Kamis, 04 Desember 2008

BERQURBAN

Oleh Imam Nur Suharno, S.Pd., M.Pd.I.

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar [108] : 1-2).
Dalam ayat di atas, setelah Allah SWT menyebutkan nikmat-nikmat yang begitu banyak, Allah SWT mengingatkan hamba-hamba-Nya agar melaksanakan perintah-perintah-Nya: perintah shalat dan berqurban sebagai bukti rasa syukur kepada-Nya.
Berkaitan dengan qurban, Allah SWT menegaskan dalam ayat-Nya yang lain, “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka …” (QS. Al Hajj [22] : 34)
Qurban, sesuai makna harfiahnya berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurbanan yang berarti dekat, adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena Dia Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Secara ritual, melalui qurban itu, manusia bermaksud menggapai ridha Ilahi. Sedangkan dimensi sosial, berqurban sebagai ajang solidaritas sesama manusia.
Rasulullah SAW telah memerintahkan berqurban dengan bahasa yang tegas dan lugas, bahkan disertai dengan ancaman. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Dalam hadits di atas Rasulullah SAW melarang seseorang yang memiliki kelapangan harta untuk mendekati tempat shalat (masjid) jika ia tidak menyembelih qurban. Ini menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban berqurban.
Berqurban tidak sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong hewan qurban, namun lebih dari itu, berqurban berarti ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah SWT dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.
Berqurban juga berarti menyembelih sifat-sifat hewan yang ada dalam diri kita. Sangatlah berat, tidak semua orang yang berqurban mampu melakukannya kecuali mereka yang sadar bahwa semua yang mereka miliki (harta, jabatan, keluarga, popularitas, dll) hanyalah titipan Allah SWT yang tidak layak untuk disombongkan dan bisa diambil-Nya kapan saja Dia kehendaki.
Bila sikap ini sudah dimiliki oleh umat Islam, maka umat akan maju dalam segala hal. Betapa tidak? Bagi yang berprofesi sebagai pengusaha, ia akan berqurban dengan bisnis yang halal. Bagi orang yang berpunya, ia akan berqurban dengan banyak berderma. Seorang politisi akan berqurban demi kemaslahatan umum. Pemimpin berqurban untuk kesejahteraan rakyatnya dan begitu seterusnya.
Karena itu Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, ”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj [22] : 37). Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: