Senin, 30 Juni 2008

Kurikulum Terpadu

KURIKULUM TERPADU

Reformasi 1998 memang berhasil mengantarkan bangsa Indonesia menjadi negara demokrasi, namun ternyata atas nama demokrasi juga, kekerasan seperti telah menjadi pertunjukan teater di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekerasan demi kekerasan pun berlangsung tiada henti sejak 1998. Kekerasan seolah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan Indonesia. Lebih memprihatinkan lagi, di beberapa kota besar, budaya kekerasan seperti menjadi ekstrakurikuler para pelajar, baik SMP, SMA, SMK, dan bahkan mahasiswa. Sedemikian parahnya masalah-masalah ini berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, sehingga secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kehidupan seluruh warga negara Indonesia.

Mengapa bangsa Indonesia yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang religius, ramah, cinta damai, dan santun, tiba-tiba bermetamorfosis menjadi bangsa yang menjunjung tinggi budaya kekerasan? Padahal, pendidikan di Indonesia baik formal, non formal maupun informal merupakan proses yang dengan sengaja dilakukan untuk tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian yang mantap, mandiri serta bertanggungjawab, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut hemat penulis, ada beberapa cara yang dapat dilakukan guna mengembalikan budaya bangsa yang santun, cinta damai, ramah, dan religius. Pertama, melalui kurikulum terpadu (integrated curriculum). Menurut Cohen dan Manion (1992), kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Oleh karena itu, seyogyanya kurikulum terpadu ini perlu dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga mampu menjelaskan realitas keagamaan yang sebenarnya. Hal tersebut sebagai landasan pengembangan, cara dan proses pengembangan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Karena hakikat dari pendidikan adalah perubahan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan setelah mengetahui kemudian mengamalkannya.

Kedua, melalui internalisasi nilai-nilai keagamaan. Penyadaran merupakan inti proses pembelajaran dengan aktif bertindak dan berpikir sebagai pelaku, dengan langsung dalam permasalahan yang nyata, dan dalam suasana yang dialogis, sehingga mampu menumbuhkan kesadaran kritis terhadap realitas, maka siswa mulai masuk ke dalam proses pengertian dan bukan proses menghafal semata-mata. Seperti halnya pendekatan pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan, pembiasaan untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama, menggugah perasaan dan spiritual peserta didik dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agama, memberikan peranan kepada akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama, serta menyajikan ajaran agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatannya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Hal ini akan mewujudkan keshalihan sosial, dan keshalihan individual peserta didik dan merubah perilaku yang hanya menjadi simbol-simbol keagamaan ke nilai substantif yang diwujudkan dalam kehidupan obyektif empiris sehari-hari.

Ketiga, melalui keteladanan. Keteladanan merupakan sarana efektif untuk menuju keberhasilan pendidikan. Pendidik adalah prototipe dalam pandangan siswa. Oleh sebab itu, teladan yang baik dalam pandangan siswa pasti akan diikutinya dengan perilaku dan akhlak yang baik pula. Keteladanan itu akan terpatri dalam jiwanya. Oleh karena itu, orang-orang terdahulu begitu serius dalam memilih pendidik yang terbaik untuk anak mereka. Umar bin Utbah menulis surat kepada pendidik anaknya, ”Hendaklah yang pertama kau lakukan dalam menshalihkan anakku adalah menshalihkan dirimu sendiri sebab pandangan mereka sangat ditentukan oleh pandanganmu. Yang disebut baik oleh mereka adalah apa yang kau lakukan dan yang disebut buruk oleh mereka adalah apa yang kau tinggalkan.” Dalam peribahasa dikatakan, guru kencing berdiri, maka siswa kencing berlari.

Dan keempat, pembentukan lingkungan sekolah yang kondusif sebagai laboratorium pengamalan nilai-nilai agama. Oleh karena itu sekolah harus mengusahakan terciptanya situasi yang tepat sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar (learning experiences) pada diri siswa, dengan mengerahkan segala sumber (resources) dan menggunakan strategi pembelajaran (teaching-learning strategy) yang tepat (appropriate). Seperti sekolah plus pesantren atau sekolah islam terpadu. Sedangkan bagi sekolah yang siswanya pulang pergi, maka keluarga harus mampu menciptakan suasana rumah yang mendukung pada pembelajaran di sekolah.

