Senin, 09 Februari 2009

BAHAYA GHIBAH

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab sahabat, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi bersabda, “Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya.” Lalu Nabi ditanya, “Bagaimanakah kalau itu memang sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi, “Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jikalau menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kamu telah menuduhnya dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya)”. (HR. Muslim).
Ghibah berarti menggunjing, mengumpat dan membicarakan keburukan orang lain. Mempergunjingkan apa-apa yang terkait dengan seseorang, baik fisiknya, akhlak, anak, orang tua maupun hartanya, dan seterusnya karena ada unsur kebencian (tidak suka).
Diriwayatkan, ada seorang wanita pendek datang kepada Nabi SAW untuk menyampaikan maksudnya. Setelah wanita tersebut keluar, Aisyah berkata, “Alangkah pendeknya dia”. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Takutlah akan ghibah, sebab ada tiga bencana (bagi pelaku ghibah), yaitu tidak akan dikabulkan doanya, tidak diterima kebaikannya, dan kejahatan dalam dirinya akan bertumpuk-tumpuk.” Karenanya, jauh-jauh hari Rasulullah SAW melarang umatnya ber-ghibah-ria. “Jauhilah olehmu ghibah. Sesunguhnya ghibah itu lebih berbahaya dari zina.” (HR Ibnu Hibban, Ibnu Abi ad-Dunia, dan Ibnu Mardawaih).
Menurut Imam Al-Ghazali, jika seseorang berzina, kemudian ia bertaubat secara ikhlas, maka taubatnya diterima Allah SWT. Akan tetapi, pelaku ghibah tidak akan diampuni dosanya sebelum meminta maaf terlebih dahulu kepada orang yang dighibahinya.
Menyebarkan gosip dan bergunjing termasuk perilaku tercela. Mencari-cari kesalahan orang lain, dan menjadikan orang lain sasaran tertawaan adalah perilaku yang harus dihindari. Allah SWT memperingatkan bahwa kebiasaan menggunjing sama dengan orang yang suka memakan daging saudaranya yang telah mati. Sungguh sangat menjijikkan.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah satu dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat [49] : 12).
Mengapa berbuat ghibah dianalogkan dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati? Jawabannya adalah karena orang yang dicaci dari belakang, yang menjadi obyek ghibah sama halnya dengan mayat, tidak punya kesempatan untuk menjelaskan dan membela diri. Dalam ilmu sosial, tindakan semacam ini sering dinamakan pembunuhan karakter yang berupa fitnah.
Amat luas dan padat pengajaran untuk menjauhi ghibah. Namun amat sedikit yang meresapi. Amal yang kita lakukan bersusah payah bahkan dapat lenyap karena rutinitas ghibah. Dalam Al-Qur’an yang mulia, Allah SWT berfirman, ”Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi [18] : 104). Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar: