Minggu, 11 Januari 2009

PERAN GURU MADRASAH DALAM MEMBANGUN ANAK BANGSA

Oleh Imam Nur Suharno, S.Pd., M.Pd.I.
Pengurus Persatuan Guru Madrasah (PGM) dan
Kepala MTs Husnul Khotimah Kuningan

Wujud yang termulia di dunia ini adalah manusia; dan bagian manusia yang termulia adalah hatinya. Dan guru dalam hal ini adalah bekerja menyempurnakan, mengangkat derajat, membersihkan dan menggiringnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Ihya’ Ulumuddin – Al Ghazali)
Pembangunan pendidikan memiliki peran sangat penting dan strategis dalam pembangunan bangsa sehingga sejak awal para pendiri bangsa telah menggariskannya dalam salah satu tujuan bernegara di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Bahkan, sebelum bangsa ini merdeka, Ki Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan menyatakan bahwa, melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul, sejajar dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.
Salah satu faktor terpenting dari pendidikan adalah guru atau pendidik. Guru adalah jembatan generasi selanjutnya dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia. Kini banyak di antara kita yang telah berhasil diantarkan oleh guru untuk menduduki posisi puncak dalam berbagai posisi, baik di dunia usaha, pemerintahan, militer, maupun di posisi lainnya, itu merupakan produk yang dihasilkan oleh guru.
Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam pembentukan kepribadian siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru memberikan pengaruh yang cukup bermakna bagi terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Guru merupakan orang yang ditangannya terletak masa depan bangsa.
Sebenarnya sejak lama madrasah atau pondok pesantren telah mampu membangun kecerdasan bangsa dan menjadi garda moral bangsa. Para pejuang kemerdekaan, seperti Agus Salim, HOS Cokroaminoto, Kahar Muzakir, Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, dan banyak lagi adalah tokoh bangsa yang lahir dari proses pendidikan madrasah. Pasca kemerdekaan muncul tokoh bangsa seperti Abdurrahman Wahid, Amin Rais, Din Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Hidayat Nur Wahid, M. Maftuh Basyuni, Mahfud MD, Jimly Assiddiqie, dan lain-lain yang konsisten membangun kehidupan dan kepribadian bangsa.
Keberadaan organisasi Persatuan Guru Madrasah (PGM) dengan visi “Terwujudnya Guru Madrasah yang Berkualitas, Sejahtera, dan Bermartabat”, dan misi (1) Meningkatkan profesionalisme guru madrasah; (2) Membangun kerjasama yang baik dengan semua pihak; (3) Memperjuangkan kesejahteraan guru madrasah dengan landasan akhlaqul karimah; mungkin bisa menjadi awal yang baik dalam rangka membangun citra madrasah. Para guru madrasah, baik guru mengaji, RA, MI, MTs, maupun MA, sudah memiliki visi yang satu tentang madrasah, dan ini merupakan prestasi besar yang perlu mendapatkan apresiasi besar pula dari pemerintah, baik moral maupun material karena berperan besar dalam melestarikan nilai-nilai dan spirit Islam.
Harapan kita ke depan adalah, apabila kita menyebut guru, hendaknya tidak dibedakan apakah itu guru sekolah umum atau guru madrasah, yang berdasarkan undang-undang adalah bagian dari sistem pendidikan nasional. Dikotomi ini harus dihilangkan, karena guru-guru madrasah itu mendidik anak-anak bangsa juga, yang mempunyai hak yang sama dan akan menjadi kader-kader pembangunan seperti yang lain.
Masing terngiang di benak kita tentang sejarah hancurnya Jepang. Pasca pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Jepang, Hirihito, mengumpulkan para pejabatnya, termasuk pemimpin pasukan perang, Jenderal Toyo, untuk menanyakan tentang satu hal yang penting: ”Berapa jumlah guru yang masih hidup?” Mengapa Kaisar Hirohito tidak menanyakan sisa jenderal yang masih hidup, atau menanyakan yang lainnya, selain guru? Karena, seorang guru akan dapat melahirkan ribuan jenderal, pengusaha, birokrasi, dan lain sebagainya. Maka dengan jumlah guru yang masih tersisa saat itu, Jepang berbenah diri.
Jepang, dengan memberikan perhatian terhadap pendidikan (guru), Jepang mampu bangkit dan menjadi negara maju seperti yang kita lihat saat ini. Bagaimana dengan kita?

Tidak ada komentar: