Senin, 12 Desember 2011

MENUJU PALESTINA MERDEKA

Oleh H Imam Nur Suharno SPd MPdI
Pemerhati Masalah Sosial dan Pengurus DPD Persatuan Guru Madrasah (PGM), Kuningan, Jawa Barat

MASIH terngiang di benak kita aksi kebrutalan tentara marinir Israel terhadap kapal pembawa bantuan kemanusiaan, Mavi Marmara, di perairan Internasional, sekitar 128 kilometer dari pantai Gaza, Palestina, Senin 31 Mei 2011 lalu.
Aksi-aksi kebrutalan dan kebiadaban Israel terhadap warga Palestina seakan tidak pernah berhenti, dari dulu, sekarang, dan yang akan datang. Sepanjang sejarah berdirinya negara penjajah Zionis Israel semenjak tahun 1948, tidak pernah menunjukkan niat baik bagi wilayah-wilayah di sekitarnya. Tidak pernah mengindahkan resolusi-resolusi dunia Internasional. (Konferensi Perdamaian Madrid (1991), Oslo (1993), Sharm Al-Shekh (1999), serta Peta Jalan Perdamaian (Road Map for Peace 2003) gagasan Quartet (AS, Rusia, PBB, dan UE). Resolusi dan kesepakatan itu semua tidak ada satupun yang dilaksanakan penjajah Zionis Israel. Israel seakan berdiri di atas hukum (dakwatuna.com).
"Le historie se repete", kata orang Prancis. Sejarah akan kembali berulang, termasuk sejarah kebencian kaum Yahudi terhadap umat Islam. Mereka tak akan pernah senang dengan kedamaian yang didapatkan kaum muslimin, terutama Palestina. Dalam hal ini, Allah SWT menegaskan, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 120).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menerangkan bahwa kaum Yahudi memiliki sikap yang paling keras permusuhannya terhadap umat Islam. ”Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: ”Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS Almaidah [5]: 82).
Dalam Alquran, Allah SWT telah mengurai karakter utama kaum Yahudi atau Israel tersebut. Yaitu, karakter yang selalu melekat dalam sepanjang sejarah kehidupan mereka, hingga akhir zaman. Pertama, kaum Yahudi suka menyembunyikan kebenaran (alhaq). Allah SWT menegaskan, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS Albaqarah [2]: 42).
Kedua, kaum Yahudi suka ngeyel dan keras kepala. Allah SWT berfirman, “Mereka menjawab: “mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.”
“Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
“Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu).”
“Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata: ”Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS Albaqarah [2]: 68-71).

Ingkar Janji
Ketiga, kaum Yahudi suka ingkar janji. Allah SWT menegaskan, ”Dan mereka berkata: ”Hai ahli sihir, berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami hilangkan azab itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya).” (QS Az-Zukhruf [43]: 49-50).
Keempat, kaum Yahudi memiliki sifat bakhil dan tamak. Firman Allah SWT, ”Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada manusia.” (QS Annisa [4]: 53).
Kelima, kaum Yahudi suka berbuat dosa, menyebarkan permusuhan, dan memakan yang haram. Allah SWT berfirman, ”Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS Almaidah [5]: 62-63).
Keenam, kaum Yahudi suka mempermainkan ayat-ayat Allah SWT dan mengubah yang halal menjadi haram atau sebaliknya sesuai keinginannya. Allah SWT berfirman, ”(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, ”Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan (mereka mengatakan pula), ”Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), ”Raa'ina” dengan memutarbalikkan lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, ”Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (QS Annisa [4]: 46).
Ketujuh, kaum Yahudi suka membunuh para nabi hanya karena ajarannya tidak sesuai tradisi dan kebiasaan hidupnya. Allah SWT berfirman, ”Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS Ali Imran [3]: 112).
Kedelapan, kaum Yahudi suka membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat keadilan dan kebajikan. Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar) dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, sampaikanlah kepada mereka kabar gembira yaitu azab yang pedih. Mereka itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.” (QS Ali Imran [3]: 21-22).
Dan masih banyak lagi karakter buruk yang melekat pada diri kaum Yahudi yang diterangkan dalam Alquran. Pantaslah bila Allah SWT menggambarkan mereka sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat. ”Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya.” (QS Al-Furqan [25]: 44).
Oleh karena itu, tiada kata lain kecuali dengan merapatkan barisan (shaf), bergandengan-tangan, dan bersatu-padu dalam menyelesaikan permasalahan Palestina, termasuk mendukung sepenuhnya menuju Palestina merdeka. Wallahu a’lam.

•Kabar Cirebon, Opini, 19/11-2011.

Jumat, 09 Desember 2011

BALASAN AMAL SHALEH

Oleh: H Imam Nur Suharno MPdI

Nilai kebaikan diukur melalui amal shaleh. Amal shaleh merupakan implikasi dari keimanan seseorang. Amal shaleh memiliki tempat yang mulia dalam ajaran Islam. Karena itu, Islam memberikan balasan kebajikan untuk orang-orang yang istikamah dalam beramal shaleh.

Di antara balasan yang dijanjikan Allah SWT itu adalah, pertama, diberi pahala yang besar. ”Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal shaleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS al-Maidah [5]: 9).
Kedua, diberi kehidupan yang layak.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS an-Nahl [16]: 97).

Ketiga, diberi tambahan petunjuk. “Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal shaleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS Maryam [19]: 76).

Keempat, dihapuskan dosa-dosanya. “Dan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS al-Ankabut [29]: 7).

Kelima, dimuliakan hidupnya. “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS al-Isra’ [17]: 70).

Keenam, dijauhkan dari kegagalan. ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-Ashr [103]: 1-3).

Untuk itu, hanya amal shaleh yang berasal dari keimanan kepada Allah SWT, keyakinan akan keadilan-Nya, dan hanya berharap akan rahmat-Nya yang akan membawa manfaat dalam kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.

Republika Online, Hikmah, (10/12)

Kamis, 08 Desember 2011

BEBERAPA TUNTUNAN FIQIH PERJALANAN

Oleh Imam Nur Suharno
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (SETIA) Husnul Khotimah, Kuningan


KINI musim haji telah tiba. Jutaan kaum muslimin dari segala penjuru dunia berbondong-bondong menuju Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu melaksanakan ibadah haji.
Di antara seremonial sebelum melakukan perjalanan jauh (syafar) para jemaah calon haji biasanya menyelenggarakan acara walimatussyafar, sebagai sarana untuk halal bihalal dengan para keluarga, tetangga, teman sejawat, dan masyarakat. Acara waliimatussyafar ini merupakan bagian dari rangkaian adab-adab Syafar, bukan bagian dari rangkaian ibadah haji.
Islam memberikan perhatian besar terhadap etika dalam melakukan syafar ini. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adab-adab ber-syafar oleh orang-orang yang hendak melakukan perjalanan jauh, termasuk bagi para jemaah calon haji.
Pertama, sebelum berangkat meninggalkan rumah dianjurkan untuk salat dua rakaat yang dilanjutkan dengan berdoa agar urusannya dimudahkan. Kedua, orang yang akan melakukan Syafar hendaknya mengucapkan wada' (pamitan) kepada keluarga, tetangga dan para teman dekatnya. Tujuannya untuk meminta maaf dan minta agar didoakan. Ketiga, ketika tiba di rumah (pulang) dianjurkan agar menuju masjid terdekat untuk salat dua rakaat, dan demikian juga apabila masuk ke rumah dianjurkan pula salat dua rakat, lalu berdoa dan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT.
Keempat, hendaknya orang yang akan melakukan Syafar mengembalikan barang-barang titipan dan tanggungan yang ada padanya kepada pemiliknya, karena Syafar merupakan pekerjaan yang berpotensi terjadinya musibah (kematian). Kelima, hendaknya menyiapkan perbekalan yang bersumber dari yang halal, dan meninggalkan nafkah kepada semua orang yang wajib dinafkahinya seperti istri, anak, dan orang tua. Keenam, hendaknya berpamitan dengan keluarga, saudara-saudara, dan teman-temannya dengan mendoakan mereka dengan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, "Astaudi'ullaaha diinaka wa amaanataka wakhawaatiima 'amalika", aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan penutup amal perbuatanmu (HR Abu Dawud). Sedangkan orang yang akan ditinggalkan mengucapkan doa, "Zawwadakallaahu attaqwaa waghafaraka dzanbaka wawajjahaka ilalkhairi haitsu tawajjahta, semoga Allah membekali ketakwaan untukmu, mengampuni dosamu, dan memalingkanmu kepada kebaikan di mana saja kamu berada (HR Nasa'i).
Ketujuh, hendaklah orang-orang yang bersafar mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi amir dalam Syafar. Rasulullah SAW bersabda, "Jika tiga orang keluar untuk bersyafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin rombongan" (HR Bukhari).
Kedelapan, hendaklah orang yang akan bersafar ketika meninggalkan rumahnya ia berdoa yang artinya, "Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (setan atau orang yang berwatak setan), atau tergelincir dan digelincirkan (orang lain), atau dari berbuat bodoh atau dibodohi" (HR Abu Daud).

Bertakbir

Kesembilan, hendaklah orang yang bersyafar bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar) ketika melewati tempat yang tinggi. Kesepuluh, apabila takut terhadap gangguan manusia, maka hendaklah ia berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang artinya, "Ya Allah, sesungguhnya kami menjadikan Engkau sebagai penolong dalam menghadapi mereka, dan sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan-kejahatan mereka" (HR Abu Dawud).
Kesepuluh, hendaklah ia memperbanyak doa di dalam syafarnya dan memohon kepada Allah SWT kebaikan dunia dan akhirat. Karena safar merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda, "Terdapat tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi padanya: doa orang yang didzalimi, doa orang yang bersafar, dan doa orang tua kepada anaknya" (HR Tirmidzi).
Kesebelas, apabila singgah di suatu tempat, hendaklah ia mengucapkan, yang artinya, "Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan" (HR Muslim). Kedua belas, apabila ia mendapatkan hari telah malam di dalam syafarnya, maka hendaknya ia mengucapkan, yang artinya, "Wahai bumi, Rabbku dan Rabbmu adalah Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu dan kejahatan apa yang ada di dalammu. Begitu pula dari kejahatan makhluk yang diciptakan di dalammu dan dari kejahatan sesuatu yang merayap di atasmu. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setiap singa, ular hitam besar, ular, dan kalajengking, serta dari kejahatan penduduk negeri ini, dan dari kejahatan orang tua dan anaknya" (HR Ahlu Sunan dan Muslim).
Ketiga belas, apabila takut atau gelisah karena kesepian, hendaklah mengucapkan, yang artinya, "Maha Suci Raja Yang Maha Suci, Rabb para malaikat dan ruh, telah diagungkan langit-langit dan bumi dengan kemuliaan dan kekuasaan" (HR Thabrani). Keempat belas, apabila tidur di awal malam hendaklah tidur berbantalkan lengan tangannya, dan jika tidur di akhir malam, hendaklah menegakkan lengan tangannya dan kepala di atas telapak tangannya, sehingga ia tidak ketiduran dan tertinggal salat subuh pada waktunya.
Kelima belas, hendaklah segera pulang kepada keluarga dan pulang ke keluarganya. Keenam belas, apabila hendak pulang atau kembali ke kampung halamanan, maka hendaklah dia bertakbir sebanyak tiga kali, dan mengucapkan doa berikut serta mengulang-ulanginya beberapa kali, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yang artinya, "(Kami) kembali, bertaubat, beribadah dan memuji kepada Tuhan kami" (HR Bukhari dan Muslim).
Ketujuh belas, hendaklah ia tidak kembali ke keluarganya di malam hari (HR Bukhari dan Muslim), dan hendaklah dia mengutus kepada mereka (keluarga) seorang yang memberitakan (kabar gembira) akan kedatangannya, sehingga tidak mengejutkan mereka.
Itulah beberapa tuntunan dalam fiqih perjalanan. Dengan memperhatikan fiqih safar tersebut diharapkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh (safar) akan mendapatkan keberkahan dalam perjalanan dan ridha-Nya, termasuk dimudahkan dalam meraih predikat haji mabrur bagi jemaah calon haji. Semoga.***

*) Kabar Cirebon, Opini, 14 Oktober 2011

Rabu, 07 Desember 2011

KEUTAMAAN SHALAT DHUHA

Oleh Imam Nur Suharno

Shalat dhuha memiliki rahasia yang menakjubkan dengan bertaburkan keutamaan. Seandainya orang-orang yang melupakannya itu mengetahui keutamaannya, pastilah mereka tidak akan pernah melewatkan untuk shalat dhuha.
Di antara keutamaan itu adalah, pertama, sebagai pengganti sedekah anggota badan. Manusia memiliki 360 sendi, yang setiap sendinya hendaknya dikeluarkan sedekah pada setiap harinya. Tentu, hal ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi, Rasulullah SAW menawarkan solusi praktis untuk mengatasi itu semua, yaitu dengan menggantinya dua rakaat shalat dhuha.
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap sendi tubuh setiap orang di antara kamu harus disedekahi pada setiap harinya. Mengucapkan satu kali tasbih (Subhanallah) sama dengan satu sedekah, satu kali tahmid (Alhamdulillah) sama dengan satu sedekah, satu kali tahlil (La ilaha illallah) sama dengan satu sedekah, satu kali takbir (Allahu Akbar) sama dengan satu sedekah, satu kali menyuruh kebaikan sama dengan satu sedekah, dan satu kali mencegah kemungkaran sama dengan satu sedekah. Semua itu dapat dicukupi dengan melaksanakan dua rakaat shalat dhuha.” (HR Muslim dan Abu Dawud).
Kedua, dibangunkan istana dari emas. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa shalat dhuha 12 rakaat, maka Allah SWT akan membangunkan baginya istana dari emas di surga.” (HR Ibnu Majah).
Ketiga, diampuni dosa-dosanya. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menjaga shalat dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR Ibnu Majah). Dalam hadis yang lain, “Barang siapa yang menunaikan shalat Subuh kemudian ia duduk dan tidak mengucapkan perkataan yang sia-sia, melainkan berdzikir pada Allah SWT hingga menunaikan shalat dhuha empat rakaat, maka dosa-dosanya akan terhapus bersih seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya, ia tidak punya dosa.” (HR Abu Ya’la).
Keempat, dicukupi kebutuhan hidupnya. Dalam hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, rukuklah (shalatlah) karena Aku pada awal siang (shalat dhuha) empat rakaat, maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)-mu sampai sore hari.” (HR Tirmidzi).
Kelima, mendapat pahala setara ibadah haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, ” Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir untuk Allah sampai matahari terbit kemudian (dilanjutkan dengan) mengerjakan shalat dhuha dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya.” (HR Tirmidzi).
Keenam, masuk surga melalui pintu dhuha. Sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya di surga kelak terdapat pintu yang bernama adh-Dhuha, dan pada hari kiamat nanti akan terdengar panggilan, di manakah orang-orang yang melanggengkan shalat dhuha, ini adalah pintu kalian masuklah dengan rahmat Allah SWT.” (HR Thabrani).
Saudaraku, begitu banyak keutamaan yang Allah janjikan kepada orang-orang yang membiasakan shalat dhuha. Masihkah kita tidak tergiur untuk mengerjakannya? Janji Allah mana lagi yang akan kita ragukan? Wallahu a’lam.

•Republika, Hikmah, 7/12-2011