Senin, 22 November 2010

GURU MERUPAKAN AHLI WARIS PARA NABI

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Guru adalah insan yang sangat dihormati dan dimuliakan. Pada suatu hari, Rasulullah SAW keluar dari rumah. Tiba-tiba beliau melihat ada dua majelis yang berbeda. Majelis yang pertama ialah majelis orang-orang ibadah yang sedang berdoa kepada Allah SWT dengan segala kecintaan kepada-Nya, sedangkan majelis yang kedua ialah majelis pendidikan atau pengajaran yang terdiri atas para guru dan sejumlah muridnya.
Melihat dua majelis yang berbeda tersebut, beliau bersabda, ”Adapun mereka dari majelis ibadah, mereka sedang berdoa kepada Allah. Jika mau, Allah menerima doa mereka, dan jika tidak, Allah menolak doa mereka itu. Tetapi, mereka yang termasuk dalam majelis pengajaran, mereka sedang mengajar manusia. Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah juga menjadi seorang guru.” Kemudian beliau sendiri datang mendekati majelis yang kedua yaitu majelis pendidikan, bahkan beliau ikut duduk bersama mereka mendengar pengajaran yang disampaikan oleh seorang guru. (Khairul Anwar bin Mastor dalam bukunya Personaliti Pelajar Muslim).
Bahkan, Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, pernah menyatakan bahwa guru itu hampir seperti seorang rasul. Mungkin itu terlalu berlebihan. Karena memang pada dasarnya, antara rasul dan guru memiliki tugas dan peranan yang sama yaitu mendidik, mengajar, dan membina umat.
Dalam Alquran Allah SWT menegaskan tugas para rasul, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Ali Imran [3]: 164).
Dalam ayat tersebut setidaknya ada tiga tugas pokok seorang rasul yang bisa dijadikan pegangan oleh setiap guru, yaitu pertama, membacakan ayat-ayat Allah (at-tilawah); kedua, membersihkan jiwa (at-tazkiyah); dan ketiga, mengajarkan Al-Qur’an (al-kitab) dan sunah (al-hikmah).
Selain sebagai profesi yang mulia, guru juga sebagai arsitek peradaban bangsa. Itu karena maju dan mundurnya tatanan bangsa ke depan akan sangat bergantung pada peran seorang guru dalam menyiapkan calon pemimpin/pengelola bangsa pada masa yang akan datang.
Guru merupakan profesi yang paling mulia, agung dan dihormati. Hal itu karena pertama, guru sebagai ahli waris para nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW melalui para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para ulama dan guru terdahulu. Karena itulah, para guru pantas disebut sebagai ahli waris para nabi. Namun, guru yang tidak mengamalkan dan mengajarkan ilmu sesuai tuntunan Rasulullah SAW bukan ahli waris para nabi. (Fuad Asy-Syalhub dalam bukunya Guruku Muhammad SAW).
Kedua, menjadi guru berarti memiliki peluang mendapatkan amalan yang terus mengalir, yaitu dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada peserta didik. Sabda Nabi SAW, “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu berdoa untuknya.” (H.R. Muslim).
Menurut Syaikh Jamal Abdul Rahman, jika guru mampu mendidik siswa menjadi saleh, maka hal itu masuk ke dalam ketiga kategori amal yang tidak akan putus sebagaimana dalam hadis di atas. Maksudnya, waktu dan tenaga yang disisihkan guru untuk mendidik siswa bisa menjadi sedekah jariyah. Ilmu yang guru sampaikan kepada siswa akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan, siswa yang dididik guru akan menjadi anak yang saleh, yang akan mendoakan dirinya, baik ketika guru masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Ketiga, guru banyak menciptakan generasi penerus bangsa. Pembangunan pendidikan memiliki peran sangat penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, sehingga sejak awal para pendiri bangsa telah menggariskannya dalam salah satu tujuan bernegara di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Bahkan, sebelum bangsa ini merdeka, Ki Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan menyatakan bahwa, melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul, sejajar dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.
Keempat, guru adalah profesi yang paling sehat diantara semua profesi yang ada, termasuk pengacara, dokter, pengusaha, dan lainnya. Kesehatan mental guru paling tinggi di antara semua profesi. Peneliti dari South Florida, yang melakukan survei terhadap 180.000 pekerja profesional di seluruh dunia mengatakan, profesi guru lebih dari sekadar pekerjaan, tetapi merupakan sebuah panggilan. Para guru mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang menyenangkan karena langsung berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Karena itu, wajar jika pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan guru. Terbitnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjadi harapan baru bagi profesi pendidik. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa guru akan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik, yaitu pemerintah akan memberikan tunjangan profesi yang setara dengan satu kali gaji pokok.
Oleh karena itu, wahai para guru, “Ajarilah anak didikmu, bukan dalam keadaan yang serupa denganmu. Didiklah dan persiapkanlah mereka untuk suatu zaman yang bukan zamanmu. Mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu.” (Ali bin Abi Tahlib). Wallahu a’lam.

* Pikiran Rakyat, Teropong, Senin, 15/11-2010