Jumat, 16 September 2011

Peran Guru dalam Pendidikan

DALAM UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dikatakan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk dapat membentuk kompetensi dan kualitas pribadi anak didiknya. Karenanya, dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan nasional diarahkan untuk menjadikan anak didik menjadi manusia-manusia yang sempurna, bertakwa, dan beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, serta bertanggung jawab. Artinya, pendidikan kita diarahkan pada peningkatan keteladanan, ketakwaan, dan beriman. Tentu saja, arahnya pada pendidikan akhlak mulia.
Untuk mencapai hal itu muncul pertanyaan, sebenarnya peran apa saja yang harus dimiliki oleh seorang guru sehingga anak didik bisa berkembang optimal? Sejumlah pengamat dan ahli pendidikan telah meneliti peran-peran apa saja yang harus dimiliki seorang guru supaya tergolong kompeten dalam pembelajaran.
Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah, pertama, guru sebagai pendidik. Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Kedua, guru sebagai pengajar. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi.
Ketiga, guru sebagai pembimbing. Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreativitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Keempat, guru sebagai pelatih. Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih.
Kelima, guru sebagai penasehat. Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
Keenam, guru sebagai pembaharu (inovator). Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita.

Teladan

Ketujuh, guru sebagai model dan teladan. Guru merupakan model atau teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitarnya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.
Kedelapan, guru sebagai pribadi. Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Guru bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Kesembilan, guru sebagai peneliti. Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang di dalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti.
Kesepuluh, guru sebagai pendorong kreativitas. Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreativitas tersebut. Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita.
Kesebelas, guru sebagai pembangkit pandangan. Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.
Kedua belas, guru sebagai pekerja rutin. Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua peranannya.
Ketiga belas, guru sebagai pemindah kemah. Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai.
Keempat belas, guru sebagai pembawa cerita. Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita.
Kelima belas, guru sebagai aktor. Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol.
Keenam belas, guru sebagai emansipator. Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan "budak" stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari "self image" yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri.
Ketujuh belas, guru sebagai evaluator. Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian.
Kedelapan belas, guru sebagai pengawet. Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan.
Kesembilan belas, guru sebagai kulminator. Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi).***

*) Oleh Imam Nur Suharno, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, dan Pengurus DPD Persatuan Guru Madrasah (PGM), Kuningan, Jawa Barat


Kabar Cirebon (Pikiran Rakyat Group) Selasa, 23 Agustus 2011

Senin, 12 September 2011

BERBURU LAILATULKADAR

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI*

Penulis Buku Panduan Lengkap Shalat Tahajud, dan Pengurus DPD Persatuan Guru Madrasah (PGM), Kuningan, Jawa Barat

Pada bulan Ramadan umat Islam berduyun-duyun memenuhi masjid maupun musala untuk menghidupkan Ramadan yang sarat dengan keutamaan. Salah satu keutamaan di bulan Ramadan adalah malam kemuliaan (lailatulkadar).
Sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya bulan ini (Ramadan) telah datang. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang menjauhinya maka akan dijauhkan oleh kebaikan seluruhnya dan tidak diharamkan baginya kecuali ‘mahrum’ (orang yang diharamkan kebaikan atasnya).” (Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a.).
Aam Amiruddin dalam bukunya Tafsir Alquran Kontemporer, menyebutkan empat pengertian alqadar. Pertama, menurut Al-Qurtubi, alqadar artinya penetapan. Pada malam itu ditetapkan ajal, rezeki, dan lainnya selama satu tahun (Q.S. Ad-Dukhan [44]: 3-4). Kedua, Al-Qasimy menyebutkan, alqadar artinya pengaturan. Pada malam itu Allah SWT mengatur strategi bagi Nabi-Nya untuk mengajak manusia kepada agama yang benar, demi menyelamatkan mereka dari kesesatan. Ketiga, makna lain dari alqadar adalah kemuliaan. Malam tersebut menjadi lebih mulia karena kemuliaan Alquran. Keempat, alqadar juga berarti sempit. Pada malam itu diturunkannya Alquran, begitu banyak malaikat yang turun ke bumi sehingga bumi serasa sempit karena penuh sesak oleh rombongan malaikat.
Lailatulkadar terjadi pada bulan Ramadan, pada suatu malam yang tak seorang pun mengetahui. Lailatulkadar merupakan rahasia Allah SWT, hanya Dia-lah yang Maha Mengetahui. Namun, Rasulullah saw memberikan isyarat turunnya lailatulkadar itu pada malam-malam ganjil (21, 23, 25, 27, 29) di sepuluh hari terakhir pada setiap bulan Ramadan.
Abu Hurairah ra meriwayatkan, ”Rasulullah saw memberitahukan kami tentang lailatulkadar. Beliau berkata, ”Ia ada pada bulan Ramadan, di malam sepuluh terakhir, malam kedua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan, atau di malam terakhir bulan Ramadan. Barangsiapa yang melaksanakan qiyam pada malamnya dengan keimanan dan selalu bermuhasabah, Allah SWT akan mengampuni dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.”
Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda, ”Carilah lailatulkadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.” Lalu, beliau mendekatkan perkiraan itu dengan sabdanya, ”Carilah lailatulkadar pada witir (hari ganjil) pada sepuluh terakhir di bulan Ramadan.” Kemudian beliau lebih mendekatkan gambaran itu, ”Barangsiapa yang ingin mencarinya maka hendaklah ia mencarinya pada malam kedua puluh tujuh di bulan Ramadan.”
Samih Kariyyam dalam bukunya Ma’a Nabi fi Ramadhan, menjelaskan bahwa kata dalam surat Al-Qadar berjumlah tiga puluh kata, seperti jumlah hari di bulan Ramadan dan kata ’Hiya’ yang menyatakan lailatulkadar dalam firman Allah ’Salamun Hiya’ berada pada nomor ke dua puluh tujuh dari jumlah kata yang ada pada surat tersebut. Samiyah Kariyyam menambahkan, jumlah huruf pada kata lailatulkadar dalam bahasa Arab berjumlah sembilan huruf, sedangkan lailatulkadar disebutkan tiga kali dalam surat Al-Qadar. Berarti jika dikalikan (9 x 3) hasilnya adalah dua puluh tujuh.
Yang pasti, ada hikmah dibalik tidak dipastikannya kapan turunnya lailatulkadar tersebut.
Pertama, agar kita terus giat dan sungguh-sungguh beribadah, tidak hanya beribadah pada hari-hari tertentu dan meninggalkan ibadah di hari-hari yang lain.
Kedua, ketidakpastian tersebut memotivasi kita untuk tetap semangat beribadah (istikamah) sepanjang malam bahkan sepanjang bulan Ramadan.
Ketiga, dengan diisyaratkannya pada malam-malam ganjil, hal ini akan mendorong kita untuk lebih memaksimalkan pada sepuluh hari terakhir (al-asyrul awakhir).
Untuk itu, Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Shiyam, menjelaskan, jika penentuan Ramadan berbeda-beda antara satu negeri dengan negeri yang lain, malam ganjil pada suatu negeri terjadi pada malam genap pada negeri yang lain maka tindakan yang paling ihtiyath (hati-hati) adalah mencari lailatulkadar-nya pada setiap malam al-asyrul awakhir.
Di antara hadis yang menerangkan tanda-tanda tersebut, pertama: sabda Rasulullah saw, ”Lailatulkadar adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan pucat.” (H.R. Ibnu Khuzaimah).
Kedua, sabda Rasulullah saw, ”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatulkadar lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (H.R. Ibnu Hibban).
Ketiga, Rasulullah saw bersabda, ”Sesunguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (H.R. Ibnu Khuzaimah). Keempat, Rasulullah saw bersabda, ”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (H.R. Muslim).

Menjemput Lailatulkadar
Aktifitas apa saja yang hendaknya kita kerjakan untuk menjemput lailatulkadar tersebut? Pertama, menghidupkan malamnya dengan imanan dan ihtisaban, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang salat pada malam lailatulkadar berdasarkan iman dan ihtisab maka Allah akan mengampuni dosa-sosanya yang telah lalu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dengan dilandasi rasa keimanan dan mengharapkan ridha-Nya itulah seseorang akan merasakan ketenangan, kelapangan dada, dan kelezatan dalam ibadahnya.
Kedua, memperbanyak doa. Rasulullah saw mengajarkan doa, ”Allaahumma Innaka ’Afuwwun Tuhibbul Afwa Fa’fu ’Annii” Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Pemaaf, oleh karena itu maafkanlah aku. (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Ketiga, memperbanyak tadarus Alquran sebab malam lailatulkadar adalah malam turunnya Alquran. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada malam lailatulkadar. Dan tahukah kamu (Muhammad) apa itu lailatulkadar. lailatulkadar adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan.” (Q.S. Al-Qadar [97]: 1-3).
Keempat, beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aisyah ra meriwayatkan, “Ketika Rasulullah saw memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau mengemas sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”
Terkait pengaruh yang bisa dirasakan bagi orang yang mendapatkan lailatulkadar, seorang ahli tafsir berpendapat, jika seseorang mendapatkan lailatulkadar, orang tersebut akan merasakan semakin kuatnya dorongan dalam jiwa untuk melakukan kebajikan pada sisa hidupnya, sehingga ia merasakan ketenangan hati, kelapangan dada, dan kedamaian dalam hidup.
Oleh karena itu, bagi setiap yang menginginkan lailatulkadar agar menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah, seperti salat malam, tadarus Alquran, zikir, doa, dan amalan saleh lainnya. Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa meraih lailatulkadar itu. Amin. Wallahu a’lam.



•Pikiran Rakyat, Renungan Jumat, 19/8/2011