Minggu, 29 Juni 2008

POTRET KEPEMIMPINAN KAUM MUDA

Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, pemuda selalu memiliki peranan yang besar dan strategis, karena untuk menuju kebangkitan bangsa diperlukan daya kekuatan berupa keyakinan yang kuat, ketulusan, semangat kejujuran, kesungguhan dalam kerja dan pengorbanan. Memang, selalu ada harapan baru pada figur pemuda. Harapan akan kesegaran gagasan, kekuatan pikiran, ketangguhan stamina, dan keberanian dalam memberantas penyimpangan.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda menempati peranan yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan, pemuda menjadi ujung tombak perjuangan melawan penjajahan ketika itu. Selain sebagai pengontrol independen terhadap kebijakan pemerintah dan penguasa, pemuda juga aktif melakukan kritik tajam, hingga menurunkan pemerintahan apabila pemerintahan tersebut tidak lagi berpihak kepada rakyat.

Sekaitan dengan kepemimpinan, misalnya, John F. Kennedy menjabat Presiden Amerika Serikat di usia 35 tahun, Tony Blair sebagai Perdana Menteri Inggris usia 44 tahun, Benazir Bhutto menjabat Perdana Menteri Pakistan usia 35 tahun, Ir. Soekarno, menjabat Presiden Republik Indonesia pertama pada usia 44 tahun.

Muhammad Hidayat Nur Wahid dilantik menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam usia 44 tahun. Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini adalah anugerah zaman yang harus disyukuri, didukung dan diteladani. Bagaimana tidak, ketika orang-orang dan pemerintah pada khususnya, baru berteriak-teriak tentang pemberantasan korupsi, ia sudah menerapkan hidup dengan konsep sederhana. Fasilitas mobil mewah adalah hal pertama yang ia tolak saat memangku jabatan Ketua MPR RI. Ia juga menolak dan menyeru agar anggota dewan dan wakil rakyat yang terhormat tidak perlu menginap di suite room hotel berbintang lima yang cukup mahal harganya. Sebagai gantinya, ia lebih memilih menginap di ruang kerja.

Dari dunia Islam, kita mengenal nama Umar bin Abdul Aziz, saat dilantik menjadi khalifah pada usia yang masih sangat muda, yaitu 35 tahun. Adil, jujur, sederhana dan bijaksana, itulah ciri khas kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai khalifah kelima yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentu praktik korupsi. Sehingga pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.

Dan, contoh dari segala teladan adalah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau mendapat wahyu pertama yang sekaligus menandai kerasulannya pada usia 40 tahun. Setelah itu, beliau dan pengikutnya berjibaku mempertahankan dan menyebarkan Islam, hingga akhirnya Islam benar-benar menjadi rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Kisah hidup dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, tak tertandingi keindahan biografi tokoh dunia manapun. Itulah sebabnya nama besar Muhammad SAW tak tergoyahkan dari urutan teratas tokoh paling berpengaruh sedunia.

Michael Hart dalam bukunya “The 100, a Rangking of The Most Influential Persons in History”, menempatkan Rasulullah SAW sebagai orang yang paling berpengaruh dalam sejarah. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memiliki kecerdasan manajerial yang tinggi dalam mengelola, mengatur dan menempatkan anggota masyarakatnya dalam berbagai posisi sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat mencapai tujuan utama, yaitu membangun masyarakat madani yang berlandaskan nilai-nilai Ilahi.

Rasulullah SAW adalah sosok pemimpin yang mengedepankan kebersamaan. Beliau mengusulkan sebuah ide win-win solution dalam penyelesaian masalah peletakkan hajar aswad. Direntangkannya sebuah kain besar, kemudian hajar aswad diletakkan di bagian tengahnya, lalu beliau meminta kepada setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung kain tersebut. Setelah itu, hajar aswad disimpan ke tempat semula di Ka’bah. Dengan cara seperti itu, tidak ada satupun kabilah yang merasa dirugikan, bahkan mereka sepakat untuk menggelari beliau sebagai al amin (orang yang terpercaya).

Pada tahun 2009 kita akan melaksanakan pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden. Pemilu menjadi krusial karena menjadi momentum pergantian kepemimpinan nasional, baik pada level eksekutif maupun legislatif. Ada sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh kalangan muda dalam memimpin bangsa ke depan. Tidak cukup hanya bermodalkan semangat yang tinggi dan wajah yang tampan. Kriteria itu di antaranya, kalangan muda harus memiliki wawasan yang luas, memiliki kepedulian dan penuh tanggung jawab, memiliki jaringan yang luas dengan politisi, pengusaha, maupun TNI, sehingga ketika terpilih maka akan bisa berkomunikasi dengan semua kalangan.

Kepemimpinan kalangan muda diyakini sudah siap tampil tahun 2009. Namun citra kepemimpinan kaum muda tergantung pada keberhasilan kalangan muda yang menang di pemilihan kepala daerah saat ini. Bila kaum muda dapat menunjukkan kemampuannya dalam memimpin daerah, dapat melayani masyarakat, dan dapat memenuhi janji-janjinya pada saat kampanye, maka tidak menutup kemungkinan tahun 2009 adalah milik kaum muda. Kini saatnya yang muda tampil memimpin.