Minggu, 01 April 2012

MEDITASI TAWAKAL JELANG UN

Oleh H Imam Nur Suharno SPd MPdI

Ujian Nasional (UN) akan kembali digelar. Segala usaha menghadapi UN hendaknya dipersiapkan jauh-jauh hari, bukan mengembangkan budaya SKS (sistem kebut semalam) seperti selama ini jadi andalan. Atau, sistem jamak qosor mata pelajaran (matpel) yang di-UN-kan alias sebulan menjelang UN belajar difokuskan pada matpel yang di-UN-kan dengan mengistirahatkan sementara matpel lainnya.
Budaya SKS maupun jamak qosor matpel hendaknya dijauhkan dari kehidupan peserta didik. Kebiasaan buruk ini akan membentuk karakter buruk pula pada diri mereka. Di antara bentuk ikhtiar yang perlu terus diupayakan, seperti bimbingan belajar (bimbel), optimalisasi klinik belajar (OKB), uji coba soal-soal UN (try out), remedial bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, pengayaan materi UN bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih, general motivasi (GM) untuk mendorong semangat belajar siswa, privat mata pelajaran yang di-UN-kan, dan usaha sejenis lainnya.
Selain itu, usaha dengan memohon doa restu dari orang-orang terdekat, seperti orang tua dan para guru, termasuk istighasah juga harus dilaksanakan. Setelah berbagai usaha dilakukan, hendaknya disempurnakan dengan meditasi tawakal karena takdir Ilahi-lah yang pada akhirnya menentukan, bukan karena kecerdasan dan kehebatan kita. Dia-lah Mahatahu yang terbaik untuk kita. Jika upaya ini dilakukan dengan baik, insya-Allah tidak akan terjadi kesalahan dalam mengekspresikan kelulusan, seperti ekspresi corat-coret baju, kebut-kebutan di jalan, dan mabuk-mabukan. Atau, kesalahan dalam melampiaskan ketidaklulusan, seperti dengan mengurung diri, merusak fasilitas sekolah, percobaan bunuh diri, dan lain sebagainya.
Tentu, berbagai tindak ekspresi itu tidak dibenarkan dalam pandangan agama manapun, dan juga tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Karena itu, melalui meditasi tawakal jelang UN ini, tindak ekspresi yang buruk itu dapat dikendalikan.
Aam Amiruddin dalam bukunya Tafsir Alquran Kontemporer Juz Amma Jilid I, memberikan prinsip-prinsip dalam bertawakal (tawakal principles). Yaitu, prinsip mujahadah, doa, syukur, dan sabar. Melalui tawakal principles ini, rasa cemas, khawatir, gundah gulana, dan stres akan dapat dikendalikan.
Prinsip pertama, mujahadah (sungguh-sungguh). Misalnya, jika siswa ingin lulus UN, ia harus bersungguh-sungguh dalam belajar. Selain bermakna sungguh-sungguh, mujahadah juga bermakna sistematis. Artinya, suatu pekerjaan hasilnya akan lebih menggembirakan apabila dilakukan dengan kesungguhan dan sistematis (QS Asy-Syarh [94]: 7-8).
Prinsip kedua, selalu berdoa, terutama berdoa di sepertiga malam setelah salat Tahajud. Allah SWT memiliki kuasa tak terhingga sedangkan manusia memiliki segudang kelemahan. Karena itu, meskipun sudah melakukan mujahadah, kita harus memohon kekuatan dari-Nya agar kerja keras yang dilakukan bisa menghasilkan hasil yang terbaik.
Prinsip ketiga, bersyukur atas kelulusan yang diraih. Apabila mujahadah dan doa menyertai seluruh aktivitas, insya-Allah kesuksesan yang kita raih akan mengantarkan pada rasa syukur sehingga ekspresi tatkala lulus UN akan mengantarkan pada ekspresi yang bermakna. Seperti, melakukan sujud syukur dan doa bersama sebagai wujud syukur atas hasil yang diterima.
Jika rasa syukur ini diarahkan pada bentuk-bentuk yang positif, tidak menutup kemungkinan peserta didik akan meraihkan kesuksesan tambahan berikutnya (QS Ibrahim [14]: 7), seperti diterima sekolah di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi favorit.
Prinsip keempat, bersabar atas hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Sabar artinya tahan uji dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Misalnya, setelah siswa belajar keras dan usaha lainnya disertai kekuatan doa, tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan (tidak lulus UN) maka sikap sabar ini akan menjadi obat penawarnya.
Dengan demikian, jika bekal doa, usaha atau ikhtiar, dan tawakal dalam menghadapi UN dilakukan secara terpadu dan seimbang, tidak menutup kemungkinan akan memperlancar dalam meraih kesuksesan dalam ujian (lulus UN), sekaligus dapat mengendalikan tindak ekspresi yang mengarah pada hal-hal bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa pascapengumuman kelulusan UN. Semoga.

*Republika, Guru Menulis, 12/3/2012.

Tidak ada komentar: