Senin, 12 Juli 2010

PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM ISLAM

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Direktur Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Keadaan lingkungan, saat ini, sudah sangat merisaukan. Kerusakan itu sudah mengancam kehidupan manusia. Banjir, gempa bumi, tanah longsor, semburan lumpur, dan bencana lainnya, semakin mengancam kehidupan umat manusia. Tentu, peristiwa itu, berimplikasi problem kemanusiaan yang baru yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.
Kemunculan sejumlah bencana itu, tentu tidak dapat dilepaskan dari pola interaksi manusia dengan lingkungannya. Manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan; pohon-pohonan yang merupakan bagian dari ekosistem dibabat tanpa ada reboisasi. Inilah di antara perilaku manusia yang memicu munculnya bencana.
Islam sangat konsen terhadap persoalan lingkungan, karena perbaikan dan pelestarian lingkungan merupakan bagian dari misinya. Artinya, Islam datang untuk menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan dan untuk mewujudkan kesejahteraan.
Bumi dan seisinya sama statusnya dengan manusia yaitu makhluk ciptaan Allah SWT. Alquran menyebutkan, semuanya bertasbih dan sujud kepada-Nya dengan cara dan bentuk yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bahkan, di dalam Alquran sendiri tidak ada firman tertentu yang menyebutkan bahwa alam harus mengabdi kepada manusia. Sebab alam sebenarnya mengabdi kepada Allah SWT.
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Isra’ [17]: 44).
Ayat di atas menggambarkan pentingnya menjaga dan melestarian lingkungan, sama pentingnya dengan beribadah kepada Allah AWT. Bahkan, menjaga lingkungan dari kerusakan merupakan bagian dari ibadah kepada-Nya.
Banyak nash yang mendorong manusia untuk menghargai atau tidak merusak alam sekitar. Sabda Nabi SAW, “Tidak ada seorang Muslim yang menanam suatu tanaman atau pohon, kemudian burung, manusia, atau hewan yang berkaki empat dapat memakan sesuatu dari pohon yang ditanamnya itu, kecuali baginya hal itu dinilai sebagai sedekah.” (HR Bukhari).
Dalam ekologi Islam, semua ciptaan di semesta alam ini, milik Allah SWT dan bukan milik manusia. Sehingga, jika ada yang berpikiran bahwa binatang dan tumbuhan diciptakan untuk dimiliki manusia, itu tidak benar. Pemikiran bahwa binatang dan tumbuhan itu diciptakan hanya untuk keuntungan semata, mendorong terjadinya perusakan alam dan penggunaan hasil-hasil alam tidak sebagaimana mestinya.
Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik kepada alam terutama kepada lingkungan, binatang, maupun tumbuhan. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda siapapun yang berbuat baik kepada alam dengan hati yang tulus akan mendapatkan imbalan berupa pahala.
Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran Surat Albaqarah [2] ayat 30, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”.
Arti khalifah dalam ayat di atas adalah: seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah SWT, baik kehidupan masyarakatnya yang harmonis, agama, akal, dan budayanya terpelihara.
Dalam hadits Nabi SAW, tercermin betapa Islam sangat memperhatikan tentang pelestarian lingkungan. Misalnya, hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah berikut ini: “Iman itu ada 60-70 cabang, yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan, dan yang paling tinggi mengucapkan La Ilaaha Illallah.”
Dalam riwayat Ibnu Hibban, disebutkan: “Senyummu dihadapan saudaramu adalah shadaqah. Menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan manusia adalah shadaqah. Petunjukmu kepada seseorang yang tersesat di jalan juga shadaqah.”
Kalimat menyingkirkan duri dari jalan, bila dipahami lebih jauh lagi, sesungguhnya bukanlah sekedar memungut duri yang tergeletak di jalan. Namun, kalimat itu, secara tidak langsung memberi semacam panduan untuk senantiasa menjaga kebersihan, dan mengamankan jalan yang dilalui dari benda yang berbahaya. Bukankah ini salah satu bentuk perhatian pada lingkungan?
Sebagai penutup, ketika umat ini bertakwa dalam arti melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya dalam segala hal, termasuk di dalamnya masalah lingkungan, maka Allah SWT menjanjikan kemakmuran.
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96). Wallahu a’lam.

* Republika, Kabar Jabar, Lenyepaneun, 16/6/2010

Tidak ada komentar: