Jumat, 13 November 2009

BELAJAR DARI IBADAH HAJI

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI dan Hj Siti Mahmudah SPdI
Kepala dan Guru MTs Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Kini, musim haji telah tiba. Berbondong-bondong kaum Muslim dari segala penjuru dunia menuju Tanah Suci. Mereka membelanjakan rezeki yang dianugerahkan Allah SWT untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima. Untuk sementara waktu mereka meninggalkan kesibukan dunia, keluarga, dan sanak saudara. Semua itu merupakan wujud kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Allah telah mengabadikan seruan untuk menunaikan haji kepada seluruh manusia melalui Nabi Ibrahim AS.
Allah SWT berfirman, ”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS Alhajj [22] : 27).
Melaksanakan ibadah haji adalah dambaan setiap umat Islam. Apalagi, bila ibadah yang dilaksanakan itu diterima oleh Allah SWT sehingga hajinya menjadi mabrur. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada balasan bagi haji mabrur (yang diterima) kecuali surga.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Syariat atau perintah melaksanakan ibadah haji ini tidak hanya berlaku pada umat Nabi Muhammad SAW. Tetapi jauh sebelum itu, haji telah diperintahkan kepada Nabi dan Rasul-Rasul Allah terdahulu. Karenanya semua rangkaian pelaksanaan ibadah haji mengandung pelajaran (ibrah) yang sangat berharga bagi umat manusia.
Di antara rangkaian pelaksanaan ibadah haji itu adalah, pertama, pakaian ihram. Pakaian ihram terdiri dari dua lembar kain yang tidak berjahit. Hal ini dimaksudkan pemakaiannya agar melepaskan diri dari sifat-sifat buruk yang melekat pada dirinya. Sebab kemewahan pakaian dapat membangkitkan sikap hidup sombong bagi pemakainya, yang pada akhirnya akan menjauhkan diri dari orang lain, tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak mau mendengarkan apa kata orang lain dan yang lebih celaka lagi kalau tidak mau mendengar firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW. Dan pada dasarnya mengenakan pakaian ihram adalah menanggalkan perhiasan dunia yang penuh dengan gemerlap dan cobaan.
Kedua, berihram. Berihram adalah niat, yaitu niat memasuki ibadah haji atau umrah sebagai pemenuhan atas panggilan Allah SWT, memenuhi panggilan dengan penuh keyakinan, ditinggalkannya kampung halaman dengan berbagai hal yang melekat padanya. Ditinggalkan jabatan yang membuat sibuk sepanjang waktu, dilepaskan atribut, titel, gelar dan sebagainya, menuju rumah Allah yang berupa tumpukan batu persegi empat, tidak ada keistimewaan apa-apa di rumah itu. Tetapi itulah rumah dambaan bagi setiap Muslim, belum puas rasanya sebelum mengunjungi baitullah itu.
Ketiga, talbiyah. Talbiyah merupakan panggilan Allah SWT kepada seseorang untuk senantiasa dengan ikhlas memenuhi panggilan tersebut, bukan karena keterpaksaan. ”Labbaikallahumma, labbaik, labbaika la syarikalaka labbaik, innalhamda wanni’mata laka walmulka la syarikalak”.
Keempat, thawaf (mengelilingi Ka’bah). Thawaf artinya keliling. Maksudnya mengelilingi Ka’bah baik berkaitan dengan umrah atau haji. Mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran yang dimulai dan diakhiri di hajar aswad. Perputaran 7 keliling bisa diartikan sama dengan jumlah hari yang beredar mengelilingi kita dalam setiap minggu. Lingkaran pelataran Ka’bah merupakan arena pertemuan dan bertamu dengan Allah yang dikemukakan dengan doa dan zikir dan selalu dikumandangkan selama mengelilingi Ka’bah. Agar manusia memahami hubungan manusia dengan sang Pencipta dan ketergantungan manusia akan Tuhannya.
Gerakan mengelilingi Ka'bah ini juga mengacu kepada gerakan perputaran benda-benda langit. Bulan, bintang, matahari, dan semua planet berputar pada porosnya masing-masing. Ini merupakan sebuah bentuk kepatuhan benda-benda langit tersebut kepada hukum-hukum Allah yang mengatur seluruh alam jagat raya ini. Dengan melakukan thawaf, manusia diharapkan menyadari bahwa mereka pun seharusnya hanya tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah, sebagaimana tunduk dan patuhnya seluruh benda-benda di jagat raya ini.
Allah SWT berfirman, ”Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah mereka dikembalikan.” (QS Ali Imran [3]: 83).
Kelima, sai (berlari-lari). Sai adalah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah. Gerakan ini dilakukan bolak-balik sebanyak 7 kali. Ritual pelaksanaan ibadah sai ini mengacu pada gerakan Siti Hajar, ibunda Nabi Ismail AS, yang berlari bolak-balik 7 kali antara bukit Shafa dan Marwah dalam upayanya mencari air untuk Ismail yang sedang kehausan.
Apa yang telah dilakukan Siti Hajar ini memberikan pelajaran bagi umat manusia, yakni setiap orang harus senantiasa berusaha dan bekerja dengan mengharap ridha Allah SWT. Apa pun yang didapat, berhasil atau tidak upaya itu, hendaknya senantiasa memanjatkan syukur kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya Shafa dan Marwah ialah bagian dari syiar (agama) Allah. Barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sai antara keduanya.” (QS Albaqarah [2]: 158).
Keenam, bercukur. Mencukur rambut adalah penegasan dan realisasi akan selesainya masa ihram. Sedangkan perintah untuk mencukur rambut adalah agar kotoran yang melekat para rambut menjadi hilang karena rambut kepala berfungsi menjaga otak dari berbagai penyakit dan otak yang sehat akan membuahkan pemikiran yang positif.
Ketujuh, wukuf di Arafah. Makna wukuf adalah berhenti, diam tanpa bergerak. Jika dikaitkan dengan thawaf, maka setelah kehidupan diwarnai dengan gerakan, maka suatu saat gerakan itu akan berhenti. Manusia suatu saat jantungnya akan berhenti berdetak, matanya akan berhenti berkedip, kaki dan tangannya akan berhenti melangkah dan berkeliat.
Ali Syariati dalam bukunya, Al-Hajj, menjelaskan, wukuf di padang Arafah adalah sebuah upaya merenungi hakikat penciptaan alam semesta, perbuatan yang telah dilakukan, dan menjadikan tempat tersebut sebagai tempat penghisaban.
Ia menambahkan, Arafah bermakna mengenal, mengetahui, atau menyadari. Dari makna ini, kata Ali Syariati, Arafah merupakan gambaran dari padang mahsyar di akhirat kelak sebagai tempat penghisaban segala amal perbuatan manusia selama di dunia. Karena itulah, di lokasi ini, setiap jamaah haji dianjurkan untuk memperbanyak doa, istighfar (mohon ampunan), serta melakukan penghisaban (perhitungan) diri atas segala perbuatan yang pernah dilakukan.
Kedelapan, melempar jumrah. Melempar jumrah adalah batu-batu kecil pada sebuah tiang yang dianggap sebagai perumpamaan setan (iblis) dan hawa nafsu, yang senantiasa menggoda hati manusia untuk berbuat dosa dan maksiat. Melempar batu (jamarat) ini sebagai simbol kemenangan anak manusia terhadap godaan setan (iblis).
Ritual melempar batu-batu kecil pada tiang jamarat ini, meneladani apa yang telah dilakukan Nabi Ibrahim AS. Saat Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS, tiba-tiba datanglah iblis yang meminta Ibrahim AS agar mengurungkan niatnya.
Dan begitu seterusnya, karena masih banyak rangkaian ibadah haji yang belum disebutkan di sini. Oleh karena itu, hanya dengan keimanan, niat, tekad, dan kemauan serta kemampuannyalah yang akan memberangkatkan seseorang untuk berhaji. Semoga kita termasuk orang-orang yang akan mendapatkan undangan dari Allah SWT untuk menunaikannya. Amin.

*Radar Cirebon, Opini, Sabtu, 31 Oktober 2009

Tidak ada komentar: