Minggu, 01 April 2012

BERDAKWAH MELALUI TULISAN

Oleh H Imam Nur Suharno MPdI
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (SETIA) Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Salah satu sarana dakwah yang belum mendapatkan perhatian dari kalangan para dai adalah berdakwa melalui tulisan. Sangat sedikit para dai yang mau mengambil sarana ini. Padahal dakwah melalui tulisan tidak kalah pentingnya dari dakwah melalui ceramah. Untuk itu melalui tulisan ini penulis mengajak kepada diri pribadi dan juga para kader dai lainnya untuk memulai memanfaatkan sarana dakwah melalui tulisan ini.
Kita sering menyaksikan para dai yang tampil memukau di depan audiensnya. Namun, sedikit sekali para dai yang mau menuliskan materi ceramahnya itu dalam bentuk artikel ataupun buku. Padahal kemampuan berceramah seseorang tidak akan bisa memukau audiens, bahkan akan sangat dangkal isi materi ceramahnya bila tidak diimbangi dengan kemampuan membaca. Karena membaca merupakan pintu gerbang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Aktifitas ceramah harus dimulai dari membaca. Menulis pun juga dimulai dari membaca. Jadi aktifitas ceramah dan menulis harus diawali dengan aktifitas membaca. Karena itu, Raghib as-Sirjani dalam bukunya Spiritual Reading, menyatakan bahwa setengah jam setelah membaca lima puluh persen isi buku akan hilang dari ingatan, dan setelah dua puluh empat jam berlalu pembaca akan melupakan delapan puluh persen isi buku.
Karena itu, “ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” itulah pesan Ali bin Abi Thalib salah seorang sahabat Nabi SAW. Lebih khusus, asy-Syahid Hasan al-Banna berpesan kepada para dai, “Hendaknya engkau pandai membaca dan menulis.”
Alangkah indahnya jika para dai itu menuliskan bahan ceramahnya, lalu dikumpulkan sehingga lambat laun akan menjadi sebuah kumpulan ceramah, yang pada akhirnya lembaran-lembaran bahan ceramah itu dapat dikumpulkan menjadi sebuah buku yang dapat dinikmati kapan saja oleh orang lain.
Untuk itu mulailah menulis. Menulis adalah tindakan konkret dan praktis. Agar mampu menulis, seseorang harus melakukannya. Hanya dengan menulis seseorang dapat belajar menulis. Tanpa melakukannya, seseorang tidak akan pernah mampu menulis dengan baik.
Bambang Trim dalam bukunya Menjadi Power Da’i dengan Menulis Buku, memberikan tiga tips aktivitas yang bisa memunculkan stimulan dan gagasan untuk menulis, yaitu banyak membaca; banyak berjalan; dan banyak silaturahmi. Karena itu, gabungkan ketiga langkah tersebut sebagai kebiasaan sehari-hari.
Lebih lanjut, Bambang menyebutkan beberapa mitos yang dapat melemahkan semangat untuk menulis. Pertama, menulis membutuhkan mood (menulis adalah sebuah azzam yang bias mengalahkan mood). Kedua, ide buruk akan tertutupi oleh tulisan yang bagus (ide buruk akan tetap tampak buruk di tangan seorang penulis profesional sekalipun). Ketiga, bahasa indah dan menarik dibuat dengan puitis (terkadang bahasa yang terlalu berbunga-bunga malam membosankan). Keempat, bahasa yang rumit lebih bergengsi dan intelek (yang kita cari bukan gengsi, melainkan pemahaman). Kelima, menulis adalah permainan kata-kata (kata-kata yang dipermainkan adalah bagian dari kebohongan). Keenam, para penulis adalah orang yang memiliki bakat menulis (tidak ada bakat menulis yang dibawa sejak lahir).
Sebenarnya aktifitas menulis itu menjadi tradisi para ulama terdahulu. Kita mengenal Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Malik, Imam Ahmad, dan imam-imam lainnya, termasuk ulama terkemukan saat ini Yusuf Qaradhawi bukan karena kita bertemu mereka, akan tetapi melalui karya-karya tulisnya yang ada dalam kitab-kitab mereka. Dengan ketajaman pena itulah mereka akan selalu terkenang sampai akhir zaman.
Ibnu Taimiyah telah menulis 300 buku dari berbagai disiplin ilmu, Abu Amru bin Al-Bashri menulis buku yang jumlahnya sampai memenuhi rumahnya hingga hampir mencapai atap. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri memiliki sekretaris pribadi dari kalangan sahabat sejumlah 65 orang (Lihat dalam buku ”65 Sekretaris Nabi SAW”, karya Prof Dr Muhammad Mustafa Azami).
Al-Jahidz pernah mengutip ucapan seorang penyair, ”Mereka meninggal dan tersisalah apa-apa yang mereka perbuat, dan seakan-akan peninggalan abadi mereka hanyalah apa yang mereka tulis dengan pena.”
Saking pentingnya dakwah melalui tulisan ini sampai Rasulullah SAW menegaskan dalam sabdanya, ”Barangsiapa meninggal dan warisannya berupa tinta dan pena (yang dituliskan dalam buku) akan masuk surga.”
Maha Benar Allah yang telah berfirman, ”Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukanlah orang gila.” (QS al-Qalam [68]: 1-2). Wallahu a’lam.


•Media Pembinaan, No 11/XXXVIII/Februari 2012

Tidak ada komentar: