Senin, 12 September 2011

BERBURU LAILATULKADAR

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI*

Penulis Buku Panduan Lengkap Shalat Tahajud, dan Pengurus DPD Persatuan Guru Madrasah (PGM), Kuningan, Jawa Barat

Pada bulan Ramadan umat Islam berduyun-duyun memenuhi masjid maupun musala untuk menghidupkan Ramadan yang sarat dengan keutamaan. Salah satu keutamaan di bulan Ramadan adalah malam kemuliaan (lailatulkadar).
Sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya bulan ini (Ramadan) telah datang. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang menjauhinya maka akan dijauhkan oleh kebaikan seluruhnya dan tidak diharamkan baginya kecuali ‘mahrum’ (orang yang diharamkan kebaikan atasnya).” (Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a.).
Aam Amiruddin dalam bukunya Tafsir Alquran Kontemporer, menyebutkan empat pengertian alqadar. Pertama, menurut Al-Qurtubi, alqadar artinya penetapan. Pada malam itu ditetapkan ajal, rezeki, dan lainnya selama satu tahun (Q.S. Ad-Dukhan [44]: 3-4). Kedua, Al-Qasimy menyebutkan, alqadar artinya pengaturan. Pada malam itu Allah SWT mengatur strategi bagi Nabi-Nya untuk mengajak manusia kepada agama yang benar, demi menyelamatkan mereka dari kesesatan. Ketiga, makna lain dari alqadar adalah kemuliaan. Malam tersebut menjadi lebih mulia karena kemuliaan Alquran. Keempat, alqadar juga berarti sempit. Pada malam itu diturunkannya Alquran, begitu banyak malaikat yang turun ke bumi sehingga bumi serasa sempit karena penuh sesak oleh rombongan malaikat.
Lailatulkadar terjadi pada bulan Ramadan, pada suatu malam yang tak seorang pun mengetahui. Lailatulkadar merupakan rahasia Allah SWT, hanya Dia-lah yang Maha Mengetahui. Namun, Rasulullah saw memberikan isyarat turunnya lailatulkadar itu pada malam-malam ganjil (21, 23, 25, 27, 29) di sepuluh hari terakhir pada setiap bulan Ramadan.
Abu Hurairah ra meriwayatkan, ”Rasulullah saw memberitahukan kami tentang lailatulkadar. Beliau berkata, ”Ia ada pada bulan Ramadan, di malam sepuluh terakhir, malam kedua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan, atau di malam terakhir bulan Ramadan. Barangsiapa yang melaksanakan qiyam pada malamnya dengan keimanan dan selalu bermuhasabah, Allah SWT akan mengampuni dosanya yang terdahulu dan yang akan datang.”
Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda, ”Carilah lailatulkadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.” Lalu, beliau mendekatkan perkiraan itu dengan sabdanya, ”Carilah lailatulkadar pada witir (hari ganjil) pada sepuluh terakhir di bulan Ramadan.” Kemudian beliau lebih mendekatkan gambaran itu, ”Barangsiapa yang ingin mencarinya maka hendaklah ia mencarinya pada malam kedua puluh tujuh di bulan Ramadan.”
Samih Kariyyam dalam bukunya Ma’a Nabi fi Ramadhan, menjelaskan bahwa kata dalam surat Al-Qadar berjumlah tiga puluh kata, seperti jumlah hari di bulan Ramadan dan kata ’Hiya’ yang menyatakan lailatulkadar dalam firman Allah ’Salamun Hiya’ berada pada nomor ke dua puluh tujuh dari jumlah kata yang ada pada surat tersebut. Samiyah Kariyyam menambahkan, jumlah huruf pada kata lailatulkadar dalam bahasa Arab berjumlah sembilan huruf, sedangkan lailatulkadar disebutkan tiga kali dalam surat Al-Qadar. Berarti jika dikalikan (9 x 3) hasilnya adalah dua puluh tujuh.
Yang pasti, ada hikmah dibalik tidak dipastikannya kapan turunnya lailatulkadar tersebut.
Pertama, agar kita terus giat dan sungguh-sungguh beribadah, tidak hanya beribadah pada hari-hari tertentu dan meninggalkan ibadah di hari-hari yang lain.
Kedua, ketidakpastian tersebut memotivasi kita untuk tetap semangat beribadah (istikamah) sepanjang malam bahkan sepanjang bulan Ramadan.
Ketiga, dengan diisyaratkannya pada malam-malam ganjil, hal ini akan mendorong kita untuk lebih memaksimalkan pada sepuluh hari terakhir (al-asyrul awakhir).
Untuk itu, Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Shiyam, menjelaskan, jika penentuan Ramadan berbeda-beda antara satu negeri dengan negeri yang lain, malam ganjil pada suatu negeri terjadi pada malam genap pada negeri yang lain maka tindakan yang paling ihtiyath (hati-hati) adalah mencari lailatulkadar-nya pada setiap malam al-asyrul awakhir.
Di antara hadis yang menerangkan tanda-tanda tersebut, pertama: sabda Rasulullah saw, ”Lailatulkadar adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan pucat.” (H.R. Ibnu Khuzaimah).
Kedua, sabda Rasulullah saw, ”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatulkadar lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (H.R. Ibnu Hibban).
Ketiga, Rasulullah saw bersabda, ”Sesunguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (H.R. Ibnu Khuzaimah). Keempat, Rasulullah saw bersabda, ”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (H.R. Muslim).

Menjemput Lailatulkadar
Aktifitas apa saja yang hendaknya kita kerjakan untuk menjemput lailatulkadar tersebut? Pertama, menghidupkan malamnya dengan imanan dan ihtisaban, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang salat pada malam lailatulkadar berdasarkan iman dan ihtisab maka Allah akan mengampuni dosa-sosanya yang telah lalu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dengan dilandasi rasa keimanan dan mengharapkan ridha-Nya itulah seseorang akan merasakan ketenangan, kelapangan dada, dan kelezatan dalam ibadahnya.
Kedua, memperbanyak doa. Rasulullah saw mengajarkan doa, ”Allaahumma Innaka ’Afuwwun Tuhibbul Afwa Fa’fu ’Annii” Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Pemaaf, oleh karena itu maafkanlah aku. (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Ketiga, memperbanyak tadarus Alquran sebab malam lailatulkadar adalah malam turunnya Alquran. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada malam lailatulkadar. Dan tahukah kamu (Muhammad) apa itu lailatulkadar. lailatulkadar adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan.” (Q.S. Al-Qadar [97]: 1-3).
Keempat, beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aisyah ra meriwayatkan, “Ketika Rasulullah saw memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau mengemas sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”
Terkait pengaruh yang bisa dirasakan bagi orang yang mendapatkan lailatulkadar, seorang ahli tafsir berpendapat, jika seseorang mendapatkan lailatulkadar, orang tersebut akan merasakan semakin kuatnya dorongan dalam jiwa untuk melakukan kebajikan pada sisa hidupnya, sehingga ia merasakan ketenangan hati, kelapangan dada, dan kedamaian dalam hidup.
Oleh karena itu, bagi setiap yang menginginkan lailatulkadar agar menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah, seperti salat malam, tadarus Alquran, zikir, doa, dan amalan saleh lainnya. Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa meraih lailatulkadar itu. Amin. Wallahu a’lam.



•Pikiran Rakyat, Renungan Jumat, 19/8/2011

Tidak ada komentar: