Kamis, 06 Januari 2011

SHALAT TAHAJUD

Oleh Imam Nur Suharno

Di antara ibadah sunah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW adalah shalat malam (Tahajud). Rasulullah mengerjakannya hingga kedua telapak kaki beliau bengkak-bengkak. Tahajud merupakan ibadah yang disyariatkan sebagai rahmat, tambahan kebaikan, dan keutamaan (QS Al-Muzzammil [73]: 1-4).

Shalat Tahajud menjadi jalan hidup dan amalan rutin bagi orang-orang saleh (HR Tirmidzi); orang-orang besar (takwa) (QS Adz-Dzariyat [51]: 17-18); 'Ibadurrahman (QS Al-Furqan [25]: 64); dan menjadi salah satu ciri orang-orang yang memiliki kesempurnaan iman (QS As-Sajdah [32]: 16-17).

Selain menjadi sumber energi keimanan, shalat Tahajud memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh orang-orang yang melaksanakannya. Pertama, menjaga kesehatan. Sabda Nabi SAW, "Lakukanlah shalat malam karena itu adalah tradisi orang-orang saleh sebelum kalian, sarana mendekatkan diri kepada Allah, pencegah dari perbuatan dosa, penghapus kesalahan, dan pencegah segala penyakit dari tubuh."

Kedua, merawat ketampanan/kecantikan. "Barang siapa yang banyak menunaikan shalat malam, maka wajahnya akan terlihat tampan/cantik di siang hari." (HR Ibnu Majah). Ketiga, meningkatkan produktivitas kerja. "Setan membuat ikatan pada tengkuk salah seorang di antara kalian ketika tidur dengan tiga ikatan dan setiap kali memasang ikatan dia berkata: 'Malam masih panjang, maka tidurlah.' Jika orang tadi bangun lalu berzikir kepada Allah SWT, maka terlepas satu ikatan, jika dia berwudhu, maka terlepas satu ikatan yang lainnya, dan jika dia melaksanakan shalat, maka terlepas semua ikatannya.
Pada akhirnya, dia akan menjadi segar dengan jiwa yang bersih. Jika tidak, dia akan bangun dengan jiwa yang kotor yang diliputi rasa malas." (HR Bukhari).

Keempat, mempercepat tercapainya cita-cita dan rasa aman. "Ketahuilah sesungguhnya Allah tertawa terhadap dua orang laki-laki: Seseorang yang bangun pada malam yang dingin dari ranjang dan selimutnya, lalu ia berwudhu dan melakukan shalat. Allah SWT berfirman kepada para Malaikat-Nya, "Apa yang mendorong hamba-Ku melakukan ini?" Mereka menjawab, "Wahai Rabb kami, ia melakukan ini karena mengharap apa yang ada di sisi-Mu." Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku telah memberikan kepadanya apa yang ia harapkan (cita-citakan) dan memberikan rasa aman dari apa yang ia takutkan." (HR Ahmad).

Kelima, melembutkan hati yang keras. Dari Abu Hanifah, "Saya tidak lebih dari satu ayat yang saya baca ketika melakukan shalat malam." Satu ayat tersebut dibaca berulang-ulang semalam suntuk, "Sesungguhnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit." (QS Al-Qamar [54]: 46). Karena itu, bersegeralah untuk menunaikan shalat Tahajud dan raih manfaatnya (balasannya) (QS As-Sajdah [32]: 17). Wallahu a'lam.

Dimuat HU Republika, Hikmah, 6/1-2011

Minggu, 02 Januari 2011

BERCANDA

BERCANDA
Oleh Imam Nur Suharno

Bercanda merupakan bagian dari kehidupan umat manusia. Tanpa canda, hidup terasa hampa dan monoton. Untuk itu, Islam memperbolehkan umatnya bercanda, asal tidak berlebihan. Rasulullah SAW pun pernah bercanda.

Dari Hasan RA, dia berkata, ada seorang perempuan tua yang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah supaya memasukkanku ke dalam surga." Rasulullah SAW menjawab, "Wahai Ummu fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki oleh orang yang sudah tua renta."

Perempuan itu pun berpaling sambil menangis. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, "Beri tahu dia kalau dia tidak akan masuk surga dalam keadaan sudah tua renta. Sebab, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta, lagi sebaya umurnya." (QS Al-Waqiah [56]: 35-37). (HR Tirmidzi).

Islam telah memberikan tuntunan dalam bercanda agar canda yang dilakukan itu tidak berbalik menjadi dosa. Pertama, tidak berlebihan. Sebab, canda yang berlebihan akan menjatuhkan kehormatan dalam pandangan manusia. Kehormatan harga diri di dalam Islam sama dengan kehormatan darah dan harta. Kesadaran orang untuk tidak mencuri harta atau mencelakai orang lain, belumlah cukup tanpa adanya kesadaran untuk menjaga kehormatan orang. Sabda Nabi SAW, "Setiap Muslim dengan Muslim lain diharamkan darah, harta, dan harga dirinya." (HR Muslim).

Kedua, bukan cacian dan cemoohan. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)." (QS Al-Hujurat [49] :11).
Ketiga, tidak menjadikan canda sebagai kebiasaan. Kesungguhan dan serius adalah karakter pribadi Muslim, sedang kelakar hanya sekadar jeda, rehat dari kepenatan.

Keempat, isi canda bukan dusta dan tidak dibuat-buat. Sabda Nabi SAW, "Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa, celakalah!" (HR Abu Dawud).

Kelima, tidak menjadikan aspek agama sebagai materi canda. Allah SWT menegaskan, "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa." (QS At-Taubah [9]: 65-66). Wallahu a'lam.
* Republika,Hikmah, 28 Desember 2010