Senin, 26 April 2010

MERAYAKAN KELULUSAN UN

Oleh Imam Nur Suharno

Hiruk pikuk Ujian Nasional (UN) telah usai dilaksanakan. Kecemasan pun mulai mereda. Kini, tinggal menunggu hasilnya: lulus atau tidak lulus. Tentu, dalam penantian inilah perasaan cemas masih tetap menghantui siswa, orang tua, guru, bahkan kepala sekolah.

Rencananya, sesuai dengan surat edaran yang diberikan ke setiap sekolah, hasil UN akan diumumkan pada 26 April 2010 untuk sekolah tingkat SMA/MA, dan pada 7 Mei 2010 untuk sekolah tingkat SMP/MTs.

Untuk itu, dalam masa menunggu hasil UN ini, sekolah perlu menyiapkan strategi untuk mengantisipasi terjadinya budaya perayaan kelulusan UN yang cenderung mengarah kepada hal-hal yang negatif, yang merugikan diri sendiri, orang lain, dan bahkan meresahkan masyarakat, yaitu dengan alternatif kegiatan yang bermanfaat.

Berita-berita yang terjadi pada 2009 lalu, tradisi perayaan kelulusan pelajar sekolah menengah atas (SMA) di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Di Subang, pelajar melakukan pesta kelulusan membawa parang dan vodka. Di Tegal, banyak kondom ditemukan di tas-tas pelajar. Di Surabaya, euforia kelulusan memacetkan lalu lintas. Di Pamekasan, aksi konvoi kelulusan menelan satu korban tewas. Di Yogyakarta, aksi coret-coret baju mewarnai perayaan kelulusan. Di Blitar, aksi konvoi kelulusan diwarnai aksi bugil. (Majalah Gontor, Maret 2010).

Sudah sedemikian rendahkah moralitas pelajar kita dalam merayakan kelulusan UN? Untuk itu, sekolah perlu melakukan antisipasi agar tradisi tersebut tidak terulang kembali. Sebab, tradisi itu terjadi karena ada niat dan kesempatan. Oleh karena itu, sekolah perlu memutus kesempatan itu.

Menurut hemat penulis, ada beberapa solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk merayakan kelulusan UN, di antaranya: pertama, pengumuman kelulusan UN tidak diserahkan langsung pada siswa. Akan tetapi, perlu ada pendampingan dari orang tua atau wali siswa. Dengan demikian, kesempatan untuk melakukan hal-hal negatif pascakelulusan dapat diminimalisasi.

Kedua, sebelum hasil UN diserahkan, perlu ada arahan khusus dari sekolah untuk mennyikapi hasil ujian. Dalam ujian hanya ada dua kemungkinan, lulus (L) dan tidak lulus (TL). Oleh karena itu, bersyukur jika lulus dan bersabar jika tidak lulus. Bagi yang tidak lulus masih ada kesempatan untuk mengikuti ujian ulangan. Bersiaplah untuk menghadapi ujian ulangan, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Kesedihan tidak akan menyelesaikan ketidaklulusan.

Ketiga, melakukan sujud syukur dan doa bersama sebagai wujud syukur atas hasil yang diterima, yang dipimpin oleh guru Pendidikan Agama Islam. Contoh doa syukur dalam Alquran, ”Rabbi Awzi’ni An Asykura Ni’matikallati An’amta ’Alayya wa ’Ala Walidayya, wa an A’mala Shalihan Tardhahu, wa Adkhilni Birahmatika fi ’Ibadikash Shalihin.” Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh (Q.S. Annaml [27]: 19).

Berikut doa sujud syukur, ”Subhanakallahumma Anta Rabbi Haqqan Haqqa, Sajadtu Laka Ya Rabbi Ta’abbudan Wa Riqqa. Allahumma Inna ’Amali Dha’ifun Fadha’i Li. Allahumma Qini ’Adzabaka Yawma Tub’atsu ’Ibaduka Wa Tub’alayya Innaka Antat Tawwabur Rahim.” Maha Suci Engkau. Ya Allah, Engkaulah Tuhanku yang sebenarnya, aku sujud kepada-Mu ya Rabbi sebagai pengabdian dan penghambaan. Ya Allah, sungguh amalku lemah, maka lipatgandakan pahalanya bagiku. Ya Allah, selamatkan aku dari siksa-Mu pada hari hamba-hamba-Mu dibangkitkan, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang (kitab ”Mafatihul Jinan”).

Keempat, pengumpulan pakaian seragam bekas dan untuk selanjutkan diserahkan kepada adik kelas yang memerlukan. Dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat bagi mereka yang lulus dan memberikan motivasi bagi mereka yang tidak lulus untuk mempersiapkan diri mengkuti ujian ulangan.

Tentu, kegiatan alternatif untuk merayakan kelulusan UN itu dapat terlaksana dengan baik jika didukung seluruh civitas academica sekolah, dan juga orang tua siswa. Semoga.***

Penulis, Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.

Pikiran Rakyat, Edisi 26 April 2010

Jumat, 23 April 2010

INDRAMAYU MENANTI PEMIMPIN YANG MELAYANI

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Pemerhati Masalah Sosial, tinggal di Kuningan, Jawa Barat

Kabupaten Indramayu akan kembali melaksanakan perhelatan demokrasi lokal melalui pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Hal ini, menjadi momen penting karena tujuan awal berdirinya Kabupaten Indramayu adalah memperbaiki kinerja birokrasi. Salah satunya adalah perbaikan pelayanan. Melalui pemilukada secara langsung diharapkan terpilihnya pemimpin yang mampu melayani. Hal ini agar tercipta suasana pelayanan publik yang mudah dijumpai di Indramayu.
Pertanyaannya sekarang, aspek apa yang diperlukan dalam melayani Kabupaten Indramayu? Paling tidak, ada tiga aspek dalam melayani. Pertama, melayani dengan hati. Melayani harus dimulai dari dalam diri. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam hati, kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Ciri dari pemimpin yang mampu melayani dengan hati adalah: (1) Tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Orientasinya bukan untuk kepentingan pribadi maupun golongan, tetapi justru untuk kepentingan publik yang dipimpinnya. (2) Memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan orang-orang yang dipimpinnya. (3) Memiliki perhatian terhadap mereka yang dipimpinnya. Perhatian akan kebutuhan, kepentingan, dan harapan. (4) Akuntabilitas, penuh tanggungjawab dan dapat diandalkan. Artinya, perkataan dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. (5) Mau mendengar setiap kebutuhan dan harapan dari orang-orang yang dipimpinnya. (6) Mampu mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Karenanya, pemimpin sejati harus selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Aspek kedua, melayani dengan kepala (pikiran). Ada tiga hal penting dalam melayani dengan pikiran: (1) Memiliki visi yang jelas. (2) Responsive. Artinya, seorang pemimpin harus senantiasa tanggap dalam setiap persoalan, kebutuhan, dan harapan dari orang-orang yang dipimpinnya. Juga selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan maupun tantangan yang dihadapi. (3) Performance coach, menjadi pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya.
Dan aspek ketiga adalah melayani dengan tangan. Paling tidak ada empat perilaku yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang melayani dengan tangan: (1) Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tapi juga memiliki kerinduan untuk mengemban amanah dengan baik, karena kepemimpinan adalah beban, bukan kehormatan. (2) Fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. (3) Mau belajar. (4) Senantiasa menselaraskan dirinya terhadap komitmen untuk ibadah dan melayani sesamanya.
Selain kemampuan dalam melayani, seorang pemimpin harus juga memiliki kualitas di atas rata-rata dari mereka yang dipimpinnya. Kualitas itu menyangkut dalam hal keyakinan (iman), kepribadian (akhlak) dan keahlian memimpin atau skill of leadership. Kualitas tersebut haruslah menyatu dalam keseluruhan tindakan, sehingga kata sejalan dengan tindakan. Janji yang disampaikan pada saat kampanye akan direalisasikan setelah dirinya menjadi pemimpin. Kepemimpinan adalah amanah dan setiap amanah akan dimintai pertanggung jawabannya.
Kualitas secara operasional sebagaimana dikemukakan oleh Keith Davis adalah: (1) Kualitas intelegensia. Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan yang relatif lebih daripada mereka yang dipimpinnya. (2) Kematangan dan keluasan pandangan sosial. Sehingga dengan kematangan tersebut diharapkan dapat mengendalikan keadaan, kerjasama sosial serta mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri. (3) Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi. (4) Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan sosial.
Lebih terperinci lagi George R. Terry menyebutkan delapan sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (kepala daerah), yaitu: (1) Penuh energi, baik rohani maupun jasmani. (2) Mempunyai stabilitas dalam emosi dan perasaan. Artinya seorang pemimpin tidak boleh berprasangka atau berpikir apriori buruk tentang mereka yang dipimpinnya. (3) Berpengetahuan luas dalam hubungan sosial. (4) Keinginan untuk menjadi pemimpin harus menjadi daya pendorong yang muncul dari dalam dan tidak didesakkan dari luar. (5) Mahir dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. (6) Cakap. Artinya, pemimpin sejati harus bisa memberi semangat, mengembangkan, dan memajukan orang-orang yang dipimpinnya. (7) Mempunyai kemahiran di bidang sosial. Seorang pemimpin harus memiliki sifat suka menolong, senang jika orang lain maju, ramah dan dapat menghargai pendapat orang lain. (8) Mempunyai kecakapan teknis. Seorang pemimpin harus mampu merencanakan, mendelegasikan, mengambil keputusan, mengawasi dan meneliti.
Dan, merujuk itu semua, tampak bahwa posisi pemimpin Kabupaten Indramayu bukanlah posisi yang mudah diisi oleh orang-orang populer atau individu-individu yang hanya pandai berbicara. Pemimpin yang dibutuhkan saat ini dan ke depan adalah pemimpin yang mampu melayani, terlebih disertai keteladanan yang tulus dan konkret, tidak sebatas pada pemimpin tingkat atas, melainkan juga diikuti seluruh jajaran di bawahnya, sehingga dapat mengantarkan kepada suasana keramahan hidup. Wallahu a’lam.


* HU Republika, Kabar Jabar, Lenyepaneun, Rabu, 21 PRIL 2010

Rabu, 07 April 2010

Menegakkan Supremasi Hukum

Harian Republika. Kamis, 08 April 2010 pukul 07:45:00

Menegakkan Supremasi Hukum

Oleh Imam Nur Suharno MPdI

Suatu hari, para pembesar Quraisy menggelar rapat khusus. Pasalnya, salah seorang wanita Quraisy dari Bani Makhzum telah mencuri. Antara panik dan resah karena takut kasus ini terekspos ke publik, mereka pun berpikir keras. Siapa orang yang bisa melobi Rasulullah SAW untuk mempetieskan kasus ini. Pilihan pun jatuh ke Usamah bin Zaid.

Usamah bergegas menemui Rasulullah SAW dengan sangat hati-hati dan penuh harap. Pemuda kesayangan Nabi SAW itu mengungkapkan maksud kedatangannya. Intinya, ia meminta hak khusus agar Nabi SAW tidak memidanakan kasus ini. Paham akan kedatangan Usamah, Rasulullah SAW menjadi merah wajahnya. Beliau menahan marah luar biasa. Lalu, Rasulullah SAW berdiri seraya berkata, "Sesungguhnya, yang telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu adalah (sikap tercela mereka). Apabila yang mencuri itu adalah orang terpandang di antara mereka, mereka membiarkannya. Namun, apabila yang mencuri itu adalah orang yang lemah, mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, andai Fatimah, putri Muhammad, mencuri niscaya aku potong tangannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas menggambarkan ketegasan Rasulullah SAW dalam masalah hukum. Tegas dalam menegakkan supremasi hukum, tanpa pilih kasih, tanpa pandang bulu, atau tebang pilih siapa pun pelakunya. Hukum harus bersih dari intervensi kepentingan siapa pun. Sistem birokrasi pun harus bersih dari unsur keluarga dan kekerabatan.

Tegaknya supremasi hukum akan melahirkan kepastian. Kepastian akan yang benar dan salah. Dari keseharian, kita sering kali menyaksikan keadilan masih berpihak kepada orang-orang yang terpandang. Sementara itu, kaum yang lemah sering kali terpinggirkan, bahkan menjadi bahan uji coba perundang-undangan.

Persoalan sederhana ditangani secara berlebihan. Yang seharusnya diselesaikan menurut ukurannya justru menjadi besar dan luas hanya karena tidak mampu menempatkan persoalan secara proporsional. Sementara itu, persoalan yang besar justru seakan-akan hilang begitu saja.

Oleh karena itu, keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas. Maksudnya, tidak berpihak, kecuali pada kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Allah SWT menegaskan, "Hai, orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan, janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Almaidah [5]: 8). Wallahualam.