Sabtu, 21 Agustus 2010

Ramadhan, Tanpa Situs Porno

Oleh Imam Nur Suharno SPd ,MPd
BULAN Ramadhan (Puasa) adalah bulan yang selalu dinanti kehadirannya, sebab pada bulan Ramadhan, Allah SWT memanjakan hamba-Nya dengan berbagai kebajikan yang pahalanya dilipatgandakan, sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Nabi SAW menegaskan dalam sabdanya, Semua amalan anak Adam akan dilipatgandakan (balasannya): satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman, Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang langsung membalasnya. Hamba-Ku telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. (H.R. Muslim).

Untuk menjaga kekhusuan dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, pemerintah berencana memblokir peredaran situs kemaksiatan di dunia maya. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, menegaskan, situs atau laman porno atau berbau kemaksiatan akan diblokir dengan tegas sebelum bulan suci Ramadhan tiba. Komitmen itu agar pelaksanaan bulan suci di negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini tidak dinistakan oleh aktivitas pornografi di dunia maya. (Republika, 23/7/2010).

Pemblokiran laman porno merupakan amanat Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pemerintah hanya bertugas menjalankan apa yang telah diatur dalam UU tersebut, tegas Tifatul Sembiring, petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Islam telah memberikan solusi terbaik untuk memblokir berbagai bentuk kemungkaran, termasuk memblokir penyebaran situs porno yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat.Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa melihat kemungkaran, hendaklah merubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu tingkatan iman yang paling lemah. (HR Muslim).

Dalam hadis di atas, Rasulullah SAW memberikan solusi memblokir kemungkaran. Pertama, memblokir kemungkaran dengan tangan. Dalam kitab Al-Wafi fi Syarhil Arbain An-Nawawiyah dijelaskan, bahwa hukumnya fardhu ain menghentikan kemungkaran berlaku bagi seseorang yang mengetahuinya, dan ia mampu untuk menghentikannya. Atau, jika yang mengetahui kemungkaran itu masyarakat banyak, namun hanya satu orang yang mampu menghentikannya, maka hukum menghentikan kemungkaran itu fardhu ain bagi orang tersebut.
Namun, jika menghentikan kemungkaran dengan tangan itu akan lebih efektif bila diperankan oleh penegak hukum, maka menghentikan kemungkaran itu menjadi fardhu ain bagi penegak hukum. Artinya, jika penegak hukum tidak serius menghentikan kemungkaran tersebut, apalagi malah melindunginya (naudzubillah), maka penegak hukum berdosa. Untuk diketahui, dosa dapat menghalangi seseorang masuk surga di akhirat kelak.

Kedua, memblokir kemungkaran dengan lisan. Jika suatu kemungkaran diketahui oleh lebih dari satu orang, maka kewajiban menghentikan kemungkaran itu menjadi fardhu kifayah. Artinya, jika sebagian mereka telah menunaikan kewajiban itu, maka kewajiban itu menjadi gugur bagi yang lainnya. Dan, bila sebagian orang tersebut tidak mampu menghentikan, maka mereka berkewajiban melaporkannya pada penegak hukum. Dengan demikian, menghentikan kemungkaran bagi penegak hukum menjadi fardhu ain.

Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104).

Ketiga, memblokir kemungkaran dengan hati. Dan ini merupakan tingkatan iman yang paling rendah (adhafu al-iman). Oleh karena itu, mengingkari setiap kemungkaran melalui hati merupakan kewajiban bagi setiap orang yang mengetahuinya. Dan, jika ia tidak mengingkarinya, maka pertanda hilangnya iman dari hati.

Sahabat Ali RA pernah berkata, Jihad yang menjadi kunci pertama kemenangan kalian adalah jihad dengan tangan, lalu dengan lisan, lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak mengetahui yang baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran yang terjadi, maka ia akan kalah. Sehingga, kondisi pun berbalik, yang di atas menjadi di bawah.

Untuk itu, menghentikan berbagai bentuk kemungkaran, termasuk tayangan situs asusila menjadi kewajiban bersama. Dengan kebersamaan, kemungkaran akan dapat dikendalikan. Sebab, kemungkaran yang terorganisir secara rapi dan profesional akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Wallahu alam. (Penulis adalah Direktur Pendidikan Husnul Khotimah dan Dewan Pakar DPD Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia, Kuningan, Jawa Barat)



HU Pelita 19 Agustus 2010

Tidak ada komentar: