Selasa, 17 November 2009

Pemuda dalam Lintasan Sejarah

Oleh Imam Nur Suharno SPd MPdI
Karena maju mundurnya sebuah bangsa tergantung pada kondisi pemudanya saat ini. Jika pemudanya baik dan memiliki jiwa yang maju, maka bangsa itu akan menjadi baik dan maju. Sebaliknya, jika pemudanya rusak otomatis masa depan bangsa itu pun akan terpuruk.
Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, pemuda selalu memiliki peranan yang besar dan strategis, karena untuk menuju kebangkitan bangsa diperlukan daya kekuatan berupa keyakinan yang kuat, ketulusan, semangat kejujuran, kesungguhan dalam bekerja, dan pengorbanan. Memang, selalu ada harapan baru pada figur pemuda. Harapan akan kesegaran gagasan, kekuatan pikiran, ketangguhan stamina, dan keberanian dalam memberantas penyimpangan.
Pemuda adalah generasi yang turut menentukan. Dalam Alquran Allah SWT selalu menegaskan pentingnya masa muda. Misalnya, pemuda Ashhabul kahfi digambarkan sebagai sekelompok anak muda yang memiliki kekuatan integritas moral (iman). Mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (QS Alkahfi [18]: 13).
Dalam hadits disebutkan, Syabaabaka qabla haramika. Masa mudamu sebelum masa tuamu. Dari ayat dan hadits tersebut tampak bahwa masalah kepemudaan oleh Islam sangat ditekankan. Ditekankan karena tidak saja masa muda adalah masa berbekal untuk hari tua, melainkan juga di masa muda itulah segala kekuatan dahsyat terlihat.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan dan memuliakan para pemuda. Alquran telah menyebutkan karakteristik pemuda. Pertama, pemuda selalu menyeru kepada alhaq (kebenaran). Dan di antara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (QS Al Araf [7]: 181).
Kedua, mereka mencintai Allah, dan Allah pun mencintai mereka. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS Almaidah [5]: 54).
Ketiga, mereka saling melindungi dan saling mengingatkan. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Attaubah [9]: 71).
Keempat, mereka adalah pemuda yang memenuhi janjinya kepada Allah SWT. (Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian. (QS Arrad [13]: 20).
Kelima, mereka tidak ragu-ragu dalam berkorban dengan jiwa dan harta mereka untuk kepentingan Islam. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS Alhujurat [49]: 15).
Berkaitan sosok pemuda, para Nabi dan Rasul yang diutus untuk menyampaikan wahyu dan syariat Allah SWT kepada umat manusia, semuanya adalah orang-orang terpilih dari kalangan pemuda yang berusia sekitar empat puluh tahunan. Bahkan ada di antaranya yang diberi kemampuan untuk berdebat dan berdialog sebelum genap delapan belas tahun. Ibnu Abbas berkata, Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda (yakni antara 30- 40 tahun). Begitu pula tidak seorang alim pun yang diberi ilmu melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda.
Rasulullah Muhammad SAW tatkala diangkat menjadi rasul, beliau juga baru berusia empat puluh tahun. Setelah itu, beliau dan pengikutnya yang merupakan generasi pertama, kebanyakan dari kalangan pemuda bahkan ada yang masih anak-anak, mereka berjibaku mempertahankan dan menyebarkan Islam, hingga akhirnya Islam benar-benar menjadi rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Generasi pertama (assaabiquunal awwaluun) itu di antaranya adalah Abu Bakar As Shiddiq, masuk Islam pada usia 32 tahun; Umar bin Khattab, 35 tahun; Utsman bin Affan, 30 tahun, Ali bin Abi Thalib, 9 tahun; dan seterusnya.
Pada generasi berikutnya, kita mengenal nama Umar bin Abdul Aziz. Dia dilantik menjadi khalifah pada usia yang masih sangat muda, yaitu 35 tahun. Adil, jujur, sederhana dan bijaksana, itulah ciri khas kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai khalifah kelima yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Dia beserta keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara) begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentu praktik korupsi sehingga pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda menempati peranan yang sangat strategis dalam setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan, pemuda menjadi ujung tombak perjuangan melawan penjajahan ketika itu. Selain sebagai pengontrol independen terhadap kebijakan pemerintah dan penguasa, pemuda juga aktif melakukan kritik tajam hingga menurunkan pemerintahan yang tidak lagi berpihak kepada rakyat.
Ir. Soekarno, misalnya, menjabat presiden Republik Indonesia pertama pada usia 44 tahun, dan Mohammad Hatta menjadi wakil presiden RI pada usia 42 tahun. Kedua pemuda ini melakukan langkah besar dan berani dipenghujung masa penjajahan Jepang kala itu, yaitu memproklamirkan negara baru yang bernama Indonesia. Sehingga sejarah mencatat keduanya sebagai bapak proklamator.
Soeharto belum genap 45 tahun saat dilantik menjadi pemimpin di negeri ini. Saat itu, perwira muda yang dikenal sebagai ahli strategi tersebut mencoba untuk menyelesaikan satu persatu persoalan bangsa, yang muncul akibat terjadinya peristiwa 30 September 1965. Keberaniannya mengatasi berbagai persoalan inilah kemudian mengantarkan karier militer dan politiknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Kemudian, Muhammad Hidayat Nur Wahid dilantik menjadi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) pada usia 44 tahun. Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini adalah anugerah zaman yang harus disyukuri, didukung dan diteladani. Bagaimana tidak, ketika orang-orang dan pemerintah pada khususnya, baru berteriak-teriak tentang pemberantasan korupsi, dia sudah menerapkan hidup dengan konsep sederhana. Fasilitas mobil mewah adalah hal pertama yang dia tolak saat memangku jabatan sebagai ketua MPR RI. Dia juga menolak dan menyeru agar anggota dewan dan wakil rakyat yang terhormat tidak perlu menginap di suite room hotel berbintang lima yang cukup mahal harganya. Sebagai gantinya, dia lebih memilih menginap di ruang kerja.
Semangat memunculkan tokoh muda dalam kepemimpinan nasional menjadi sangat relevan dan beralasan. Oleh karena itu, melalui peringatan sumpah pemuda kali ini, satu pertanyaan yang perlu direnungkan, siapkah kaum muda menyambut estafet kepemimpinan itu?

Penulis adalah Kepala Devisi Pendidikan Yayasan Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
dimuat di kolom opini HU Pelita

Tidak ada komentar: