dengan target yang besar, yang jauh ke depan, agar yang kecil-kecil atau yang dekat-dekat akan mudah diraih. Permisalan, jika kita membeli kambing, pasti akan memperoleh tambangnya. Jika membeli tambang, belum tentu dapat kambingnya. Tanamlah padi, pasti akan tumbuh rumput di sekitarnya. Dan jangan harap akan tumbuh padi bila kita menanam rumput.
Keempat, tanamkan cita-cita dari awal. Setiap siswa pasti memiliki cita-cita. Tentu dengan cita-cita ini akan memacu untuk belajar dengan tekun dan ulet. Karena dalam hati telah terpatri suatu harapan besar yang hendak dicapai. Dengan adanya cita-cita yang tertanam dalam hati tentu akan dapat memusatkan perhatian pada pelajaran yang dihadapi. Sebab, tanpa memusatkan perhatian pada pelajaran berarti cita-cita tidak akan bisa diraih.
Kelima, belajar dari pengalaman, baik pengalaman diri maupun orang lain. Pengalaman dari diri bisa berupa melakukan evaluasi terhadap kekurangan dan kesalahan diri sehingga bisa diperbaiki dikemudian hari. Sedangkan belajar melalui pengalaman orang lain bisa dengan mengambil hal-hal positif sebagai penunjang keberhasilan.
Keenam, hindari berpikir negatif. Pusatkan perhatian pada pelajaran sekarang. Jangan terlalu menghiraukan penilaian orang lain. Yang harus dilakukan adalah melakukan upaya terbaik sehingga bisa merasakan suatu kegembiraan karena telah mampu menyelesaikan pelajaran dengan baik.
Oleh karena itu, tidak bijaksana jika membiarkan anak didik terus menerus dalam kebosanan. Untuk itu, tugas guru untuk membimbingnya saat di sekolah, dan tugas orangtua saat di rumah. Dengan demikian, bila kemauan belajar telah bangkit, tentu berbagai kesulitan dalam belajar seperti rasa jemu, rasa bosan dan mengantuk akan segera sirna. Semoga.
* Tribun Jabar, Suluh, 30/11-2010