Kamis, 08 Desember 2011

BEBERAPA TUNTUNAN FIQIH PERJALANAN

Oleh Imam Nur Suharno
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (SETIA) Husnul Khotimah, Kuningan


KINI musim haji telah tiba. Jutaan kaum muslimin dari segala penjuru dunia berbondong-bondong menuju Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima, yaitu melaksanakan ibadah haji.
Di antara seremonial sebelum melakukan perjalanan jauh (syafar) para jemaah calon haji biasanya menyelenggarakan acara walimatussyafar, sebagai sarana untuk halal bihalal dengan para keluarga, tetangga, teman sejawat, dan masyarakat. Acara waliimatussyafar ini merupakan bagian dari rangkaian adab-adab Syafar, bukan bagian dari rangkaian ibadah haji.
Islam memberikan perhatian besar terhadap etika dalam melakukan syafar ini. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adab-adab ber-syafar oleh orang-orang yang hendak melakukan perjalanan jauh, termasuk bagi para jemaah calon haji.
Pertama, sebelum berangkat meninggalkan rumah dianjurkan untuk salat dua rakaat yang dilanjutkan dengan berdoa agar urusannya dimudahkan. Kedua, orang yang akan melakukan Syafar hendaknya mengucapkan wada' (pamitan) kepada keluarga, tetangga dan para teman dekatnya. Tujuannya untuk meminta maaf dan minta agar didoakan. Ketiga, ketika tiba di rumah (pulang) dianjurkan agar menuju masjid terdekat untuk salat dua rakaat, dan demikian juga apabila masuk ke rumah dianjurkan pula salat dua rakat, lalu berdoa dan memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT.
Keempat, hendaknya orang yang akan melakukan Syafar mengembalikan barang-barang titipan dan tanggungan yang ada padanya kepada pemiliknya, karena Syafar merupakan pekerjaan yang berpotensi terjadinya musibah (kematian). Kelima, hendaknya menyiapkan perbekalan yang bersumber dari yang halal, dan meninggalkan nafkah kepada semua orang yang wajib dinafkahinya seperti istri, anak, dan orang tua. Keenam, hendaknya berpamitan dengan keluarga, saudara-saudara, dan teman-temannya dengan mendoakan mereka dengan doa yang diajarkan Rasulullah SAW, "Astaudi'ullaaha diinaka wa amaanataka wakhawaatiima 'amalika", aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan penutup amal perbuatanmu (HR Abu Dawud). Sedangkan orang yang akan ditinggalkan mengucapkan doa, "Zawwadakallaahu attaqwaa waghafaraka dzanbaka wawajjahaka ilalkhairi haitsu tawajjahta, semoga Allah membekali ketakwaan untukmu, mengampuni dosamu, dan memalingkanmu kepada kebaikan di mana saja kamu berada (HR Nasa'i).
Ketujuh, hendaklah orang-orang yang bersafar mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi amir dalam Syafar. Rasulullah SAW bersabda, "Jika tiga orang keluar untuk bersyafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin rombongan" (HR Bukhari).
Kedelapan, hendaklah orang yang akan bersafar ketika meninggalkan rumahnya ia berdoa yang artinya, "Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (setan atau orang yang berwatak setan), atau tergelincir dan digelincirkan (orang lain), atau dari berbuat bodoh atau dibodohi" (HR Abu Daud).

Bertakbir

Kesembilan, hendaklah orang yang bersyafar bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar) ketika melewati tempat yang tinggi. Kesepuluh, apabila takut terhadap gangguan manusia, maka hendaklah ia berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang artinya, "Ya Allah, sesungguhnya kami menjadikan Engkau sebagai penolong dalam menghadapi mereka, dan sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan-kejahatan mereka" (HR Abu Dawud).
Kesepuluh, hendaklah ia memperbanyak doa di dalam syafarnya dan memohon kepada Allah SWT kebaikan dunia dan akhirat. Karena safar merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda, "Terdapat tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi padanya: doa orang yang didzalimi, doa orang yang bersafar, dan doa orang tua kepada anaknya" (HR Tirmidzi).
Kesebelas, apabila singgah di suatu tempat, hendaklah ia mengucapkan, yang artinya, "Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan" (HR Muslim). Kedua belas, apabila ia mendapatkan hari telah malam di dalam syafarnya, maka hendaknya ia mengucapkan, yang artinya, "Wahai bumi, Rabbku dan Rabbmu adalah Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu dan kejahatan apa yang ada di dalammu. Begitu pula dari kejahatan makhluk yang diciptakan di dalammu dan dari kejahatan sesuatu yang merayap di atasmu. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setiap singa, ular hitam besar, ular, dan kalajengking, serta dari kejahatan penduduk negeri ini, dan dari kejahatan orang tua dan anaknya" (HR Ahlu Sunan dan Muslim).
Ketiga belas, apabila takut atau gelisah karena kesepian, hendaklah mengucapkan, yang artinya, "Maha Suci Raja Yang Maha Suci, Rabb para malaikat dan ruh, telah diagungkan langit-langit dan bumi dengan kemuliaan dan kekuasaan" (HR Thabrani). Keempat belas, apabila tidur di awal malam hendaklah tidur berbantalkan lengan tangannya, dan jika tidur di akhir malam, hendaklah menegakkan lengan tangannya dan kepala di atas telapak tangannya, sehingga ia tidak ketiduran dan tertinggal salat subuh pada waktunya.
Kelima belas, hendaklah segera pulang kepada keluarga dan pulang ke keluarganya. Keenam belas, apabila hendak pulang atau kembali ke kampung halamanan, maka hendaklah dia bertakbir sebanyak tiga kali, dan mengucapkan doa berikut serta mengulang-ulanginya beberapa kali, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yang artinya, "(Kami) kembali, bertaubat, beribadah dan memuji kepada Tuhan kami" (HR Bukhari dan Muslim).
Ketujuh belas, hendaklah ia tidak kembali ke keluarganya di malam hari (HR Bukhari dan Muslim), dan hendaklah dia mengutus kepada mereka (keluarga) seorang yang memberitakan (kabar gembira) akan kedatangannya, sehingga tidak mengejutkan mereka.
Itulah beberapa tuntunan dalam fiqih perjalanan. Dengan memperhatikan fiqih safar tersebut diharapkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh (safar) akan mendapatkan keberkahan dalam perjalanan dan ridha-Nya, termasuk dimudahkan dalam meraih predikat haji mabrur bagi jemaah calon haji. Semoga.***

*) Kabar Cirebon, Opini, 14 Oktober 2011

Tidak ada komentar: